Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

08 March 2024

Pak Haji Bercelana Jean!

 

Selfi pada saat saya mendapat tugas untuk menjemur pakaian di roof top apartemen ketika kami tinggal di Apartemen yang ada di Aziziyah.

"Assalamu'alaikum Pak Haji bercelana jean." Begitu teman satu kamar saya menyebut dan mensifati saya. Pertama kali dia ungkapkan ketika kami masih berada di Madinah. DSimana Madinah menjadi etape 10 pertama dalam perjalanan haji maki. Etape 10 hari kedua kami tinggal di Mekkah, dan etape terakhir merupakan 10 hari dimana kami berada di Aziziyah.

Sebutan ini mungkin karena saya memang hanya mengenakan celana jean. Sebenarnya sebutan demikian tidak sepenuhnya benar. Karena celana yang saya bawa dalam perjalanan haji ini memang 3 potong yang semuanya dari bahan dengan model seperti blue jean.

Jadi tidak mengapa sebutan itu melehat pada saya sepanjang kami bercanda sesama jamaah ketika diwaktu segang. Baik saat di dalam kamar atau juga saat menemani jamaah lain yang sedang menghisab rokok di pintu masuk hotel.

Bukan tanpa alasan saya hanya bercelana seperti itu. Pertimbangan paling benarnya, menurut saya, adalah bahwa celana semacam itu memungkinkan saya mengenakan celana yang dapat saya cuci sendiri dan tanpa harus diseterika terlebih dahulu.

Walau pada kenyataannya, pada saat kami berada di Madinah, dimana harga laundry masih 11 real, maka dalam dua hari sekali saya akan menyetorkan pakaian kotor dan mendapatkan kembali pakaian-pakaian saya itu dalam keadaan yang sudah rapi jali.

Ata juga ketiika sudah berada di Aziziyah, dimana sudah memasuki bulan Dzulhijjah, maka memiliki kebebasan untuk mencuci sendiri dan bahka sekaligus menyetrikanya. Ini karena travel menyewa 1 apartemen penuh, yang terdiri dari 6 lantai. Dan pada lantai paling atasnya menjadi area buat kami menjemur pakaian.

Jakarta, 8 Maret 2024.

Menengok Teman yang Sakit

 Pagi itu, Saya janjian dengan teman satu kamar untuk pergi ke Hotel Al Khiswah, tempat dimana teman berada. Menjadi bagian dari rombongan haji yang berdiam di Zona 8, di wilayah Jarwal. Teman dari rombongan haji dari Provinsi Banten.

Saya mengunjunginya bersama teman dengan berjalan kaki. Sebelum berangkat, kami sudah membuka peta untuk mengetahui posisi hotel dan seberapa jauhnya dari lokasi dimana kami tinggal. Maka pagi itu, kami berjalan sebelum waktu sarapan pagi mulai. Kami meninggalkan kamar hotel sekitar pukul 06.00.

Perjalanan kami berbarengan dengan jamaah-jamaah yang juga menuju hotel setelah menunaikan shalat di Masjidil Haram. Ini perjalanan pertama bagi saya di luar rute rutin, yaitu antara kamar hotel ke masjid atau sebaliknya. Maka sebentar-sebentar kami harus membuka peta di seluler, terutama ketika kami menemui persimpangan atau perempatan, dan memastikan ke arah mana perjalanan selanjutnya.  

Setelah berjalan beberapa lama, saya beristirahat dengan mengambil tempat duduk yang berada di pinggir lapangan parkir yang lumayan luas. Udara pagi mulai mengirimkan hawa hangat ke seantero pandangan mata.

Beberapa orang Indonesia ada tidak jauh dari kami duduk dengan asyik sedang bercengkerama dengan temannya sembari menghisap rokok. Dan dari percakapan, saya memastikan bahwa Hotel Khiswah ada persis di seberang jalan tempat kami duduk.

Kami tidak mengenal bangunan itu sebelum mendapatkan informasi dari orang yang sedang merokok tersebut. Karena kami berada di samping hotel sementara identitas hotel ada di bagian depan.  

Benar saja, setelah berkomunikasi via telepon, saya berjumpa dengan teman yang memang masih terlihat belum sehat benar. Dan sakitnya sendiri sebenarnya sakit yang dia telah alami sebelum kami berjumpa itu. Penyakit bawaan dari kampung halaman yang kambuh ketika pelaksanaan haji. 

Setelah dialog utara selatan, foto bersama, bertukar cerita, maka kami segera pamit. Sementara di lobi hotel dan juga di halaman depan hotel, jamaah calon haji sedang bersiap-siap untuk menuju ke Masjidil Haram guna melaksanakan Shlat Dzuhur berjamaan. Saat itu, masih pukul 08.00 pagi.

Dalam kelompok-kelompok kecil, jamaah berdiskusi arah perjalanan sembari sibuk menerima ransum makan siang yang ada di dalam boks putih. ASda diantara mereka yang menju masjid dengan berjalan kaki, sebagaimana yang saya lakukan ketika saya pergi kesini. Sebagian lainnya menunggu bus.

Saat sudah berada di Jakarta beberapa waktu kemudian, saya mendapat kabar bahwa teman saya yang saya tengok di Al Khiswah itu meninggal dunia. 

Allahumaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fuanhu. Aamiin Allahumma Aamiin. (Kenangan untuk teman Pak Haji Sundarto yang alumni Unair.).

Jakarta, 8 Maret 2024.

 

07 March 2024

Membangun Impian, Menyambut Skenario IIlahi

Sering, saya dan istri berdiskusi tentang apa saja yang terkait dengan keberangkatan haji kami yang tertuda berangkat pada tahun 2022. Dan baru dapat kesempatan berangkat pada tahun 2023. Dengan komitmen untyuk melakukan pendaftaran dan pembayaran uang muka di tahun 2021 awal. 

Mengingat pada pelaksanaan haji tahun 2022, dimana pemerintah Saudi masih menjadikan Covid-19 sebagai transisi, antara pandemi dan endemi, sehingga membuatnya membolehkan pelaksanaan haji terlaksana dengan kuota haji 50%. Meski pihak travel sudah menghubungi saya untuk mempersiapkan diri berangkat, bahkan seluruh persiapan termasuk suntik miningitis telah saya lakukan, dan pada detik teralkhir, yaitu pada saat pemerintah Indoenesia menutup jadwal keberangkatan haji tahun itu, saya dan istri belum juga mendapat panggilan berangkat. 

Tertunda berangkat pada tahun 2022, antara lain karena selepas pandemi Covid-19, pemerintahan Arab Saudi membuka pelaksanaan haji secara normal. Baik dalam pelaksanaannya atau juga dalam kuota jumlah hajinya. Ini sesuatu yang saya dan istri syukuri tiada henti. Alhamdulillah.

Tidak jadi berangkat haji, saya meyakini bahwa memang itu yang terbaik untuk kami berdua. Tidak protes ketika pihak travel memberikan kabar tersebut via telepon. Keyakinan saya yang lain adalah, bahwa waktu berangkat nanti, Allah Swt pasti akan memberikan sesuatu yang terbaik. Pasti. Yakin sekali saya akan hal ini.

Beberapa waktu setelahnya, saya sedikit menemukan fenomena mengapa orang seperti saya tidak berangkat haji di tahun 2022 itu. Tahun dimana yang berhaji hanya 50% dari kuota normal. Yaitu pada saat saya menarik dana haji reguler yang telah kami setorkan untuk kemudian akan kami alihkan kepada anak.

Saat di depan loket kantor Dinas Kemenag Kodya, ada Bapak dan Ibu yang kebetulan mengurus hal yang sama. Maka bertanyalah kepada saya tujuan menarik uang muka ONH Reguler. Dengan tegas, beliau katakan bahwa beliau baru saja kembali dari hajinya. Diceritakan bahwa beliau bersama istri ikut haji Furoda, yang pendaftarannya baru beliau lakukan satu pekan sebelum berangkat.

"Wah, rezeki Pak Haji. Selamat! Sakti sekali Pak." Kata saya menimpali ceritanya yang membahagiakan.

"Harus berangkat Pak. Kalau tidak berangkat saya akan turunkan!" Tegasnya meyakinkan. Saya tersenyum saja. Dalam hati saya terbersit pikiran bahwa jatah saya yang sudah lunas, dan sudah dijadwalkan berangkat tahun itu mungkin tergeser dengan kepentingan seperti itu. Tapi tak apa-apa. Karena saya masih yakin dengan skenario Allah Swt. 

Bahwa Allah Swt akan memberangkatkan haji saya dan istri pada waktu dan kondisi serta situasi terbaik bagi saya. Pasti. Ikhtiar saya sudah saya penuhi dengan pembayaran ONH dua tahun yang lewat, juga manasik serta persiapan tambahan lainnya.

Maka saya sering pula dalam diskusi dengan istri itu mengemukakan ancang-ancang atau siap-siap untuk menyambut bagaimana skenario Allah Swt itu. Menabak, kira-kira apa yang terbaik yang akan suguhkan kepada saya ketika nanti saya benar-benar berangkat haji? Karena musim haji berikutnya masih menungguh 11 bulan lagi.

Nah, pada waktu menunggu itulah saya dan istri benar-benar membangun impian untuk menyambut skenario Ilahi yang masih menjadui misteri.

Jakarta, 8 Maret 2024.

05 March 2024

Rumah Kelahiran Nabi SAW

 Foto bersama pembimbing dan teman jamaah di pagar maka Ma'la pada 17 Juni 2023.
 
 
Teman jamaah yang bersama dalam rombongan perjalanan saya untuk acara ziarah di sekitar Masjidil Haram, mengajak diskusi kecil di sepanjang perjalanan kami di Ajyad. Pagi itu sekitar pukul 08.00an. Udara sudah mulai hangat di bawah terik matahari yang tertutup bayangan gedung hotel yang menjulang di ujung jalan Ajyad, dekap pintu masuk masjid.
 
Memperbincangkan tentang bangunan yang menjulang tinggi di samping Masjidil Haram, yang lokasinya di sekitar bukit Safa, lokasi dimana jamaah memulai hitungan sa'i nya. Juga tentang burung-burung merpati yang banyak dimana saja tempat.Kami berada di jembatan di samping gudung hotel tinggi itu hingga mendekati tempat atau perpustakaan yang dahulunya menjadi tempat kelahiran Nabi SAW, jalan itu turun.

Rumah tempat kelahiran Nabi SAW itu, sekarang diabadikan sebagai Perpustakaan.Mekah Al Mukaramah selalu ramai pengunjung, diantaranya kami serombongan dari Indonesia. Sebelum mendapat kesempatan untuk berdiri dekat pintu masuk gedung, harus menunggu dahulu sampai rombongan sebelumnya selesai menyimak informasi dari pemandu dan memanjatkan doa.

Allahumma shali ala Muhammad wa ala ali Muhammad.

Perjalanan berikut adalah menuju pemakaman Ma'la dengan tetap berjalan kaki. Melalui Masjid Jin yang pada saat itu sedang ramai oleh jamaah dari negara Turki. Saya mencoba untuk menaiki tangga menuju pintu masjid. Namun tidak menemukan informasi yang dapat memberiokan pemahaman lebih kepada saya. Dan akhirnya saya meninggalkan lokasi itu dan segera bergegas mengejar rombongan yang sudah meninggalkan saya menuju ke Ma'la yang berjarak lebih kurang 5 km dari hotel kami menginap di Mekkah.

Hal yang paling menarik bagi saya dalam rangkaian rihlah di seputar Masjidil Haram itu adalah mendengar langsung bagaimana orang menyampaikan penilaian terhadap saya. Sesuatu yang menjadi tantangan bagi kematangan emosi saya. Juga sebutan daru Ustadz Pembimbing rombongan, yang selalu senyebat saya sebagai Pak Guru.

Jakarta,  6 Maret 2024

04 March 2024

Acara Makan

           
Alhamdulillah makan bersama teman satu kamar di Al Ghufran, Mekkah pada 15 Juni 2023.
 

Waktu makan, apakah itu di saat sarapan, makan siang, atau makan malam, menjadi ajang para jamaah kompak berkumpul bersama di ruang makan atau di resto. Tentunya selain acara kajian bersama ustadz yang dilakukan beberapa kali baik pada saat kami berada di Madinah atau di Mekah seperti kala itu. 

Mungkin ini terjadi karena kegiatan makan hanya berlangsung di ruang makan dengan jadwal waktunya. Sehingga kami kompak berkumpul di satu tempat.  Dan jangan salah, kondisi dan situasi seperti ini tidak menjadi monopoli jamaah dalam rombongan saya, tetapi acara makan di resto sebelahpun, akan menemui fenomena yang sama. Kompak juga.

Seperti siang itu, saya bertiga, teman satu kamar keluar bersama, tanpa sahabat kami yang satu, Pak Ponimin. Beliau tetap berada di kamar hotel untuk beristirahat dan memulihkan kebugaran fisiknya setelah perjalanan dari Madinah ke Mekah melalui jalur bis yang memakan waktu lebih kurang 6 jam.

Banyak pilihan makanan yang tersaji di resto. Berbagai jenis makanan tersedia dan selalu mencukupi atau bahkan melimpah. Sekalipun itu makanan yang berupa nasi mandi dengan bongkahan daging dombanya. Juga pasta, buah, dan bahkan salad. Makanan-makanan enak yang selalu menjadi daya tarik bagi saya dan jamaah lainnya.

Bahkan ada banyak jamaah yang saat mengambil makanan tidak perhitungan banyaknya. Maka ketika sudah merasa cukup, piringnya masih tersisa makanan-makanan itu. Tidak peduli apakah jamaah itu berasal dari kota besar di tanah air, atau kota kabupaten, atau bahwa yang berasal dari desa-desa yang jauh dari kota. Ada beberapa karakter seperti itu masih menempel pada calon jamaah haji ONH Plus!

Dan pada soal makanan enak yang selalu tersedia melimpah itu, yang mungkin menjadi penyebab dimana jemari saya tiba-tiba mengalami kekakuan saat bangun tidur di pagi hari. Selain berat badan yang nambah 3 kg sejak saya berangkat dari Jakarta. 

Jadi memang keinginan untuk menghitung apa saja yang saya makan, sering khilaf sampai saya merasakan tidak mampu lagi mengunyah dan merasa harus selesai. Padahal saya selalu mengambil porsi kecil pada setiap jenis makanan yang tersaji.

Akan halnya ketika jemari saya menjadi kaku dan susah digerakkan saat bangun tidur di pagi hari. Dokter rombongan memberikan obat untuk diminum menjelang saya tidur. Dan itu ternyata obat untuk asam urat.

Ini tidak lain karena gemarnya saya dengan kacang merah yang selalu tersedia di meja prasmanan. Maka selalu saja saya melumuri roti cane di dalam piring makan dengan kacang merah yang yahud. Maka jemari kaku saat bangun menjadi pengalaman saya yang unik. Kok bisa?

Ya ini karena sulitnya saya megurangi konsumsi kacang itu. Berbeda dengan teman saya yang dari Selawesi Tengah, dimana setiap makan tidak pernah satu kalipun menyendok nasi. Piring makannya selalu berisi buah, buah, dan buah. Beliau hanya makan buah meski badannya tidak kecil juga. Kalaupun bukan buah, pasti salad.  

Ini salah satu paforit saya. Bahkan ketika satu porsi saya sudah selesai, ternyata istri membawakan kembali 1 porsi untuk saya. Saya menolak? Tentu tidak. Saya tetap habiskan di samping teman-teman saya yang bercerita tentang apa saja...

 

03 March 2024

Masjid Haram atau Masjid Hotel














Beginilah penampakan Jembatan Ajyad pada pintu masuk Masjidil Haram pada sekitar pelaksanaan Shalat Ashar tanggal 16 Juni 2023. Dengan suhu udara di sekitar 42 derajat Celcius. Udara hangat di bulan Juni kota Mekkah.

Dalam kondisi demikian, dan waktu pelaksanaan haji masih sekitar 10 hari lagi, yang bertepatan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1444, bertepatan dengan tanggal 27 Juni 2023, maka kami yang posisinya tinggal di hotel Al Ghufran, harus tetap dan selalu menjaga kesehatan.

Pemerintah selalu memberikan himbauan kepada seluruh calon jamaah haji Indonesia agar tetap menjaga diri dari bahaya head stroke. Demikian pula para pembimbing haji dalam rombongan kami. Beliau-beliau mengingatkan kami untuk tidak memforsir dalam menjalankan ibadah berupa shat wajib di Masjidil Haram. Terutama diwaktu terik matahari.

Misalnya dengan kalimat; "Bapak Ibu calon haji, kita semua datang kesini untuk menunaikan panggilan Allah Swt berupa Haji. Waktu haji masih ada 10 hari lagi, untuk itu kita harus berikhtiar sehat sampai rukun haji kita tuntaskan dalam kondisi sehat wal afiat."

Dengan himbauan inilah, maka kami termasuk saya, bila waktu shalat di terik matahari, biasanya shalat Dhuhur dan Ashar, kami melaksanakan berjamaah di masjid yang ada di hotel. Sebagaimana gambar di atas yang saya ambil di sekitar waktu shalat Ashar.

Walau selama 10 haru keberadaan kami di Mekkah, ada beberapa waktu shalat itu yang kami lakukan di Masjidil Haram. Namun tidak selalu. Berbeda dengan waktu shalat Subuh, Maghrib, dan Isyak, dimana hangatnya kota Mekkah tidak begitu terasa menyengat.

Dalam posisi ini, saya dan istri termasuk yang menyadari batas-batas dan kondisi badan kami. Maka himbauan ini menjadi hal yang kami pertimbangkan untuk ditaati. Namun demikian tidak semua kami menerima pandangan dan himbauan ini.

Ada beberapa jamaah yang bertanya kepada pembimbing rombongan kami tentang berat timbangan pahala ketika shalat di Masjid Haram dan shalat di masjid hotel. Dialog kadang tidak memberikan kepastian kerena pahala sesuatu yang ghaib. 

Namun ada peristiwa yang membuat teman-teman kami sedikit lega. Yaitu ketika dalam jamaah yang ada di masjid hotel dalam pelaksanaan shalat wajib, ada tokoh agama terkemuka. Dan beberaoa teman akhirnya merasa lebih tenteram.

Jakarta, 3 Maret 2024

02 March 2024

Mendapat Shaf Shalat di Haram

Tampilan salah satu sudut ruang shalat yang ada di lantai 3, Masjidil Haram. Situasi pada waktu Dhuha, tanggal 19 Juni 2023.






Pada pertengahan waktu dalam durasi kedua proses haji saya di Mekkah, tepatnya pada tanggal 19 Juni 2023. Dimana durasi pertama adalah 10 hari kami berada di Madinah yang telah kami lalui, dan sekarang di 10 hari di Mekkah sebagai durasi yang kedua, serta  nanti 10 hari dalam durasi kami di Aziziyah. 

Beberapa kali, dan tidak setiap kali waktu shalat wajib, saya dan istri janjian untuk menunaikan shalat wajib di Masjidil Haram dengan mendapatkan shaf shalat yang berbeda-beda lokasinya. Termasuk pada waktu Dhuha di hari Senin itu. Sebagai hari ke- 16, saya dan istri mendapatkan bagian shaf yang berkarpet dan berpendingin udara di lantai 3 masjid. Lokasi yang nyaman meski bangunan Ka'bah tidak tampak dari pandangan.

Lokasi ini setelah saya menaiki eskalator yang saya tempuh dari pintu hotel yang bertepatan di samping WC 3, di atas pintu masuk terminal Kuday. Dan setelah saya memastikan istri menempati shaf khusus jamaah wanita, dan mencoba mengingatnya bagian mana ia berada, maka saya memilih shaf yang paling nyaman pada waktu itu.

Masih ada beberapa waktu lamanya untuk menunggu hingga kumandang waktu Dhuhur tiba. Saya mengisi waktu-waktu itu dengan berbagai aktivitas dengan tetap berada di dalam posisi saya.

Alhamdulillah, tidak ada rasa dan gangguan dan hambatan apapun sepanjang waktu menunggu itu. Karena beberapa gangguan itu sudah saya persiapkan dengan sebaik mungkin agar saya dan istri tetap berada pada posisi di dalam masjid. Alhamdulillah.

Kondisi seperti ini tidak selalu saya dapati. Mengingat jamaah haji dari seantero dunia telah mulai memasuki kota Mekkah dalam permulaan prosesi hajinya. Dengan menyiasati terpaan udara hangat Mekkah di bulan Juni, maka berangkat ke masjid lebih awal untuk mendapatkan tempat yang kondusif di waktu shalat Dhuhur, menjadi keharusan.

Lain jika pada posisi waktu Shalat Maghrib atau Isyak, biasanya saya dan istri akan memilih menuju masjid 30 menitan sebelum waktu azan berkumandang. Dan ini pun saya memilih jalan masuk masjid melalui Jalan Ajyad, yang posisinya ada di pintu depan hotal kami. 

Pada lokasi di atas jembatan, jalan dibagi menjadi dua lajur. Yaitu untuk lajur keluar dan lajur masuk masjid. Jika beruntung, maka askar tetap memberi kesempatan kepada kami untuk masuk masjid melalui pintu masuk lantai 2. Namun jika kondisi jamaah di dalam telah penuh, maka askar akan menutup akses jalan di lantai 2 masjid dan membelokkan kami menuju eskalator di sebelah kanan kami menuju masjid lantai 3, 4, atau roof top di lantai 5.

Sesungguhnya, dimanapun lokasi shaf yang kami dapatkan, saya dan istri selalui menikmati jatah itu. Nikmat sekali. Alhamdulillah.

Jakarta, 2 Maret 2024.