Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

23 October 2012

Mudah-Mudah ada Pejuang Lahir...

Seusai shalat Dzuhur di sekolah, saya meminta dua siswa untuk mendekat dan saya ajak berdiskusi. Dua siswa tersebut terpilih karena kebetulan mereka berdua sedang kejar-kejaran. Keduanya berbadan tinggi dan tergolong besar untuk ukuran kelas 8 SMP. Berasal dari keluarga yang mampu. Ini karena salah  satu fasilitas yang telah diberikan kepada mereka adalah kendaraan pribadi. Oleh karenanya tidak salah jika mereka berasal dari keluarga yang tergolong mampu.

Saya ajak mereka diskusi karena saya mendapat laporan bahwa beberapa siswa SMP ada yang mengutang ketika makan di kantin sekolah. Dan diantara mereka ada yang sulit ketika di tagih untuk membayar. 

Namun ketika saya mengemukakan informasi tersebut kepada keduanya, mereka berdua menyangkal jika mereka masuk dalam bagian anak-anak yang makan dan tidak membayar. Mereka memang mengakui pernah makan dan belum membayar, tetapi mereka membayarnya sebelum hari berganti. Jadi tidak utang. Lalu saya memberikan gambaran kepada mereka berdua bahwa pemilik kantin adalah pengusaha yang masuk dalam kategori pengusaha kecil. Jadi jangan pernah sekali-kali ngemplang hutang kepada mereka. Mereka berdua sepakat dihadapan saya untuk memegang teguh kepada kewajiban membayar ketika jajan di kantin.

Diskusi lalu melebar kepada hasil belajar yang baru saja dibagikan kepada mereka, dan mengharuskan mereka mempresentasikan kepada kedua orangtua mereka akhir pekan lalu. Salah seorang dari mereka mengemukakan kekecewaannya. "Habis saya Pak". Katanya ketika memulai bercerita. " Semua alat elektronik saya disita. BB, I Phone, Game, bahkan nonton TV dibatasi Pak. Saya menderita Pak." ceritanya mengadu. Saya diam tidak memberikan reaksi apapun.

"Bukankah itu justru yang akan membuat kamu menjadi mungkin untuk dapat lebih fokus kepada pelajaran yang harus kamu lakukan? Mengerjakan dan mengumpulkan tugas sekolah menjadi lebih tepat waktu." Kata saya.

"Tidak Pak. Hidup saya menjadi kering Pak. Apa yang dapat saya lakukan dengan aktivitas seperti itu? Sementara Ayah dan Ibu baru sampai rumah ketika malam. Saya bete Pak."

"Mengapa kamu tidak selesaikan buku bacaan yang menjadi tugas sekolah?"

"Bete Pak. Mana kunci mobil juga diambil Pak. Jadi saya tergantung Ayah, Ibu, atau Supir."

Mengharap Lahirnya Pejuang

Terlepas dari kejadian tersebut di atas, kejadian dalam satu fragmen itu, tak ayal membuat saya termenung berpikir. Beginilah realitas generasi yang menjadi tanggungjawab saya dan teman-teman sebagai pendidik di sekolah. Mereka mencerminkan generasi yang memang serba ada, juga serba bisa dan mudah untuk mendapatkan sesuatu yang menjadi keinginannya. Generasi yang mudah-mudahan tidak tetap mau untuk berjuang walau kondisi yang ada dan menumbuhkannya adalah lingkungan yang tidak kondusif untuk lahirnya para pejuang. Mudah-mudahan...

Jakarta, 23 Oktober 2012.

22 October 2012

Masih Mending Saya Masuk Sekolah Pak?

Jika di belahan lain di dunia ini orang masih mengeluhakan sulitnya mengakses pendidikan (formal) semacam untuk masuk san duduk di bangku sekolah, karena sedikitnya dana pemerintah yang diperuntukkan untuk subsidi pendidikan bagi anak orang miskin, tapi masih ada siswa saya yang tergolong mampu dan beruntung sehingga bisa masuk sekolah dengan biaya sendiri tanpa diberikan subsidi, tapi ketika masuk dengan tidak mengenakan pakaian seragam, dan saya menegurnya mengapa tidak berpakaian seragam, malah menjawabannya; "Masih mending saya masuk sekolah Pak."

Kok bisa? Sempat  bingung juga bagi saya untuk menemukan jalan pikiran anak itu ketika menjawab dengan kalimat songong itu. Bukankah, pikir saya, sebagai siswa itu kalau masuk atau tidak masuk sekolah  menjadi tanggungjawab sendiri si peserta didik? Bukankah karena itu akan berimplikasi kepada kinerja dia sebagai seorang siswa yang harus mempertanggungjawabkan biaya pendidikan yang dikeluarkan oleh kedua orangtuanya?  Tetapi setelah merenung sedikit, saya akhirnya menemukan jalan pikirnya. Bahwa mengapa Bapak Guru mesti bertanya mengapa saya tidak mengenakan pakaian seragam sekolah? Yang penting saya kan datang dan sampai di sekolah. Kalau saya tidak datang ke sekolah bukankah Bapak Guru yang rugi? Terbalik bukan, cara bernalarnya?

Meski begitu jungkir baliknya kenyataan itu, tetapi itulah yang harus saya hadapi di pagi itu. Ketika semua temannya berseragam Pramuka, maka dia seorang dirilah yang tidak ber-Pramuka. Namun itulah jawabannya ketika saya bertanya kepadanya.

Saya berpikir, mungkinkah saya yang salah dan bodoh sehingga harus bertanya tentang pakaian seragamnya yang tidak bener? Atau barangkali karena kesalahan bertanya seperti itu maka layak si anak tersebut balik 'menyerang' saya dengan seolah-olah dia sendiri tidak merasa rugi ketika bersekolah atau tidak bersekolah?

Serba Enak

Kenyataan itu kemudian saya coba diskusikan dengan teman-teman guru yang lain. Kok begitu realitas yang ada pada anak didik kita? Kata saya. Lalu kami menemukan realitas lain yang benar-benar menjadi lingkungan dan sekaligus pendukung bagi perkembangnya anak-anak didik kami. Salah satunya adalah lingkungan yang serba enak, serba mudah, serba tersedia.

Kenyataan ini menjadikan mereka tumbuh tidak berbekal daya juang yang pantang menyerah. Semua serba mudah dia dapat dan peroleh. Termasuk berangkat ke sekolah. Dan kenyataan ini juga menarik jauh semangat untuk berprestasi ketika berada di lingkungan sekolah. Entah di buang ke arah mana motivasi berprestasi itu. Sehingga ajakan kami agar mengisi hamparan waktu dengan segiat mungkin merebut sukses apapun bentuknya di sekolah, dimaknai sebagai ceramah.

Meski kenyataan ini membuat kami sedikit merenung, tapi pantang untuk susut ke belakang. Karena masih terlalu banyak teman-temannya yang meski berkelebihan materi, namun keluarganya selalu memberikan bara api untuk bersemangat dalam memperjuangkan masa depan yang jauh lebih baik. Dan kepada generasi dari model keluarga seperti itulah kami menyalakan spirit. Semoga, harapan kami, anak tidak berseragam itu segera mendapatkan sesuatu yang membuatnya 'kembali' ke jalan yang sama-sama kami harapkan. Amin.

Jakarta, 22 Oktober 2012

21 October 2012

Belajar Sejarah dari Puisi

Inilah pengalaman unik kami di sekolah ketika kami, guru-guru dan anak-anak dari SMP sedang belajar tentang sejarah Islam dari Puisi-Puisi Pak Taufik Ismail. "Satu-satunya di Indonesia" begitu kata Pak Taufik Ismail sebelum mangakhiri pembacaan puisi-puisi tentang 'sejarah' para Nabi Allah SWT.

Peristiwa yang merupakan kegiatan reguler sekolah kami ini bertemakan Islamic Historical Week, yang berlangsung pada tanggal 15-19 Oktober 2012. Tetapi bagaimana mulainya, ada teman-teman kami yang adalah guru di unit SMP mengemas, sebagai salah satu kegiatan dari event tersebut adalah, musikalisasi puisi-puisi Pak Taufik Ismail yang bertemakan agama. Dan ternyata banyak sekali puisi-puisi itu. Seperti tentang Nabi Muhammad, Nabi  Ibrahim,  Nabi Daud, Nabi Muha-Harun, dan pasti lebih banyak lagi. Dan seingat saya, ada tak kurang dari 10 puisi yang dibacakan oleh Pak Taufik dengan apiknya di hadapan kami, para guru dan siswa.

Saya berfoto bersama Pak Taufik, dengan 4 jilid buku Pak Taufik; Menghujam ke Langit dan Mengakar ke Bumi.
Musikalisasi puisi yang dimaksud adalah, teman kami yang guru musik, dibantu oleh sahabat-sahabatnya akan memerankan semacam Sam Bimbo dengan menyanyikan puisi yang baru selesai dibacakan oleh Pak Taufik Ismail. 

Guru musik kami, yang memang pintar bermusik dan sekaligus dianugerahi suara yang merdu meski dia adalah Sarjana Sastra, membawakan puisi-puisi yang dibacakan Pak Taufik dengan merdu dan syahdunya. Suasana menjadi sangat kondusif ketika lagu itu berakhir dan Pak Taufik mencoba untuk memberikan penjelasan berkenaan dengan puisi yang selesai dibacakan dan kemudian dinyanyikan.

Kegiatan yang berlangsung ebih kurang dua jam itu terasa berlalu begitu cepat. Menggairahkan. Semoga ini menjadi bagian penting bagi tumbuhnya generasi cinta Nabi Allah Swt di sekolah kami. Amin.

Jakarta, 21 Oktober 2012.

Kinerja #6; Adakah Korelasi Kinerja Guru Baik dengan Jumlah Siswa?

Ini adalah pertanyaan khas bagi sekolah yang dikelola oleh lembaga pendidikan swasta. Karena keberadaan dan eksistensi lembaga pendidikan swasta sangat  bergantung dengan support dari jumlah siswa atau peserta didiknya. Jumlah  peserta didik dengan tingkat kepuasan akan terjadi manakala memperoleh pelayanan optimal dari para pendidiknya dan orang-orang yang berkontribudi di sekolah tersebut.

Hal ini perlu sekali saya kemukakan di depan sebagai lanasan berpikir kita ketika nanti saya sampaikan stetmen berikutnya tentang yang terkait dengan pertanyaan yang menjadi judul dalam catatan saya ini.

Bahwa pertanyaan, sebagaimana judul catatan saya ini, seharus hanya memiliki satu jawaban saja, yaitu bahwa kinerja baik guru di sekolah memiliki korelasinya baik dan sekaligus positif terhadap jumlah siswa! Namun, dalam perjalanan sebuah penilaian kinerja, kadang ada deviasi antara yang seharusnya terjadi tersebut dengan apa yang ternyata menjadi kenyataan di lapangan.Lalu dimana deviasi ini lahir? Inilah yang menjadi pertanyaan saya dan teman-teman di sekolah setelah sekian lama melakukan penilaian guru di sekolah berbasis kinerja.

Deviasi itu juga yang membuat kami melakukan refleksi dan sekalogus koreksi. Mengapa dua obyek tersebut, yaitu kinerja guru yang baik dan jumlah siswa, justru tidak atau mungkin belum memiliki korelasi yang baik? Sebagaimana data yang kami miliki bahwa rerata kinerja guru yang kami nilai adalah baik. Satu atau dua guru dengan kenerja yang unggul, demikian pula satu atau tiga teman guru yang masih berkinerja kurang. Tetapi mengapa justru siswa kami dari tahun ke tahun mengalami penurunan?

Sebagai gambaran, bahwa tahun pelajaran 2010/2011 jumlah siswa di kelas baru kami menyisakan enam bangku kosong. Di tahun pelajaran berikutnya, 2011/2012 kelas baru kami kembali menyisakan bangku kosong 12. Dan di tahun yang berjalan sekarang ini, 2012/2013 bangku kosong yang terdapat di kelas baru kami ada 18. Ini artinya bahwa bangku kosong sedikit-sedikit mengalami kenaikan. Padahal, jumlah guru-guru kami yang kami nilai, secara terus menerus mengalami perbaikan atau kenaikan nilai dari tahun ke tahun.

Dan refleksi yang saya lakukan terhadap data-data tersebut antaralain menelurkan gagasan untuk melakukan perbaikan terhadap parameter penilaiannya itu sendiri dan cara serta strategi saat melakukan penilaiannya.

Jakarta, 21 Oktober 2012.

20 October 2012

Kinerja #5; Belajar KPI

Pada tahapan berikutnya sebagai bagian dari manajemen sekolah, saya harus belajar lagi tentang sesuatu yang baru. Ini tentunya sejak semua unit sekolah harus menjadi tanggungjawab saya. Sesuatu yang masih berkait dengan penilaian kinerja itu adalah Key Performance Indicator atau KPI. Jika selama ini kinerja yang saya kerjakan itu untuk penilaian individu guru yang menjadi tanggung jawab di unit saya, maka KPI yang harus saya lakukan adalah untuk untuk 'mengukur' sejauh mana sukses yang telah dicapai di unit sekolah saya. Dengan kata lain KPI untuk mengukur kinerja lembaga yang saya pimpin.

Pada saat pertama ketika saya datang sebagai bagian dari sekolah tersebut, saya tentu sedikit jaim (jaga image) ketika teman menyodorkan format KPI itu. Yang ada dalam benak saya kala itu adalah, saya akan mencoba untuk memperlajari KPI itu dengan melihat format dan mencari landasan konsepnya. Tetapi setelah pengetahuan saya itu berada pada tataran yang, menurut saya tidak berkembang dengan baik setelah bergaul lebih dari satu putaran penilaian, maka saya harus mengikuti sebuah paparan yang lebih serius lagi tentang hal ini.

Pengetahuan saya yang tipis terkait dengan KPI atau bahkan balance scorcard yang menjadi karibnya itu mudah dipahami. Karena meski saya memiliki latar belakang sebagai bagian dari manajemen, tetapi banyak pengalaman tersebut yang terbangun dari sisi saya sebagai guru di dalam kelas. Oleh karenanya maka pemahaman saya cetek dalam hal sistem penilaian kinerja korporasi. Teman-teman yang berangkat dari dunia usahalah yang jauh lebih cepat belajar dan menguasai KPI mereka masing-masing. 

Meski begitu, saya harus mensyukuri pengalaman itu. Karena dalam dunia pendidikan, hal yang bernama KPI lembaga dengan latar sekolah juga baru saja tumbuh. Dan para instrukturnyapun masih sedikit yang benar-benar tahu tentang konsepnya dan sekaligus lapangannya.

Artinya, di lapangan saya merasakan sebagai pemilik pengetahuannya, sedang teman-teman yang menjadi instruktur dengan latar duia usaha memahami konsep dan lapangan di lembaga perusahaan. Dengan dua kenyataan itulah maka saya merasakan masih adanya eksistensi diri dalam belajar KPI lembaga tersebut.

Jakarta, 20 Oktober 2012.

17 October 2012

Kinerja #4; Merelakan Guru Memilih Resign

Di Sekolah kami, yang adalah sekolah swasta, maka hasil kinerja guru dan karyawan akan menjadi acuan bagi perhitungan kenaikan gaji pada masing-masing kami untuk tahun pelajaran berikutnya.  Ini mungkin salah satu pembeda dengan sekolah lain, khususnya teman-teman guru yang berada di lingkungan sekolah negara dengan status PNS. Karena kami tidak mengenal golongan kerja. Seperti saya sendiri, misalnya, ketika akan menandatangani kontrak kerja di sekolah ini, hanya disodorkan tanggung jawab yang harus saya lakukan dan upah yang akan saya dapatkan. Boleh ditandatangani kontrak kerja itu jika saya setuju. Begitulah. Oleh karenanya, bagi guru yang telah menjadi bagian dari kami, maka menerima hasil penilaian kinerja merupakan harapan baru. Harapan untuk melihat seberapa besar prosesntasi kenaikan gaji!

Kali pertama yang akan kami hitung kenaikan gajinya adalah teman-teman guru dan  seluruh karyawan. Karena merekalah yang berada dibawah koordinasi kami, sebagai  Kepala Sekolah. Sedang bagian appraisal dan kenaikan kami, akan diberikan hasil performance appraisal setelah mereka semua selesai oleh Kepala para Kepala Sekolah kami.

Ini adalah kegiatan yang menjadikan teman-tekan guru bersemangat untuk mengejar nilai penilaian kinerja yang baik. Lebih-lebih hasil kinerja dan besaran gaji setelah kenaikan itu disampaikan kepada mereka paling lambat satu bulan sebelum tahun pelajaran berakhir. Ini jugalah yqng membuat teman-teman itu berikir apakah untuk tahun pelajaran depan tetap akan lanjut sebagai guru dimana seperti sekarang atau menerima tawaran dari sekolah  atau lembaga pendidikan lain, yang biasanya dengan kedudukan dan tanggungjawab yang lebih besar dan lebih baik? Merdeka bukan?

Kenyataan itu, bagi kami, yang menjadi  bagian dari manajemen sekolah swasta, adalah hal yang tidak dapat dihindari. Ini karena sekolah-sekolah swasta lain masih menjadikan sekolah kami sebagai kiblat bagi pembelajaran yang melihat  dan memposisikan peserta didik sebagai subyek. Maka migrasi guru tidak dapat kami cegah. Karena ini juga sebagai bagian dari kemerdekaan  asasi mereka untuk mengembangkan karirnya dan masa depannya. Atau bahkan mungkin mereka telah merasa cukup dan berada di zona nyaman sehingga harus memilih untuk mengembangkan diri di luar pagar?

Meski kehilangan mereka, kami sesama Kepala Sekolah selalu meyakinkan diri bahwa mereka tetap akan mengingat kita sebagai tempat bekerja mencari nafkah dan sekaligus sebagai wahana mengembangkan diri. Dan bukankah keberadaan mereka di tempat barunya nanti untuk mengembangkan sekolah dengan pendekatan belajar yang hakiki? Dan bukankah itu berarti bahwa kami telah ikut berkontribusi dalam mengembangkan kualitas pendidikan di negeri ini?

Jakarta, 17/10/2012

16 October 2012

Kinerja #3; Melihat Guru = Belajar

Setelah berlalu beberapa lamanya dalam  posisi saya sebagai Kepala Sekolah, maka interaksi saya dengan siswa di dalam kelas yang saya lakukan bukan  lagi interaksi formal proses pembelajaran. Walapun kesempatan seperti itu selalu saya ciptakan atau situasi yang menghendaki. Tetapi semua dalam koridor informal. Karenanya apa yang saya sampaikan adalah presentasi ketokohan seorang pahlawan, menyampaikan hasil apa yang saya baca dari sebuah buku sebagai penyemangat dan inspirasi untuk bekerja atau belajar lebih baik dan lebih keras, atau sekedar mengajak diskusi tentang hal-hal mutakhir yang terjadi di jagad politik atau masyarakat.

Dan itu berarti, proses kreatif saya dalam pembelajaran formal praktis terhenti. Karena berada pada posisi Kepala Sekolah  memberikan kepada saya fokus dan ruang belajar yang berbeda. Meski berhimpitan atau bahkan bersinergi, tetapi karena obyek yang berbeda maka tentang praksis pembelajaran di kelas menjadi keahlian guru-guru saya di sekolah.

Melihat itu semua maka ketika melihat guru sedang bersama peserta didiknya di dalam kelas, adalah kesempatan bagi saya untuk belajar dan menyerap bagaimana guru itu melakukan interaksinya. Dan itu menjadi sumber ilmu tersendiri dan istimewa. Bayangkan jika dalam satu pekan saya melihat satu hingga empat kelas dimana guru sedang melakukan pembelajaran dengan strategi yang hebat, bukankah dalam satu semester saya punya pengalaman yang banyak? 

Dan dari sekian banyak hasil kunjungan saya ke kelas itu, setidaknya ada satu pengalaman yang bisa saya bagikan disini berkenaan dengan efek positif saya dapatkan dari melakukan penilaian kinerja guru. Yaitu ketika saya masuk di salah satu kelas di SD kelas lima. Rupanya anak-anak sedang belajar tentang makanan sehat dan kandungan gizi yang terdapat dalam makanan. Suatu bahasan yang sederhana, tetapi saya beruntung ketika melihat guru kelas lima tersebut mengajarkan pahasan itu dengan cara yang super duper ciamik.  Yaitu dengan metode debat.

Ketika saya datang, kelas sudah di setting menjadi lima kelompok yang saling berhadapan., dan membentuk sedikit lingkaran. Kelss itu menjadi terasa sempit karena lay out meja yang demikian. Tetapi tidak ada wajah dari para peserta didik itu yang tidak sumringah. Dalam setiap kelompok meja, berada pada masing-masing posisi  atau peran yang berbeda-beda. Dalam kelompok-kelompok itu ada yang berperan sebagai pengusaha makanan cepat saji' yang membuka restorannya dengan langganan tetapnya adalah para pelajar,  ada kelompok yang berperan sebagai pihak pemerintah yang berwenang dalam mengeluarkan izin restoran, para siswa sekolah  yang adalah para konsumen bagi restoran cepat saji tersebut, kelompok berikutnya adalah kelompok yang berperan sebagai orang tua yang peduli pada makanan bergizi, dan sebagai kelompok  terakhir adalah kelompok yang terdiri para ahli gizi.

Ketika saya masuk ruangan kelas, rupanya debat sedang berlangsung. Masing-masing kelompok dengan perannya masing-masing beradu argumentasi. Guru dalam ruangan itu menjadi moderator debat. Suasana menggairahkan bukan kepalang. menyenangkan sekali. Saya sendiri terperanggah. Bagaimana guru dapat menciptakan suasana belajar semacam itu? Saya kagum sekali.

Ketika jam sekolah berakhir, saya kembali ke ruang kelas tersebut dan bertemu dengan guru dan partnernya. Saya sampaikan apresiasi saya dan bertanya: Bagaimana Anda bisa membuat suasa belajar tentang makanan dengan begitu antusianya? Dan guru itupun menyamaikan bahwa mreka menyiapkan acara debat itu sejak tiga pekan yang lalu. Dan masing-masing kelompok yang ada yang akan ada di dalam debat diminta membuat presentasi dari sudut pandangnya tentang makanan. Dan jadilah kelas debat itu.

Jadi benar bukan jika kita, sebagai supervisor, melihat guru yang sedang mengajar di dalam  kelas sesungguhnya kita sendiri sedang belajar tentang bagaimana melakukan pembelajaran dengan sukses? Bukan sebaliknya; membuat penghakiman kepada guru yang seolah ingin menafikan bahwa kita lebih jago ketika sedang interaksi edukatif dengan siswa di kelas?

Jakarta, 16/10/2012

Kinerja #2; Mengkomunikasikan Hasil Kinerja

Ketika belajar menilai kinerja atau performance appraisal teman-teman guru di sekolah, diwaktu awal diberikan tugas tambahan sebagai kepala di sebuah gerbong di sebuah unit sekolah,  seingat saya yang mengalami, tidak terlalu menjadi kendala pada tataran penilaiannya. Namun harus saya akui bahwa, saya harus belajar lebih banyak dan lebih sabar tentang bagaimana berkomunikasi dengan teman-teman guru yang menjadi tangungjawab saya. yang di unit. Terutama pada prosesi akhir kinerja, yaitu  dalam mengkomuikasikan bhasil akhir kinerja seorang guru sebagai feed back dan sekaligus mendiskusikan bagaimana kedepannya.

Karena  proses belajar itu harus saya lalui, maka banyak hal  yang saya dapatkan dalam aktivitas manajerial di sekolah. Namun dari semua kegiatan komunikasi itu, saya menyimpulkan bahwa apa yang sedang kami jalani dalam proses kerja yang bernama penilian kinerja itu adalah lahirnya sikap dan sekaligus perilaku egaliter. Bahwa saya menyampaikan apa yang memang terjadi dan oleh karenanya menjadi data lapangan bagi kesimpulan sebuah kinerja. Dan sebagai follow up bagi kelanjutan organisasi yang labih solid dan membanggakan, maka data dan implikasinya itu kami sampaikan kepada teman guru sebagai bagian integral dari sebuah hasil kinerjanya.

Biasanya, sebagai strategi untuk membangun harkat guru, saya membuka dialog dalam appraisal feedback dengan kelimat; Pak Fulan, bagaimana pendapat Bapak tentang kinerja Bapak sendiri di tahun ini? Dari pertanyaan pembuka inilah lalu kami saling berdiskusi dan menggelar bukti. 

Dengan cara berdialog seperti itu, biasanya kami segera dapat membuat kesimpulan atau kesepakatan tentang hasil kinerja tahun yang telah berlalu yang target yang ingin diimpikan dan ingin dicapai di tahun kedepan.

Sebagai  refleksi saya, terutama yang berkait langsung dengan penilaian kinerja teman-teman guru adalah; bahwa hampir semua guru-guru yang menjadi tanggungjawab saya kala itu, memiliki kompetensi metodologi pembelajar yang bagus dan teraplikasi dilapangan. Yaitu ketika teman-teman saya itu berinteraksi dengan peserta didiknya. Dan lebih hebat lagi, bahwa teman-teman saya itu menjadikan cara pandang peserta didiknya sebagai sudut pandang ketika membuat atau merencanakan kegiatan belajar. Untuk itu, yang membedakan salah satu dengan yang lainnya dari kinerja mereka adalah perilaku dan attitude mereka. Dalam istilah lain mungkin dapat dikatakan sebagai kompetensi sosial dan emosi.

Jakarta, 16/10:2012

Kinerja #1; Belajar Menilai Kinerja

Pada tahun-tahun pertama menjadi bagian dari manajemen sebuah sekolah, hal yang sedikit menguras kerikuhan saya dalam enunaikan tugas adalah menilai kinerja guru. Ini terjadi karena sebelumnya saya adalah salah satu dari yang akan atau harus saya berikan nilai. Hal ini misalnya saya dapat manakala seorang teman mengatakan: Apa yang Pak Agus nilai dari kami Pak? Wah sederhana sekali kalimat itu. Tetapi amat dan sangat menonjok. Saya tentu tidak langsung memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Tetapi senyum, mungkin sudah cukup memberikan jawaban. Karena memang itulah yang saya bisa lakukan ketika kami sama-sama berjumpa di ruang staf guru yang ada di sekolahku dulu, menjelang tahun 2000!

Belajar Menilai Kinerja

Mungkin itulah yang saya dapat ambil pelajaran dari sebuah prosesi yang menjadi bagian paling integral bagi kami yang diamanahi sebagai manajemen di awal penugasan. Ini bukan karena guru-guru yang saya nilai adalah mereka yang secara tahun pengalaman mengajar atau usia memang lebih lama atau lebih senior dari saya. Tetapi begitu juga teman-teman guru yang relatif lebih muda. Karena selain mereka adalah generasi yang kritis, mereka juga sesungguhnya sedang mempola untuk menjadi guru model apa. Oleh karenanya, kepada mereka semua saya benar-benar melakukan penilaian terhadap kinerja mereka dengan lebih holistik. Menyeluruh. 

Berekal dengan format 'performance appraisal' dari sekolah yang telah menjadi kesepakatan awal dengan guru, saya sering berada dimana teman-teman itu berada. Utamanya kepada teman-teman yang telah sepakat untuk menerima kedatangan saya di kelas, yang kami sebut sebagai observasi formal karena terjadwal atas kesepakatan. Juga kunjungan saya yang informal. Dan kepada semua kunjungan saya itu, selalu saya sampaikan apa yang saya lihat dan rasakan kepada teman-teman guru seusai mereka mengajar. Bahkan ada yang saya tanyakan kepada mereka; Dari mana Ibu belajar dan menemukan ide pembalajaran itu?

Dan karena kinerja, maka tidak apa yang saya lihat di dalam kelas saja teman-teman guru itu kami nilai. Namun sedapat mungkin semua aspek yang memungkinkan yang bersangkutan berkinerja memuaskan. Al hasil, proses belajar ini dapat saya lalui dengan, meski tidak semulus teman kepala sekolah lainnya, setidaknya saya memperoleh pengalaman yang berbeda ketika saya menjadi guru kelas.

Jakarta, 16 Oktober 2012.

Idul Adha #6; Mensyukuri Nikmat

Kegiatan 'tebar hewan kurban' yang menjadi program tetap di sekolah kami setiap tahunnya, dengan cara pelaksanaan pemotongan kurban yang disalurkan peserta didik kami di lokasi yang berbeda-beda pada setiap tahunnya, memungkinkan kami untuk bertemu dan bercengkerama dengan beragam kondisi masyarakat yang kekurangan atau kurang beruntung. Dan dalam menyaksikan kegiatan ini, kami tidak sekedar bertemu dengan saudara-saudara di tempat yang dekat Jakarta atau yang lebih jauh, dengan kekurangberuntungannya, tetapi juga merasakan nafas mereka meski hanya dalam kurun waktu yang tidak leih dari 24 jam. Karena biasanya kami akan datang sore hari sebelum pelaksanaan pemotongan kurban yang berlangsung esok paginya. Maka di sela waktu itulah kami saling bertemu dan bertatap muka.


Misalnya ketika tahun lalu 'tebar hewan kurban' sekolah kami berlangsung di wilayah Bogor, dimana saya menjadi bagian dari panitia yang berkesempatan menyaksikan bagaimana masyarakat bertahan atau mempertahankan hidup. Padahal lokasi yang kami kunjungi itu tidak lebih dari empat kilometer dari pintu tol kota Bogor dari Jagorawi. Atau lebih kurang tiga setengah kilometer dari terminal Baranangsiang.

Menuju ke lokasi itu, kami harus melewati jalan aspal di depan  sebuah sekolah  swasta bertaraf internasional untuk kemudian masuk ke sebuah perumahan. Di salah satu ruas jalan perumahan itulah saya dan rombongan keluar komplek perumahan dari sebuah jalan tikus yang tampaknya akan digembok bila malam datang. Kami turun untuk masuk menuju ke daerah yang dimaksudkan.

Tidak semua warga tidak beruntung di daerah itu. Seperti rumah sahabat saya yang kebetulan adalah pengasuh Madrasah yang lumayan maju di daerah itu.  Demikian juga tetangga yang lain. Sebagai ukuran mampu, kami melihat bahwa sebagian mereka tampaknya akan membuat bilik-bilik rumahnya sebagai tempat kos. Dan inilah yang menjadikannya mungkin untuk lebih dari bertahan. Namun ketika kami berjalan lebih ke dalam, menuju ke arah sebuah bukit. Di lokasi inilah kami masih banyak  bertemu dengan warga yang memasak makanan dengan kayu bakar. Dengan, tentunya, bangunan rumah yang sudah terlihat rapuh dan tidak kokoh lagi. Kami yakini kalau mereka inilah yang sunggu kesulitan meski hanya untuk sekedar bertahan. Mata pencaharian yang dulunya sebagai petani sudah tidak memungkinkan lagi. Sedang berdagang? Ada saya temukan diantara rumah-rumah itu kios warung menuman atau gerobak es yang tidak tampak sumringah. Kuyu!

Demikian pula ditempat lain yang pernah saya hadiri. Seperti di sebuah desa yang ada di kecamatan Muara Gembong, Bekasi. Tampak sekali sebagian masyarakat yang tinggal di rumah dengan pondasi yang rendah dan hampir sejajar dengan permukaan halaman. Yang menyebabkan kondisi ubin di dalam rumah selalu akan dirayapi rebesan air yang sudah tidak lagi bersih. Ini karena sebagian dari sawah-sawah atau empang-empang yang sebelumnya menjadi lahan pencaharian sudah tidak menyediakan air bersih lagi. Sebagian besar airnya seperti tercemar oleh limbah.

Maka cara bertahan yang mereka lakukan adalah juga dengan berdagang plus memelihara bebek yang jumlahnya tidak seberapa. Yang lebih kreatif adalah menebar ikan di empang belakang rumahnya dan menjadikannya tempat pemancingan.

Atau tempat-temapat lain yang hampir-hampir satu irama dan nada. Wajah yang terlihat dari semua yang kami kunjungi adalah wajah-wajah yang menerbitkan rasa syukur bagi kami para rombongan panitia 'tebar hewan kurban' yang menjadi kegiatan tahunan di sekolah kami. Alhamdulillah.

Jakarta, 15-16 Oktober 2012.

15 October 2012

Idul Adha #5; Ide Menjual Hewan Kurban


Pagi itu seusai menemui DKM, kami kembali ke rumah dimana salah seorang teman kami mengakomodas. Bergiliran kami mengantri untuk mandi atau keperluan lainnya di kamar mandi. Setelah ini, perjalanan berikutnya yang kami rencanakan adalah untuk pergi ke lokasi dimana tempat peternak kambing berada. Disampaikan oleh nara sumber dari orang setempat bahwa, lokasi dimana kami dapat bertemu dan bertransaksi dengan peternak sekaligus penjual kambing, lebih kurang jaraknya memakan waktu perjalanan setengah jam dari lokasi yang kami pilih sebagai tempat kegiatan 'tebar hewan kurban' sekolah kami pada tahun ini.

Di sela menunggu giliran untuk mandi itulah, seorang bapak warga desa datang dan bermaksud menyampaikan aspirasi kepada kami berkenaan dengan pelaksanaan kegiatan 'tebar hewan kurban' nanti. Sebagai perwakilan dari teman-teman, maka saya  menyambut warga itu. Dia datang seorang diri. Saya mengira akan ada sesuatu yang barang kali dapat menjadi rujukan atau masukan atau mungkin juga pertimbangan terhadap pelaksanaan 'tebar hewan kurban' yang insyaallah akan berlangsung pada Jumat, 26 Oktober 2012. Untuk itulah saya menyiapkan diri untuk mendengar apa yang menjadi aspirasinya.

Namun sebelum Bapak tersebut itu menyampaikan sesuatu kepada saya, dua teman saya yang semula ada di luar rumah masuk dan duduk disebelah saya untuk menemani. Kami bersiap menyimak.

Lalu disampaikanlah apa yang menjadi aspirasi yang diakuinya sebagai pendapat pribadinya. Kata-kata sebagai pendapat pribadinya, ia ulang hingga lebih kurang tiga kali. Juga permohonan maafnya bahwa ia merasa lancang untuk menemui kami dan menyampaikan sesuatu. Dikatakannya bahwa Ia bersyukur karena masjidnya pada tahun ini  akan menjadi salah satu tempat pemotongan hewan kurban dari anak-anak yang ada di Jakarta. Ini adalah peristiwa yang menyenangkannya dan pasti juga warga lainnya.

 
Namun dia mengusulkan bagaimana jika hewan kurban nanti tidak dipotong semua. Tetapi ada yang disisihkan untuk kemudian diuangkan, dan uangnya nanti dapat dibelikan material bangunan guna meneruskan atau melanjutkan proyek pembangunan masjid yang belum kelar? Aspirasi yang disampaikannya itu terasa lancar dan tidak ada sesuatu beban yang menghalanginya. Sebuah aspirasi yang lahir dan muncul mengalir begitu saja secara lugu.

Kami semua kaget dengan aspirasi yang disampaikan itu. Ta[i agar kami semua tidak terjebak kepada situasi mengagetkan itu, Akhirnya saya mengajak Bapak itu untuk menyerahkan kepada kami proposal pembangunan masjid. Dari proposal itu  saya berjanji untuk meminta teman di Jakarta dapat membantu atas pembangunan masjidnya itu. Tapi saya juga menekankan agar semua hewan kurban harus dipotong sesuai amanah yang diberikan kapada panitia tanpa terkecuali.

Pengalaman itu selain mengagetkan juga menyadarkan kepada kami bahwa; beragama harus dengan Ilmu.

Jakarta, 15 Oktober 2012.

14 October 2012

SMS Bontot dari Beda Benua

Inilah rangkaian SMS Bontotku ketika sedang menjadi bagian dari rombongan seni GCN ke Swiss dan Jerman pada 22 Agustus hingga 03 September 2012.

Kamis, 23/08/2012; 12.32;
Dua jam yang lalu @wildahfaza:
Ka bilang ibu aku lagi di dubai, 6 jam lagi baru di swiss. Bandaranya gedeeeeeeEeEeE bgt.

Send@19.41;

Assalamu'alaikum Wildah. Bagaimana perjalanannya. Ini sdh sampai mana? Bagaimana dengan Doha? Seru ya? Sempat foto2 ngak? Wildah sehat selalu ya? Sepatunya nyaman kan? Salam ya dari Ayah Ibu dan kakak2 di Jakarta. Wassalamu'alaikum.

Wildah-21.31;

Yah aku baru aja sampe di swiss, mmm panas sih disini kaya jakarta. Udah 5 kali makan tp belum pup... Saat ini blm foto2,  nnti mungkin yah. Sepatunya tooop

wildahfaza @ di hotel ibis.... Hahahaha lucu ya yah :3


Jumat, 24 Agustus 2012; 07.50:


Ayah disini masih jam 2pagi. Ayah lagi apa? Hari ini jadwal kita jalan2. Tadi begitu sampe hotel langsung ketiduran pules bgt. Ayah mungkin aku beli jamn[Receiving Text).


19.10;

Hari ini kan tur yah, kita ke tittlis tp di depan aja gak naik, trs kita makan di taman. Zurich itu bersih yah, trs mandiri banget. Kalo makan di restoran, kita taro piring kotor sendiri. Hm terus semua cowok harus ikut militer. Tadi aku ngelewatin kawasan pertanian gt yah hehe bagus deh. Alhamdulillah

22.19;

Mama... Kalo harga jam tangannya mahal bgt, aapa masih harus dibeli? Soalnya tadi ada tapi mahal bgt 1nya 300 swissfranc

Send@ 22.22;

Wildah, kalau beli oleh2 jangan yg mahal, yg akan menyita uang saku kamu. Beli secukupnya Dan semampu yg tersedia uang saku adek. Jadi kalau jam tangannya mahal, tdk usah beli ya. Terimakasih sebelumnya ya adek pintar.

Sabtu, 25 Agustus 2012; 00.38;

I miss you mom & daad

03.02;

Dad we just performed a very good performance! Alhamdulillahirabbil'alamin. Harus bersyukur jadi orang indonesia ya yah, bu, mas, mba. Mereka seneng bgt trs kita diminta kesini lagi tahun dpn (mungkin orangnya beda) bulan feb. & baju fashion shownya laku alhamdulillah ya Allah. Tinggal perform hamburg

Minggu, 26 Agustus 2012;
13.26;
 
Alhamdulillah. Terimakasih infonya ya. Bagaimana minggu ini? Swis kamu tinggalkan dan beranjak ke Paris ya dek? Wuih seneng bngt. Nanti dari jendela kerta foto2 ya. Kalau bisa. Semalat menikmati perjalanan ya...

Send @ 15.21;

Iya ayah ini udah di prancis. Kita naik bis gak naik keretaa. Doakan ya yahhh

Send@ 19.34;

Dad! Kita masuk detik.com! Checkkkkk gatau judulnya apaan. Ini di kampungnya prancis, hari minggu sepiii bgt

Senin, 27 Agustus 2012;

Send@18.37;
Baru ke menara eifeel yaaah beautipuuul pulpul. Belom beli parhum. Hehehe iya yah maaf ya, I love you so......

Selasa, 28 Agustus 2012;

Send @ 00.17
Ayah aku khilaf hari ini. Tapi semua oleh2 udah dibeli. Yaaa mungkin tinggal sedikit. InsyaAllah duitnya sisa banyak. I love you

Send @ 02.56

Dad where are youuuu I miss you soooo selamat kembali bekerja!!! I miss you all soo much. Bsk ke disney :3

Send @ 05.23

DAD MASIWAN SAKIT? CEPET SEMBUH YAAAA..

Ayah aku gamau belanja lagi aku takut :( takut kalap :( seru yah disneynyaaa


Rabu, 29 Agustus 2012;

Send @ 11.31;
Iya pa siap siap. Folder apa maksudnya yah? Hari ini semalam di amsterdam. Tripku hampir berakhirrrr. Semangat kerjanya ayah \:D/

Send @ 12.40;

Oke ayahkuuuu<3 br="br">
Jumat, 31 Agustus 2012

Send @ 19.27;
Alhamdulillah ayah terimakasih ya. Ayah faza mohon doannya utk besok tampil. Aku ngerasa failed yah tadi pas gladiresik, aku salah terus. Semuanya dirombak aku bingung pengen nangis aku ga enak sama yang lain aku pengen latihan lagi :'( kita tampil di museum gede dan mewah

Send @ 19.27;

Ayah tolong doain aku ya, terimakasih ayah

Sabtu, 01 September 2012

Send @ 01.52;
Ayah kabarnya besok kita diliput metro tv dan tv one. Tapi faza masih kurang tau ditayanginnya kapann. Doain aku sehat ya yah, krn drtd aku kedinginan.

Minggu, 01 September 2012

Send @ 04.10;
Alhamdulillah pa hari ini selesai, sedih harus ninggalin eropa. Alhamdulillah ya yah bisa kesini. Makasih banyak ya yah, insyaAllah besok pulang.

Idul Adha#4; Bertemu Peternak Kambing

Los-los kambing milik H Bunyamin dari Bogor.
Kegiatan perayaan Idul Kurban di sekolah kami yang diramu dengan konsep 'tebar hewan kurban' di daerah yang jauh dari pedagang kambing musiman, rupanya telah menghantarkan saya berhubungan dan berkenalan dengan para peternak hewan kurban. Mereka ini adalah para peternak, wirausahawan ternak, yang sebagian besar pendapatannya atau ternaknya adalah penggemukan untuk stok berkurban. Terutama dan utamanya adalah kambing atau domba.

Berbagai model yang mereka usahakan itu, alhamdulillah saya teah bertemu dan bertatap muka. Sedikit berdiskusi. Karena memang saya awam sekali dengan masalah per-kambingan. Peternak dengan skala ternak yang  berkisar 50an ekor, saya temui di Purworejo, Jawa Tengah, Bongas, Indramayu, dan Binong, Subang di Jawa Barat. Sedang peternak dengan skala besar, dengan jumlah hewan ternak tidak kurang dari 500 ekor kambing dan domba, saya jumpai di Talang Dua,  Cimande, Bogor.

Dari pertemuan-pertemuan itu menerbitkan inspirasi saya untuk ikut melatih diri dalam bekerja keras, yaitu untuk dapat mencoba. Tentu ini sebuah jalan pencarian nafkah yang dapat dikatakan bersih dari wilayah abu-abu. Semuanya terlihat jelas.

Di Peternakan Pak Bunyamin

Pertama kali berkebalan sekitar awal tahun 2012 ini. Hubungannya dengan rencana kerja sama antara teman dengan beliau dalam menggemukan kambing dan domba untuk stok kebutuhan hewan kurban di masjid teman kami itu. Disepakati 250 ekor kambing yang akan digunakan untuk suplai hewan kurban tahun ini juga. Lokasi kandangnya tidak jauh dari Talang Dua, Cimande, Kabupaten Bogor.

Pertemuan dan diskusi kami berlangsung di sebuah pendopo yang difungsikan juga sebagai mushala dan juga tempat pertemuan. Pendopo dibuat satu deret dengan rumah-rumah para pekerjanya yang bertugas mengurusi ternak-ternaknya. Di depan deretan bangunan itu ada terdapat empat los besar, yang berfungsi sebagai kandang kambing. Setiap losnya, saya perkirakan dapat menampung lebih kurang 500 ekor kambing.

Apa yang diupayakan oleh Pak Bunyamin tersebut sudah menjadi bagian integral bagi para mahasiswa peternakan yang ada di wilayahnya. Ini mungkin karena skalanya yang tidak kecil lagi, dan sosok Pak Bunyamin yang pekerja keras serta ulet. Pada tahun 2012 ini, peternakan Pak Bunyamin menjadi wakil kabupaten Bogor untuk maju di tingkat provinsi Jawa Barat dalam dunia usaha peternakan.

Selain skalanya yang tidak kecil lagi, kebersihan kandang di peternakan Pak Bunyamin sungguh menakjubkan. Saat berkunjung ke kandang, tidak saya lihat kotoran rumput yang merupakan sisa makanan hewan ternak. Baik di kandangnya, atau juga di bawah kandang. Bersih.

Di Peternakan Pak Roto 

Berkunjung di peternakan Pak Roto yang ada lebih kurang 5 kilometer dari kota Purworejo, juga mdnerbitkan aura optimesme seorang peternak. Pak Roto menunjukkan di depan kami sebagai pekerja yang ulet dan tiada henti. Juga termasuk orang yang tidak terlalu pelit dalam hal menentukan harga.
Hal ini kebetulan saya lihat sendiri saat H -1 pada Idul Fitri 1432H/ 2011 yang lalu. Dari beliau, sekolah kami membeli 1 ekor sapi dan 23 ekor kambing. Dan ketika jumlah kambing yang ada di kandang telah habis terjual, Baliau dengan sigap mengambil kambing-kambing yang ada di kandan yang lain. Luar biasa. Dan yang lebih menakjubkan lagi, pada hari itu beliau bertransaksi dengan banyak orang dengan menggunakan uang cash!

Selain skala jumlah ternak yang dipelihara antara peternakan Pak Bunyamin yang di Bogor dengan Pak Roto di Purworejo adalah soal kebersihan. Peternakan Pak Roto masih jauh tertinggal dalam hal mengelolaan limbah pakan ternaknya dengan Pak Bunyamin. Dan dari sisi ini pula saya sungguh dapat belajar.

Jakarta, 14 Oktober 2012

Idul Adha#3; Mengingap di Lokasi Berkurban

Dalam sebuah kagiatan 'tebar hewan kurban' yang menjadi agenda tahunan, dalam setiap kegiatan peringatan Idul Adha di sekolah kami, salah satu pengalaman menarik bagi kami, atau khususnya saya, adalah pengalaman untuk dapat menginap di lokasi pemotongan hewan kurban. Dan karena lokasi berkurban setiap tahunnya berbeda-beda dan tentunya dengan anggota panitia yang berbeda-beda pula, maka apa yang menjadi catatan bagi saya dalam mengikuti kegiatan yang dapat daya catat tersebut juga tentunya tidak dapat menyeluruh. 

Artinya, tidak setiap tahun dalam pelaksanaan kegiatan 'tebar hewan kurban' menjadi bahan catatan saya. Karena saya sendiri juga tidak setiap tahunnya berada di setiap lokasi kegiatan. Namun pengalaman yang pernah saya alami sendiri ini setidaknya dapat menjadi gambaran bagaimana kehidupan masyarakat desa yang yang kami kunjungi dan menjadi lokasi kegiatan kami ini dalam kehidupan kesehariannya.

Di Pesantren
Ada beberapa kali kami memilih lokasi pesantren sebagai sasaran kegiatan. Tentu pesantren yang dapat dikatakan pesantren kecil. Bukan karena jumlah santrinya yang sedikit sehingga kami katakan pesantren kecil itu adalah pesantren kecil. Tetapi mungkin karena penampilannya. Walau demikian, ada salah satu pengasuh pesantren yang kami kunjungi itu adalah seorang tokoh Majelis Ulama Indonedia, MUI di Kabupaten Bekasi. Juga di sebuah pesantren yang lainnya lagi, yaitu sebuah pesantren yang berada di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Ketika kami menginap di pesantren yang ada di Bekasi tersebut, menunggu kegiatan pemotongan hewan kurban yang kami laksanakan di hari Tashryk pertama, setelah Shalat Isyak,  Pak Kiai, yang mengasuh pesantren itu memberikan briefing kepada seluruh jamaah, yang ternyata adalah para panitia pelaksana pemotongan kurban, tentang pelaksanaan pemotongan hewan kurban esok hari. Briefing todak berjalan terlalu lama. Para jamaah yang juga adalah panitia tersebut, adalah mereka yang berasal dan tinggal dari kampung-kampung yang berada diseputar pesantren. Kampung-kampung mereka satu sama lainnya hanya dipisahkan oleh area persawahan,  yang alhamdulillah masih terhanpar luas. 

Acara briefing selesai, dilanjutkan dengan diskusi tentang berbagai hal dengan nara sumber pak Kiai dan peserta diskusi kami yang menjadi perwakilan dari sekolah di Jakarta. Namun dari obrolan itu, akhirnya mengerucut kepada pembacaan beberapa kalimat yang ada dalam sebuah kitab yang diambil Kiai dari rak buku yang ada di ruang tamunya. Kami semua menikmati kajian informal yang mengenyangkan rohani dan akal itu. Luar biasa.

Setelah acara berakhir, barulah kami menuju ke tanpat tidur masing-masing. Teman-teman anggota tim mengambil tempat tidur di salah satu ruang belajar para santri yang untuk sementara di sulat sebagai kamar. Sedang saya bersama anak tidur di kendaraan.

Di Masjid Aliran Sesat
Lain bermalam di pesantren lain pula ketika kami menginap di dalam masjid yang ada di sebuah tempat yang lebih kurang berjarak 150-an kilometer dari kampus atau sekolah kami berada. Sebuah masjid dengan aliran air wudu yang bersih, jernih, dan mengalir tiada henti. Masjid yang bagian belakangnya justru menghadap jalan raya, yang hanya dibatasi oleh bebarapa dapuran pohon bambu. Sedang halaman depannya berbagi bersama halaman salah seorang pengurusnya. Sungguh membuat suasana masjid yang khas pedesaan.

Tebar hewan kurban di tempat itu membawa kesan tersendiri kepada kami semua bahwa bekerja sama dengan aparat resmi desa atau DKM sebuah tempat ibadah, menjadi hal yang penting. Ini karena tiga atau empat tahun sesudah kegiatan kami tersebut, dari berita di surat kabar dan media telivisi kami baru mngetahui bahwa masjid dimana kami pernah menginap itu adalah sebuah masjid yang beraliran sesat.

Di Kampungnya Para TKI

Berbeda pengalaman menginap di Pesantren atau di sebuah masjid yang ternyata dimiliki oleh sebuah aliran sesat, adalah pengalamanmenginap di sebuah desa yang hampir setiap anggota keluarganya ada yang menjadi TKI. Ini kami alami di sebuah lokasi tebar hewan kurban di daerah Subang.

Semula kami sedikit kaget dengan cukup banyaknya rumah-rumah tembok warga. Namun setelah siang harinya, yaitu ketika kami memulai bercengkerama dengan warga dan DKMnya, kesan rumah tembok yang mengisyaratkan bahwa penghuninya mampu itu sirna. Karena hampir semua warga yang tinggal di rumah-rumah tembok itu adalah para pekerja buruh tani. Rumah temboknya itu adalah 'hasil' dari kerja keras para perantau yang ada di keluarganya. Maka keseharian mereka tetap dari bekerja sebagai buruh tani tersebut.

Kami menginap di sebuah rumah tembok dengan ubin marmer. Kami sampai di desa itu lebih kurang pukul sebelas malam. Kami berangkat dari Jakarta pukul lima sore, tetapi terhambat macet sejak dari halaman sekolah hingga ruas tol Cikampek.

Menjelang subuh, salah seorang dari kami dibangunkan alarm HP. Ini kehebohan kecil yang yang pada akhirnya membuat kami semua disibukkan dengan mencari stop kontak mesin air. Ini karena kebutuhan air pagi itu tidak dapat terpenuhi oleh karena stok dalam bak habis. Seluruh dinding tembok ruangan kami telusuri, namun tanpa hasil. Mesin air tidak dapat kami temukan dan nyalakan. Alhasil, kami sepakat untuk segera menuju ke masjid. Mesin air itu baru kami ketahui kebradaanya pada saat kami usai menunaikan shalat subuh. Si empunya rumah menunjukkan bahwa mesin air dan stop kontaknya berada di salah satu kamar!

Kenyataan tentang mesin air itu hanya salah satu pengalaman bagus yang kami dapatkan. Dan kami juga melihat bahwa rumah-rumah tembok yang ada di lokasi itu adalah bentuk investasi warganya yang bekerja di luar daerah. Sehingga ada kesenjangan antara rumah tembok dengan budaya bagi para penghubinya.

Jakarta, 14 Oktober 2012.