Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

25 October 2017

Piknik Guru #5; Tim Survey

Dalam suatu kegiatan yang akan dilaksanakan, tidak jarang sebelum kegiatan berlangsung ada tim pendahulu yang akan melihat lokasi yang dituju dan sekaligus memastikan bentuk operasional kegiatan yang akan dilakukan. Dan ini juga berlaku untuk kegiatan trip guru yang sering dananya minim. Keberadaan tim ini sesungguhnya seperti buah simalakama. Dilakukan pasti membutuhkan biaya tambahan yang tidak juga sedikit, apalagi dengan kondisi keuangan yang minim. Dan jika tidak dilakukan sering juga tidak menambah rasa percaya diri panitia. 

Beberapa teman di sekolah swasta yang lain, yang kondisi budgetnya tidak minim-minim sekali karena adanya pengalokasian dana dari pihak Yayasan sebagai pengelola sekolah tersebut, malah menyerahkan segala urusan piknik guru kepada agen perjalanan atau EO. Ini memang praktis dan sangat memudahkan sekali. Sepanjang EOnya adalah lembaga atau perorangan yang benar-benar dapat dipercaya dan diyakini tidak akan neko-neko dengan dana yang telah diterimanya jauh sebelum kegiatan trip berlangsung, semua akan menjadi mudah. Meski, sekali lagi, resikonya adalah budget yang jauh berbeda dengan apa yang kami lakukan di sekolah.

Lalu bagaimana dengan keberadaan tim survey? Jujur saya sampaikan kepada teman-teman untuk tidak perlu survey. Karena selain menambah biaya yang harus dikeluarkan, juga tidak ada lagi esensinya. Ini karena internet telah memberikan ketersediaan data dan fakta tentang lapangan. Jika kita masih membutuhkan bagaimana kondisi riil lapangan yang akan kita kunjungi, salain instragam, kita juga dapat mengakses maps atau google. 

Hanya memang berat sekali kita menghadapi panitia yang inginnya menonton barang nyata di lokasi tujuan wisata yang akan dikunjungi, yang pasti dengan berbagai alasan dan argumentsi disodorkan kepada kita bahwa tim survey perlu berangkat!

Jakarta, 25 Oktober 2017.

24 October 2017

Piknik Guru #4; Seru dengan Dana Minim?

Bagaimana menyiasati tabangun piknik untk guru yang terasa ngak nambah-nambah? Dengan kata lain kalau dana yang tersedia pas-pasan? Inilah yang kami alami dengan dana pas saja, tanpa menggunakan EO untuk membantu kita dalam pengurusan piknik, serta tentangnya dengan perencanaan yang semula membludak tetapi pada akhirnya memang harus berangkat juga?

Dua kali kami mengalami hal seperti ini dengan solusi pada akhirnya piknik tetapi harus pergi-pulang dalam satu hari saja. Dana untuk menginap yang semula direncanakan harus gurgur. Piknik untuk mengajak keluarga serta juga pupus. Lokasi piknik yang diinginkan semula juga harus dilupakan. Dan akhirnya desnitasi baru kita sepakati. Moda transportasi yang memungkinkan untuk PP dalam piknik satu hari juga akhirnya diputuskan. 

Meski demikian, pengorbanan juga harus dimintakan kepada semua teman yang bermaksud ikut serta dalam piknik. Paling tidak selain dana yang tersedia juga karena dalam setiap jadwal piknik yang kami telah buat, jam keberangkatan menjadi sangat fleksibel sekali. Kebarangkatan bisa delay satu jam dari jadwal yang telah ada hanya untuk menunggu satu orang, yang orang tersebut rumahnya dengan lokasi berkumpul hanya berjarak kurang dari 1 km! Maka, kereta api menjadi solusi bagi perjalanan piknik satu hari itu. 

Dan persoalan belum selesai di situ. Karena moda kereta api mempunyai jadwal, maka kami memilih jadwal paling pagi untuk keberangkatan menuju lokasi dengan harapan sampai di kota tujuan waktu masih pagi. Kemacetan tidak akan menjadi kendala kami. Dan yang lebih penting adalah kami tidak akan mempunyai jadwal menunggu bagi teman kami yang terlambat datang di stasiun kereta.

Demikian juga untuk jadwal kepulangan kami. Kami pasti memilih jam kepulangan pada jadwal kereta pulang yang paling akhir. Dengan demikian maka kami memiliki waktu yang lumayan banyak untuk aktifitas satu hari piknik di kota tujuan. 

Jakarta, 24 Oktober 2017.

23 October 2017

Piknik Guru #3; Soal Dana Piknik

"Bagaimana cara sekolahmu sehingga guru bisa piknik ke sini?" Begitu pertanyaan saya kepada sahabat lama saya yang sekarang saya saya tanya kepadanya beliau pada posisi mengampu sebagai Kepala SD di sekolah swasta di wilayah Jawa Barat. 

Pertanyaan itu saya lontarkan di lokasi parkir bis di Malioboro, Yogyakarta. Ketika secara tidak sengaja kami bertemu di parkiran. Rombongan sekolah saya tiba di Yogyakarta menjelang sore hari setelah kami berkunjung di Tawangmangu, Jawa Tengah. Sementara romobongan sekolah teman itu baru saja tiba mengunjungi Candi Prambanan.

Pertanyaan saya itu adalah pertanyaan yang standar bagi kami yang berada di sekolah swasta, yang kondisi serta situasinya memiliki disparitas yang berbeda-beda. Karena ada sekolah swasta yang dalam anggaran sekolahnya memiliki alokasi anggaran untuk rihlah atau piknik guru. Sementara sekolah kami, adalah sekolah yang tidak memiliki kebijakan seperti itu. Maka pertanyaan itu menjadi sederhana untuk dijawab oleh teman saya. Sekaligus merupakan masukan atau pembanding bagi saya untuk dapat diterapkan di sekolah saya, kalau memang dirasa memungkinkan. 

Maka terjadilah pertukaran informasi berkenaan dengan strategi sekolah bagi terwujudnya piknik guru. Karena selain bermanfaat untuk mengeratkan hubungan yang memang telah akrab, juga untuk bersama menambah pengetahuan lebih terhadap lingkungan kita. 

Diakhir cerita, kami memiliki strategi yang hampir serupa dalam upaya untuk mewujudkan agar trip atau piknik guru dalam berlangsung secara rutin atau secara reguler. Yaitu menabung. Kepada semua teman, kami memberikan semangat untuk terus mengumpulkan uangnya melalui bendahara dengan kisaran jumlah yang tidak besar tetapi dirasa dapat mencapai dana yang mencukupi kami pergi piknik ke luar kota.

Dan jika pun dana telah terkumpul sedemikian rupa, maka tahapan berikutnya adalah menentukan tujuan yang akan bersama-sama disepakati untuk dicapai. Tentunya berdasarkan dengan dana yang telah berhasil dikumpulkan bersama. Maka jika keinginannya untuk pergi ke lokasi yang lebih jauh dengan dana yang tentunya lebih besar, maka kami akan bersabar untuk menunda piknik hingga liburan pada tahun berikutnya.

Jakarta, 23 Oktober 2017.

Piknik Guru #2; Memilih Moda Transfortasi

Dalam diskusi dengan panitia pada saat akan memilih moda transportasi yang akan dipakai sehubungan destinasi yang tidak terlalu jauh tetapi juga tidak dapat dikatakan dekat, serta kendala kemacetan yang sudah menjadi kejadian sehari-hari, maka kereta api menjadi pilihan paling arif. Meski jika dengan kereta api berarti akan ada dua mode yang akan kami pergunakan, dan dengan demikian maka berarti bahwa budget untuk transportasi juga menjadi membengkak.

"Kalau kita sewa bus maka harga sewa kita untuk one day trip kita biaya transportasi bisa jauh lebih minim." Kata seorang panitia yang memilih naik bis sejak keberangkatan menuju kota tujuan dan kembali ke rumah. Tetapi pertimbangan ini menjadi mentah ketika kemacetan yang sangat melelahkan dan memakan waktu. Waktu tempuh normal 3 jam maka untuk situasi sekarang paling cepat membutuhkan waktu 6 jam perjalanan. Jika trip-nya satu hari saja, maka dibutuhkan 12 jam hanya untuk.perjalanan. Wah...

Belum lagi jika jam keberangkatan harus delay karena adanya anggota atau peserta trip yang terlambat datang. Yang tidak bisa tidak harus ditunggu oleh peserta trip yang telah berada di dalam bis. Kenyataan inilah yang akhirnya trip kami memilih moda transportasi kereta api untuk menuju kota tujuan lalu disambung bis dari stasiun kereta menuju lokasi wisata. Meski dengan demikian maka biaya yang diperlukan untuk transportasi bertambah tambun.

"Selain kita terhindar macet, sehingga waktu tempuh menuju kota tujuan terprediksi dengan pas, kita juga tidak akan dipusingkan dengan peserta trip yang terlambat datang ke stasiun kereta." Ujar teman panitia yang lain yang sejak awal berkeras untuk menghindari jalur tol yang macetnya super sekali.

Kami sepakati strategi perjalanan itu. Maka 3 jam perjalanan di kereta api itulah yang kami jadikan sebagai momen kebersmaan kami. Tentunya selain di lokasi wisata yang telah kami rancang.


Jakarta, 22 Oktober 2017.

#1; Piknik Guru

Beberapa waktu yang lalu, di sekolah dimana saya menjadi salah satu bagiannya, menyampaikan beberapa hal sebagai masukan dan catatan kepada semua manajemen sekolah, agar semua kegiatan yang dilakukan melihat esensinya. Ini saya sampaikan berkenaan dengan akan dilakukannya kegiatan trip guru ke luar kota. Esensinya adalah bagaimana membangun kebersamaan dan kebahagiaan.

Oleh karena itu maka hal yang paling penting yang harus dilakukan oleh panitia kegiatan adalah memulai dengan apa yang menjadi keinginan mayoritas anggota komunitas yang akan pergi mengikuti trip. Apa kegiatan yang diinginkan, bagaimana kegiatan dilaksanakan, bagaimana biaya kegiatan dapat dipenuhi, kemana distinasi yang diinginkannya, serta kapan kegiatan tersebut akan dilakukan. 

Dan karena sejak awal dan jauh hari panitia telah melakukan dialog dan diskusi, maka dalam setiap kegiatan trip tersebut, pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar dan memberikan bekas serta kesan yang menyenangkan. Meski bukan berarti kegiatan berlangsung tanpa kekurangan. Selain itu, esok hari setelah trip berlangsung, tidak ada guru atau staf karyawan yang harus tidak masuk kerja dengan alasan kelelahan atau sakit. Alhamdulillah.

Begitu juga dengan apa yang berlangsung di sekolah sekolah yang dimana saya sebagai bagian kecil di pengelolaannya. Tidak akan pernah saya memberikan masukan agar kegiatan trip bukan sarana untuk sekedar jalan-jalan, yang membutuhkan biaya yang setiap tahunnya untuk budget per orangnya selalu menakjubkan dengan destinasi yang wah serta pelaksanaan yang memungkinkan menjadi gangguan bagi pelaksanaan hari efektif sekolah. Alhamdulillah juga bahwa apa yang menjadi konsen saya tersebut ditangkap sebagai masukan dan bukan hanya sebagai komentar.


Jakarta, 23 Oktober 2017.

18 October 2017

Jadilah Supporter

Suporter, dalam pengertian saya disini adalah seseorang yang dalam konstelasi sosialnya selalu memberikan uluran tangan untuk memberikan bantuan. Baik dalam pemikiran, baik dalam berpendapat, dan dalam bentuk nyata adalah bantuan atau dorongan yang berbentuk tindakan. Suatu bentuk perilaku yang tidak semua person mampu dan mau memberikannya tanpa pamrih. Ini dalam ranah atau tataran konstelasi sosial.

Hal ini jugalah yang saya sampaikan kepada teman-teman yang ada di lapangan, yang berkiprah dalam keterkaitannya saya di lembaga pendidikan formal yang bernama sekolah. Dimana untuk menemukan titik temu dari satu unsur dengan unsur yang lainnya, membutuhkan jalur komunikasi. Dan salah satu salurannya adalah berdialog dalam sebuah farum.

Namun dalam dialog itupun tidak jarang, meski juga tidak berarti sering, ada sedikit kemacetan yang menjadi sumbatan komunikasi, sehingga ada person yang paling berbeda dibanding dengan yang lainnya. Dan sekali lagi, kemunculannya kadag tidak memalui jalur yang telah kami sediakan, tetapi justru melalui jalur khusus, seperti japri!

Dan karena semangat kami sebagai pemangku manajemen, tidak bisa tidak salain visi adalah solusi. Maka dalam semua jalur yang ada atau juga jalur yang tidak menjadi kesepakatan, bendera solusi yang selalu kami kedepankan. Dan solusi juga mengahendaki pengerbanan dari semua pihak.

Termasuk diantaranya ketika ada pihak yang langsung menggunakan bendera pokoknya! Kami akan selalu menerima dan selalu akan mendengar hingga semua yang terdapat dalam ember benar-benar telah menjadi kosong. Dan setelah kosong itulah kami bersiap untuk mengisinya dengan sesuatu yang baru yang bernama solusi.

Maka pada tataran inilah saya dan teman-teman selalu bermimpi jika semua kawan yang ada di dalam lingkungan kami adalah orang-orang yang menjadi supporter. Yang selalu menyampaikan apa yang memang sehrusnya disampaikan sebagai pribadi yang menjadi bagian dari sebuah sistem yang dimasukinya. Semoga!

Jakarta, 18 Oktober 2017.

Besok Cerita Lagi ya Pak

Pagi kemarin saya bersyukur sekali, bahwa rapat dengan beberapa kolega selesai jauh lebih cepat dari prediksi saya. Saya sendiri merasa surprise. Saya semula mengira perlu waktu lebih kurang satu jam waktu yang akan kami butuhkan untuk rapat tersebut.

Dan kerena prediksi itulah maka saya sejak awal sebelum rapat dimulai telah menulis pesan kepada teman yang ada di SMP untuk tidak bisa bersama mereka mengajar atau menyimak bacaan pagi anak-anak. Namun karena rapat selesai cepat, dan saya pikir masih ada waktu bagi saya untuk menyimak bacaan pagi anak-anak, maka segera saya meluncur menuju lantai 3 gedung sekolah kami.

Nampaknya permohonan izin saya di pagi hari tadi membuat koordinator program membaca pagi kami dibuat secara klasikal. Sehingga kehadiran saya justru memungkinkan bagi saya untuk bercerita kepada mereka setelah membaca klasikal usai lebih cepat 15 menit dari waktu normalnya. Saya bercerita tentang seorang sahabat Nabi Saw yang bernama Ubadah bin Shamid.

Tentang ke-Islaman beliau, tentang keikutsertaan beliau dalam pembebasan negeri Mesir dari Raja Cyrus atau Moquoqis, tentang terpilihnya beliau oleh seorang komandan pasukan Islam yang bernama Amr bin Ash untuk menjadi delegasi dialog dengan Cyrus atau Moquoqis, tentang kesederhanaan beliau, tentang komitmen baliau, dan tentang akhir hayatnya beliau di masa Muawiyah bin Abu Sofyan.

Dan setelah usai menyampaikan cerita kepada anak-anak SMP, saya pun meninggalkan ruang bersama itu menuju ke lantai dasar dimana ruangan kerja saya ada di sana. Namun saya kembali masuk ruangan kelas pada saat saya melihat kelas baru saja akan memulai pelajarannya. Maka saya meminta izin kepada guru yang akan mengajar, untuk menyampaikan cerita yang sama kepada anak-anak itu.

Di waktu istirahat pagi, seorang siswa saya datang ke ruangan kerja saya. "Besok cerita lagi di kelas ya Pak. Seru Pak." Katanya kepada saya.

Jakarta, 18 Oktober 2017

15 October 2017

Tentang Rencana Budget

Bersyukur bahwa ketika diberikan amanah disuatu tempat di sebuah lembaga pendidikan yang bernama sekolah, saya sekaligus juga memperoleh pengetahuan tentang bagaimana tentang budget sebuah lembaga. Ini menjadi pengalaman berharga buat saya yang berangkat sebagai seorang guru, yang sejak awalnya tidak ada pengetahuan tentang bagaimana per-budget-an. Sebagai seorang guru, maka sejak awal pendidikan di lembaga pendidikan guru, kuliah di jurusan guru, hingga masuk di dalam sekolah, pengetahuan bagaimana membuat budget, menggunakan budget, hingga membuat laporan dari budget yang telah selesai digunakan, menjadi sesuatu yang gelap.

Bahkan yang lebih sederhana dari itu, tentang standar dari kuitansi pembelajaannya, sama sekali tidak ada pengetahuannya. Maka ketika mendapatkan kesempatan untuk duduk bersama dengan pihak sekolah yang bertanggungjawab tentang keuangan sekolah, benar-benar menjadi anugerah tersendiri buat saya. Seperti merasa salah masuk ruang kuliah. 

Sekarang, setelah beberapa tahun berada dalam ranah budget, sedikit memahami apa yang harus menjadi esensi dari budget itu sendiri dalam perannya di operasional sekolah atau lembaga pendidikan formal. Sebagaimana yang menjadi tanggung jawab saya sekarang ini.

Juga ketika berada di dalam lembaga pendidikan yang berbeda, saya menjadi lebih tahu lagi tentang bagaimana pengelolaan dan sudut pandang masing-masing tentang fakta dari budget lembaga. Itulah yang menjadi rasa syukur saya tentang apa yang selama ini saya alami.

Pengetahuan dan pemahaman tersebut, membawa saya kepada kesadaran akan pentingnya sebuah perencanaan yang detil hingga kepada tahapan operasionalnya, kepada pelaksanaan kegiatan yang benar-benar sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya, dan pembuatan laporan yang sahih.

Namun bagaimana pengetahuan, pemahaman dan kesadaran tersebut saya sampaikan dan alihkan kepada teman-teman saya yang sekarang mereka masih berusia muda dan pada posisi guru di lembaga yang diamanahkan kepada saya tersebut? Inilah yang menjadi proses berikutnya yang sedang berjalan di lingkungan terdekat saya.

Jakarta, 15 Oktober 2017.

05 October 2017

Sadar Budget

Di sekolah swasta, pengetahuan akan budget sekolah, atau lebih jauh lagi sadar akan budget, kadang masih menjadi milik manajemen sekolah. Bagian manajemen sekolah yang terdiri dari Bapak dan Ibu Kepala Sekolah dan para pengelola Yayasan memiliki cara pandang tentang belanja berbasiskan budget yang telah disusun dan disepakati. Memang tidak semuanya, namun pada level itu, memiliki kesadaran dan aplikasi tentang penggunaan anggaran yang sesuai budget, bahkan lebih dari itu, prinsip efektif dan efisien menjadi keterampilan yang telah inheren dalam pelaksanaan tugasnya.

Sebagaimana yang telah saya catat pada beberapa lalu bahkan masih ada bagian manajemen yang selalu berpikir kepada ketersediaan anggara karena di awal tahun sebelumnya alokasinya telah disiapkan. Pemahaman akan adanya hal ini tidak menghiraukan kalau ada bagian lain dari operasional  lembaga lembaga yang akhirnya tidak memungkinkan untuk dilakukan penambahan anggaran karena anggaran telah diserap pada alokasi yang lain. Padahal jika pengertiannya akan efektif dan efisien, maka ia sesungguhnya masih dapat melakukan beberapa revisi di anggaran tahun berikutnya sehingga prinsip efektif dan efisien benar-benar mencapai sasarannya.

Pada tataran guru dan karyawan, kesadaran akan budget menjadi minim. Pengetahuan untuk memahami bagaimana sekolah atau lembaga mendapatkan pemasukan dan mengalokasikan anggaran yang ada pada setiap tahunnya adalah sesuatu yang tidak memiliki kausalitas dan seolah mengalir sebagaimana aliran sungai yang ada. Pendek kata, tidak ada gambaran yang memadai akan operasional sebuah lembaga dari sisi pemasukan dan belanja. Dan jika telah sampai pada titik ini, tidak salah bila akhirnya lahir pendapat atau bahkan pendapat yang begitu melenceng tentang anggaran lembaga.

Sebagaimana dengan apa yang saya alami beberapa tahun yang lalu akan usulan budget untuk kebutuhan akan kertas A 4 oleh seorang staf. Namun karena kurangnya informasi tentang bagaimana menganggarkan, maka ketika di rapat anggaran yang dimunculkan adalah banyaknya rim kertas yang diusulkan untuk didapatnya di tahun pelajaran depan.

"Benar Bapak akan membutuhkan kertas sepanjang tahun pelajaran depan 20 rim?" tanya saya kepada seorang bawahan.

"Benar Pak. Saya membutuhkan kertas sebanyak itu untuk keperluan administrasi yang saya butuhkan di tahun pelajaran depan." Jelasnya dengan penuh keyakinan. Lalu saya mengajaknya untuk melihat secara detil apa arti kertas 40 rim itu, dan kebutuhannya sebagai staf kurikulum di sekolah saya.

Bahwa 40 rim itu sama artinya dengan 40 kali 500 lembar, yang artinya 20.000 lembar kertas A4. Maka jika dalam satu tahun pelajaran ada 250 hari kerja/hari belajar, maka ia akan menggunakan kertas tersebut dalam satu harinya sebanyak 80 lembar. Apakah kertas sebanyak itu benar-benar yang menjadi kebutuhannya?

Alih-alih apa yang saya sampaikan itu dimengertinya, justru ia memiliki pandangan yang berbeda terhadap saya berkenaan dengan anggaran sekolah. Yaitu pelit.

Jakarta, 5 Oktober 2017.

04 October 2017

Memilih Jalan Melingkar

Saya selalu memilih jalan melingkar jika itu adalah perjalanan menuju Jakarta seusai liburan. Karena perjalanan pulang, untuk kemudian kembali ke habitat normal, bekerja, adalah sesuatu yang tidak ada pilihan. Maka memilih jalan melingkar yang membutuhkan waktu lebih dibandingkan jalan yang lurus-lurus saja, menjadi pilihan terbaik buat saya.

Namun bagaimana dengan persoalan yang membutuhkan negosiasi untuk mencapai sebuah kesepakatan? Apakah saya akan memilih strategi berliku untuk menemukan satu kata yang sama-sama dapat disepakati? Terutama jika jalan yang saya ambil memang jalan yang pasti tidak akan efektif serta memakan waktu? Tentunya tidak, jika jalan berliku itu saya telah secara gamblang tahu ujungnya.

Saya akan mengambil jalan yang strategis untuk lembaga yang menjadi payung saya dan juga untuk pihak yang harus menjadi target buat tercapainya kesepakatan. Saya pasti tidak akan memberikan alternatif kepada pihak yang harus bersepakat dengan saya jika saya memprediksi bahwa alternatif tersebut tidak akan menarik untuk dia.

Saya pasti hanya akan memilih jalan standar dengan payung yang berlaku secara normatif jika alternatif yang lebih menarik tidak menjadi restu pimpinan lembaga yang memberikan wewenang kepada saya. Sebagaimana yang saya dapatkan terhadap apa yang ditawarkan oleh mereka saya kepada pihak yang seharusnya menyepakati.

Dan saya tidak akan menjadikan kesepakatan yang ada hanya akan mempertimbangkan pihak sebelah saja, tetapi juga mempertimbangkan timbangan yang adil. Dan sekali lagi, untuk aman dan nyamannya, saya akan memilih jalan yang benar-benar sesuai standar normatif.

Bagaimana jika standar normatif itu juga rupanya bukan menjadi restu lembaga? Pada posisi ini saya akan bertanya kepada lembaga saya; Apakah kita harus mendapat paksaan dari pihak terkait untuk benar-benar melakukan yang normatif atau kita melakukan yang normatif atas harkat dan martabat sendiri?

Pilihan dan resiko tersebut saya kemukakan kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap sebuah kesepakatan agar jangan sampai kita melakukan jalan yang melingkar-lingkar sementara jalan yang lurus telah tersedia.

Hanya sebagai renungan atas apa yang saya terima pada Sabtu, 30 September 2017 dari seorang kawan lama saya yang pernah sebagai kolega.

Jakarta, 4 Oktober 2017.