Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

24 January 2013

K-13 #4: Penilaian Siswa Multi Domain?

Masih tentang Kurikulum 2013, catatan saya kali ini berkenaan dengan penilaian siswa. Dalam draft ui publiknya, Kurikulum 2013, menguraikan beberapa kesenjangan yang terjadi dalam pelaksanaan kurikulum di lapangan. Dari beberapa kesenjangan yang disebutkan, antara lain adalah kesenjangan yang ada dalam hal penilaian. Dalam kondisi terkini, disebtkan bahwa penlaian masih menekankan pada domain kognitif. Padahal dalam kondisi yang ideal semestinya penilaian harus menekankan pada 3 (tiga) domain hasil pendidikan yang kita anut bersama. Yaitu domain kognitif, domain afektif, dan domain psikomotorik, yang dilaksanakan secara proporsional. Inilah yang menurut saya sebagai hasil belajar yang holistik. Karena siswa diihat secara utuh. Tidak hanya pada sisi kognitif, tetapai juga afektifnya dan juga psikomotoriknya.

Dengan mengacu kepada kondisi yang seharusnya terjadi, saya setuju bahwa keberhasilan siswa di sekolah, sebagai dari hasil proses pembelajaran, seyogyanya guru, orangtua, sekolah, dan masyarakat melihat bahwa melihat profil siswa yang berhasil adalah mereka yang memperlihatkan kemampuan dalam tiga (3) domain atau ranah hasil pendidikan tersebut. Bukan sebagaimana yang terjadi selama ini, dimana hasil pendidikan dari seorang siswa hanya diukur dari domain atau ranah kognitif. Dan yang paling memprihatinkan kita semua, meski hanya pada ranah kognitif, itupun hanya kognitif pada aspek rendah. Yaitu kognitif untuk aspek mengigat dan memahami. Belum pada aspek aplikasi, analisa, sintesa, dan aspek evaluasi.

Lalu bagaimana pula implementasi dari penilaian yang  menekankan pada domain kognitif, afektif, dan psikomotorik tersebut?

Hal inilah yang  akan menjadi bagian yang paling krusial pada tahapan aplikasi di lapangan. Baik dalam tataran guru di dalam kelas, orangtua, serta masyarakat luas, bila standarisasi sebuah keberhasilan masih menggunakan paradigma angka yang lebih menekankan pada ranah kognitif. Terlebih lagi bila teknis penilaian di dalam kelas guru dan sekolah serta masyarakat luas masih menjadikan angka sebagai hasil pendidikan yang dihasilkan dari proses penilaian yang berbasis kepada tes.

Dari pemikiran itulah maka saya berpikir bahwa bagi sekolah yang benar-benar ingin mengimplementasikan model penilaian yang ideal sebagaimana yang terdapat dalam indentifikasi kesenjangan kurikulum pada sosialisasi uji publik, maka harus benar-benar berani dan sekaligus yakin akan prinsip dan paradigma penilaian yang holistik tersebut.

Karena dalam pelaksanaannya nanti, meski konsep ideal sebuah penilaian yang dituntut oleh Kurikulum 2013 adalah pada domain hasil belajar yang proporsional, tetapi jika pemerintah masih menjadikan hasil tes akhir di setiap jenjang atau satuan pendidikan yang selama ini kita kenal sebagai Ujian Nasional sebagai acuan bagi penerimaan siswa baru di sekolah negeri, maka paradigma ideal tersebut masih akan tetap  menjadi penghalang bagi hasil belajar siswa yang holistik.

Itulah sekelumit pandangan yang saya coba untuk menjadi sebuah catatan di lembaran ini. 

Jakarta, 24 Januari 2013.

No comments: