Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

29 May 2014

Pilpres 2014 #4; Bolehkah Saya Memutuskan Pilihan Saya Sendiri?

Beberapa kali saya mendapatkan pesan, yang sepertinya berantai, dari teman-teman, melalui media sosial atau juga ponsel, berkenaan dengan profil, visi dan misi, ejekan, sarkatisme, yang berkaitan dengan dua calon presiden. Termasuk di dalamnya adalah ajakan dari tman-teman yang ada di sekitar saya secara lisan. Ya semacam dakwah yang mereka sampaikan kepada saya.

Bukan setuju atau tidak terhadap apa yang telah sampaikan kepada saya, yang kalau saya ukur apa yang disampaikan itu masih dalam taran penjelasan, persuasi, atau ada juga yang seperti rada-rada menghasut. Dan teman-teman itu, sejauh yang saya ketahui adalah mereka yang mendapat amanat dari tim sesnya juga tidak, tetapi begitu semangat dalam menyampaikan. Tetapi baguslah. Karena itu berarti sebagai kesadaran untuk berpolitik.

Dan saya, sebagai pemilik suara dalam pemilihan presiden tahun 2014 yang akan jatuh pada Rabu, tanggal 9 Juli nanti, tentunya tetap memerdekakan diri dalam ajakan, persuasi, atau bahkan bujukan yang mengarah-mengarahkan. Sepintar, secanggih apapun argumetasi dan retorika ajakan itu. Karena saya memang menjadi pemilik suara yang memilik hak mutlak dan merdeka untuk menentukan pilihan.

Justru sebaliknya, saya menjadikan apa yang mereka sampaikan itu sebagai bagian dari penilaian saya, atau setidaknya sebagai tambahan informasi bagi pengambilan keputusan saya. Dan ini yang saya persepsikan sebagai pilihan holistik pada akhirnya nanti. Semoga.

Dan ada satu hal besar dan mendasar bagi saya untuk menjadi bagian argumentasi saya dalam menentukan pilihan. Itu adalah suasa eforia yang justru dipertontonkan oleh mereka yang memang tidak menjadi bagian dari pemilih. Bukan karena menjadi golput, tetapi memang tidak memiliki hak pilih. Merekalah bangsa lain.

Artinya, menjadi penting sekali buat saya bila saya mendapatkan informasi bagaimana para penonton itu memberikan eforianya kepada salah satu dari kandidat yang ada. Karena logika saya berkata, bahwa ketika mereka yang sebagai penonton itu telah ikut-ikutan memberikan pendapat, angin inspirasinya, maka saya berkeyakinan bahwa ikhtiar mereka yang seolah mempengaruhi saya sebagai pemilih, tidak akan gratisan.

Artinya, para penonton itu mempunyai agenda yang disembunyikan, yang akan lahir nanti di kemudian hari. Atas dasar itulah saya harus waspada dengan adanya seluruh berita, seruan, persuasi, ajakan, atau bahkan bujukan, yang mengemuka pada akhir-akhir ini. Karena itulah dasar pertimbangan saya untuk memutuskan pilihan saya sendiri!

Jakarta, 24-29 Mei 2014.

24 May 2014

UN 2014 #8; US/M BD Padahal UN

Ini adalah catatan saya dalam halaman ini mengenai Ujian Sekolah/Madrasah Berstandar Daerah atau disingkat US/M BD, yang dilaksanakan pada Senin, 19 sampai dengan Rabu, 21 Mei 2014 yang lalu.  Sebuah pelaksanaan evaluasi hasil belajar siswa di akhir mereka bersekolah di tingkat SD. Ini pelaksanaan pertama sejak Pemerintah meniadakan Ujian Nasional untuk tingkat sekolah dasar.

Dan karena memang bukan benar-benar ketiadaan Ujian Nasional, maka sebagaimana juga yang dilakukan oleh seluruh Pemda di Indonesia, dan pasti dengan mengajukan argumentasi sebagai menjaga kualitas sebuah lulusan, tahun ini keputusan akan ketiadaan UN di tingkat pusat menjadi Ujian 'Nasional' di tingkat daerah. Maka sah lah jika ujian untuk tingkat SD menjadi Ujian Sekolah atau Ujian Madrasah Berstandar daerah.

Atau kalau menurut saya, setelah berada di ruang pengawas dan membaca POS US/M BD, maka sesungguhnya Ujian Sekolah sebagaimana yang dilaksanakan di tingkat pendidikan sekolah dasar tahun pelajaran 2013/2014 ini adalah ujian nasional juga. 

Bahkan, ditangan 'daerah' pula, untuk selain tiga mata pelajaran yang dulu masuk Ujian Nasional SD, seperti mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA, harus 'berstandar' kecamatan. Sekedar informasi bahwa, di daerah DKI Jakarta, untuk ketiga mata pelajaran yang sebelumnya di UNkan tersebut pelaksanaannya berstandar DKI Jakarta. Sedang yang bukan daerah tersebut menjadi standar tingkat kecamatan.

Meskipun untuk operasional pembuatan soal dan pengandaannya tetap menjadi kewajiban dari setiap sekolah, setelah sebelumnya kisi-kisi dari soal-soal yang akan diujikan tersebut harus lolos  koreksi dari pengawas sekolahnya masing-masing, namun jadwal yang seragam kadang menjadi kendala bagi sekolah swasta yang pada hari Sabtunya memang menjadi hari libur.

Apa yang menjadi kekawatiran bagi kami yang berada di sekolah swasta atas kebijakan seperti ini? Tidak lain adalah perubahan kebijakan daerah di masa mendatang tentang keseragaman dalam hal soal, waktu pelaksanaan, dan juga pengolahan nilai. Karena jika hal ini nantinya yang masif di lakukan demi mengejar 'kualitas' daerah yang diinginkan, maka sesungguhnya secara tidak sadar, sekolah swasta yang 'patuh' akan kebijakan tersebut, pelan tetapi pasti, akan kehilangan daya saingnya. Dan itu berarti pintu gerbang bagi kematian sekolah swasta.

Dan dalam cacatan saya ini, mudah-mudahan kreatifitas daerah akan yang namanya Ujian Sekolah, tidak semakin membuat difersivikasi masing-masing sekolah menjadi tipis menuju keseragaman. Semoga.

Jakarta, 23-24 Mei 2014.

23 May 2014

"Lima Ribu Rupiah Saja Pak"

Dalam sebuah perjalanan ke Pantai Pandawa di Bali beberapa waktu lalu, kami harus singgah sebentar di sebuah masjid di tengah-tengah perjalanan. Ini karena keberadaan mushola yang ada di rumah makan Sunda yang kami singgahi terlampau kecil. Hanya mampu memuat jamaah dua baris termasuk imam sholat, dengan jumlah jamaah maksimal ilma orang. Untuk itulah, maka romobongan memutuskan untuk singgah di masjid sesuai dengan rekomendasi para sopir bus yang kami tumpangi.

Nah, dalam perjalanan inilah kami punya kesempatan untuk melaksanakan sholat di masjid yang berada dalam kompleks rumah ibadah di sebuah fasilitas umum.  Lokasi dimana masjid berada ini menyediakan halaman parkir yang luas. 3 kendaraan yang mengangkut kami leluasa memilih tempat parkir. 

"Tidak ada uang parkir di tempat ini Pak. Hanya memberikan uang kebersihan sebagai kontribusi bagi pemeliharaan kebersihan lingkungan umum ini" Ujar seorang berperawakan sedang dengan pakaian seragam. Kesan pertama yang ada pada diri saya tentang orang tersebut adalah sebagai petugas yang menunggu atau menjaga halaman parkir tersebut. Karena beliau berada di lokasi dengan seragamnya itu. Dan dugaan saya tidak meleset. Karena dialah yang mengatur bus-bus besar yang baru datang setelah kami berda di lokasi itu, dan memposisikan parkir.

Sebagai orang yang datang dari Jakarta, saya punya pikiran khas, bahwa kalau ada yang mengatakan sebagaimana yang disampaikan oleh orang seperti itu, maka saya menganggapnya sebagai perbedaan istilah saja. "Tidak ada uang parkir, yang ada uang kebersikan. Bukankah itu beda nama?" Begitulah alur logika saya. Mungkin ini logika yang tercemar oleh semangat hedonis. Terpapar oleh polusi kekinian yang selalu merujuk kepada pola instanisasi. Tetapi itulah lintasan pikiran yang paling pertama.

Mengingat saya bukan sebagai penanggungjawab dalam hal ini, maka seseorang menyampaikan pesan penjaga parkir di halaman itu kepada ibu panitia. Dan disampaikanlah uang kebersihan itu sebesar Rp 25 ribu rupiah. Dengan satu lembar uang lima ribuan dan satu lembar lainnya adalah dua puluh ribuan.

"Uang kebersihannya cukup lima ribu saja Bu." tutur Pak pejaga parkir tersebut sembari mengembalikan satu lembar uang dua puluh ribuan.

"Uang kebersihannya cukup lima ribu saja. Uang ibu kebanyakan." lanjut Bapak petugas parkir tersebut.

Saya yang duduk di belakang, dan kebetulan menyaksikan drama perilaku kehidupan tersebut tercengang, dan selanjudnya kagum. Kagum bahwa ada petugas di lokasi umum yang mengembalikan uang yang diterimanya karena menurut ukurannya kelebihan. Sebuah atraksi kehidupan yang mempertontonkan perilaku merasa 'cukup. Sekaligus sebagai penawar bagi perilaku rakus dan serba kekurangan yang ahir-akhir ini benar-benar telah menyeruak di beranda rumah kita. Inilah titik pusat bagi saya untuk belajar tidak tamak!

Jakarta, 18 Mei 2014.

20 May 2014

4 Anak Istimewa Tahun Ini

Bahwa perhelatan Ujian Nasional untuk tahn pelajaran 2013/2014 hampir saja berakhir. Di sekolah kami yang mengelola jenjang pendidikan Pra Sekolah hingga SMP, maka jenjang SD dan jenjang SMP yang harus melaksanakan UN. Ini meski SD namanya adalah US/M BD, namun kami menganggapnya sebagai UN. Karena memang seperti itulah POS yang ada. UN SMP telah berlangsung dengan siswa hadir semua pada tanggal 5-8 Mei yang lalu. Sedang untuk US/M BD untuk tingkat SD, akan berlangsung besok Hari Senin-Rabu, 19-21 Mei 2014.

Sebagai catatan saya untuk anak-anak didik yang duduk di bangku kelas terakhir jenjang pendidikan SMP tahun ini, adalah kepada mereka yang menurut saya memiliki sesuatu yang harus saya simpan untuk kenangan sepanjang masa. Mereka adalah anak-anak istimewa. Hanya memang tidak semua dari 47 peserta didik itu saya dapat masukkan dalam catatan ini, tetapi mohon maaf jika dari mereka hanya saya tulis empat anak didik saja.

Dan jangan dianggap bahwa hanya anak-anak itu saja yang istimewa di tahun ini. Semua anak yang ada dari 47 itu adalah anak-anak yang luar biasa membanggakannya. Stetmen ini juga yang saya sampaikan di malam renungan di sebuah ball room di daerah Pecatu, Bali. Namun karena keterbatasan saya juga, sehingga hanya beberapa dari mereka yang akan saya deskripsikan beberapa hal yang membanggakan, yang menurut saya membuat mereka istimewa.

1-

Saya muai dengan seorang yang ahli sebagai pengamat tranformasi Jakarta. Ini tentunya, karena diusianya yang masih 15 tahun, ia telah mempu sebagai penjalajah sebagian tempat bersejarah yang ada di Jakarta. Dan hebatnya lagi, untuk menjelajah lokasi-lokasi tersebut selain dengan google, adalah dengan transfortasi umum. Dia mendatangi kota tua dari daerah Pulomas dengan menumpang angkot dan bus way. Atau lokasi lainnya, yang menarik perhatiaannya untuk menjadi lokasi perburuan dari rasa ingin tahunya yang begitu membludak.

Juga pengetahuannya tentang perkembangan transfortasi umum yang ada di Jakarta. Tentang jumlah koridor dari kendaraan trans, jumlah armada yang melayani untuk tiap koridornya, serta koridor sambungan yang bernama APTB.

"Untuk koridor Depok-Jakarta, mungkin akan menggunakan jalur Patas yang sudah ada sebelumnya, yang sekarang sudah tidak berjalan lagi, yaitu jalur Depok-Pasar Senen." Begitu penjelasannya kepada seorang teman yag juga guru, yang kebetulan bertempat tinggal di Depok.

"Untuk kendaraan yang melayani Banara Soeta-Bogor, terakhir beroperasi dari bandara Soeta lebih kurang pukul 21.00 Pak." demikian jawaban dia ketika ada seorang gurunya bertanya jam operasi bus DAMRI yang melayani Soeta ke Bogor.

"Darimana kamu mengetahui informasi itu?" tanya gurunya ingin tahu.
"Saya tanya di twitter. Kebetulan ada grupnya Pak." begitu jelasnya.

2-

"Tan, apakah kamu belum mendapat kelompok? Kalau belum ayo masuk dalam kelompokku saja. Kita dalam satu kelompok." Begitu seorang siswa kami bertanya kepada temannya yang memang tidak akan pernah dijadikan dalam kelompok di kelasnya jika guru membagi kelompoknya secara bebas. Tidak akan ada teman di kelasnya yang akan memilihnya menjadi anggota kelompoknya selain dia. 

Dialah anak yang oleh salah seorang guru sebagai informal leader di kelas itu. Karena selalu meberikan ruang dan kesempatan kepada siapa saja yang tersingkir dalam ranah sosial di dalam kelas. Dan kepada anak-anak yang tersingkir itu, ia membuat mereka semua berdaya dan eksis sebagai bagian dari kelompoknya.

Seorang remaja yang super baik hati dan sekaligus berprestasi. Tentu karena kemampuannya tentang IT, yang membuatnya terpilih sebagai seorang anak dalam anugerah-anugerahan yang diselenggarakan oleh anak-anak kelas IX, dalam predikat sebagai anak yang ter-up date!

3-

"Mengapa selalu lagu dengan suara yang meledak-ledak yang kamu pilih?" demikain pertanyaan saya suatu pagi hari di halaman sekolah ketika mendapatinya dia dan dua temanya berada di dalam kendaraan yang mengantarnya dengan suara dentuman musik yang tergolong besar volumenya.

"Ia Pak. Habis enak." jelasnya ketika menyambut saya datang dengan membuka jendela kendaraan dan memberi salam. Santun sekali anak kami itu. Dan uniknya, pilihan musiknya yang keras tersebut tidak berbanding lurus dengan kepribadiannya. Karena ia tergolong anak yang benar-benar lurus. Pulang sekolah tepat waktu, komitmen terhadap semua tugas yang diterimanya. Kemampuan akademik yang juga bagus.

Sebuah kombinasi kepribadian yang sungguh membanggakan semua guru yang ada di sekolah. Karena memiliki siswa yang tidak neko-neko sekaligus berprestasi di hampir semua bidang. Termasuk diantaranya yang menjadi favorit remaja putra, adalah sebagai tim futsal sekolah.

4-

"Idola saya adalah Ar Pak. Dia itu teman yang cool. Musik yang dipunyainya semua musik yang keras. Dia kan juga belajar menjadi DJ Pak. Juga nge-gym. Sama teman juga baik Pak. Jadi seperti itu idola saya Pak." begitu seorang siswa saya kami interviu tentang pandangannya terhadap teman-temannya yang selama tiga tahun ini sebagai siswa di SMP.

Dialah anak yang tidak akan ragu untuk bersegera dalam melaksanakan apa yang diinginkan gurunya dalam sebuah interaksi belajar. Termasuk diantaranya ketika Bapak da Ibu MC di atar panggung meminta perwakilan dari anak-anak untuk memberikan testimoni, atau sedikitnya kesan atau pesan selama bersekolah. Seorang anak yang berani mengambil resiko. 

Juga seorang anak yang mungkin satu-satunya yang belum pernah datang terlambat ke sekolah di pagi hari. Atau mungkin juga sebagai siswa satu-satunya yang selalu hadir di ruang bersama jauh sebelum acara di mulai untuk sholat dhuha bersama. Siswa yang selalu cepat tanggap dan bersiapsedia.

***
Itulah catatan tentang empat peserta didik saya tahun pelajaran ini. Saya selalu berharap anak-anak itu dikemudian hari, di bangku sekolah yang leih tinggi tetap menjadi cemerlang. Tentunya termasuk seluruh anak yang berjumlah 47 siswa itu. Semoga. 

Jakarta, 18-20 Mei 2014.

18 May 2014

Ekskursi Bersama Siswa, Menyesal tidak Mengenal Semuanya

Menemani peserta didik kami dalam sebuah kegiatan ekskursi, tidak selalu saya lakukan, tetapi setidaknya sering. Ini karena ada beberapa penyebabnya dari pihak saya sendiri. Antara lain kalau tidak karena adanya jadwal rapat juga karena kepentingan keikutsertaan saya sendiri di kegiatan siswa itu.

Tentang jadwal rapat, ini lebih sering jika rapat yang diselenggaraan oleh pihak yayasan yang mengharuskan saya untuk hadir. Mengingat sayalah yang menjadi penjaga gawang di sekolah secara ioperasional. Maka tidak mungkin jadwal rapat harus mundur karena ketidakhadiran saya dengan alasan menemani peserta didik melaksanakan kegiatan ekskursinya.

Sedang yang mengenai kepentingan saya dalam kegiatan siswa itu lebih karena kegiatan itu memang kegiatan kelas pararel atau gathering. Sehingga saya berpikir bahwa kegiatan itu tidak murni untuk sebuah kegiatan ekskursi. Dengan demikian maka dengan alokasi guru yang telah ada, saya berpikir telah cukup untuk  menemani siswa yang mengikuti kegiatan tersebut. Itulah lebih kurangnya gambaran keikutsertaan saya dalam ekskursi siswa di sekolah.

Namun demikian, beberapa kegiatan semacam itu saya pengikuti dan menemani anak-anak hingga kegiatan mereka tuntas. Misalnya kegiatan perpisahan atau piknik bersama. Kegiatan ini silakukan di setiap anak-aak melaksanakan kegiatan ujian nasionalnya. Dengan tujuan yang tidak selalu sama. Semua dikembalikan kepada para siswanya. Karena tujuan ditentukan melalui survey.

Beberapa yang saya pernah ikuti itu antara lain adalah kegiatan siswa kelas IX ke Yogyakarta dan Bali. Sedang untuk kelas VI-nya, saya pernah menemani anak-anak itu ketika pergi ke Bandung, dalam dua angkatan yang berbeda, dan ke daerah Puncak, Bogor, ada tiga angkatan. Kalau begitu, ada lebih kurang sebanyak tujuh kali saya bersama anak-anak ekskursi bersama. Dan sebanyak itu pulalah informasi informal saya dapatkan tentang anak-anak itu, yang saya rasakan berbeda sekali antara pribadinya ketika ia di sekolah sehari-hari dengan dia ketika mereka berada di luar sekolah, dalam acara ekskursi tersebut.

Menyesal tidak Mengenal Semua

Dan dalam setiap kegiatan perpisahan semacam itu, saya selalu menyesal dalam diri sendiri. Ini tidak lain karena tidak semua siswa saya benar-benar saya kenali dengan selengkap-lengkapnya. Setidaknya sebelum mereka berangkat dan saya menemaninya. Yang saya benar-benar kenali adalah muka mereka masing-masing. 

Padahal saya memiliki cukup waktu untuk dapat benar-benar mengenal mereka satu [ersatu. Karena mereka yang duduk di bangku SD, ada waktu selama enam tahun untuk dapat mengenalnya. Demikian juga yang duduk di bangku SMP. Ada waktu tiga tahun penuh.

Itulah yang menjadi renungan saya atas kemampuan yang saya miliki. Bayangkan saja, jika seorang guru kelas harus bersama siswanya yang berjumlah 25 pada setiap tahunnya, atau kepala SD yang memiliki siswa sejumlah 450, bukankah peluang jauh lebih menguntangkan saya? Karena saya harus mengenal anak-anak itu sejak mereka duduk di bangku Kelompok Bermain hingga lulus dari bangku SMP. Yang kalau saya jumlahkan ada lebih kurang 700? Bukankah itu angka yang menantang saya untuk lebih beruhasa keras dalam mengenal mereka semua, yang dikemudian hari dapat menjadi kenang-kenangan indah buat saya?

Semoga tantangan itu menjadi bagian tekad saya ke depan dalam mengenal anak-anak peserta didik kami di sekolah lebih keras lagi. Yang dengan demikian akan menjadi bagian penting dalam berinteraksi dengan mereka di hari-hari keberadaan kami di sekolah. Semoga!

Jakarta, 18 Mei 2014.

14 May 2014

Jalan Tol di Atas Laut

Ini adalah penampakan jalan tol diatas laut yang ada di Bali. Jalan tol pertama dibangun di Indonesia di atas air laut. Sebuah prestasi infrastruktur kebanggaan bagi siapa saja yang menjadi warga Indonesia, termasuk diantaranya adalah saya sendiri. Gembira ketika memiliki kesempatan melewatinya. 

Meski telah digunakan  oleh masyarakat di Bali sejak beberapa bulan lalu, namun akhir pekan itu adalah untuk kali pertama saya bersama rombongan melintasi jalan tol itu. Sebuah kesempatan yang menjadi kebahagiaan dalam hati.


Inilah foto-foto yang sempat saya ambil dari dalam kendaraan yang tetap melaju; 
Gambar 1; Kendaraan kami masuk tol di atas laut.
Bagi saya yang sesekali dalam hidup berkunjung ke suatu tempat, masuk tol di atas laut di Bali ini, adalah sensasi pengalaman yang bercampur bahagia.
Tarif tol di atas laut itu.
Silang susun yang pasti menjadi menarik jika diambil gambarnya dari atas.

Jakarta, 14 Mei 2014.

Nonton Tari di Uluwatu

Untuk kali pertama, saya berkesempatan berkunjung di Uluwatu, Bali, pada sebuah akhir pekan lalu. Ini menjadi momen menggembirakan, bahwa berkunjung ke suatu lokasi wisata tetapi tidak saja menikmati kekayaan alamnya saja. Namun juga mengunjungi lokasi terbenamnya matahari tenggelam untuk sekaligus duduk di trimbun bersama ratusan pengunjung lainnya untuk menikmati tarian budaya dari Bali, yaitu Tari Kecak.

Ratusan, karena hampir semua tempat duduk yang dibuat berundak keatas mengelilingi dua pertiga panggung yang berada di bawah, penuh sesak oleh pengunjung, yang tidak saja datang dari dalam negeri, tetapi juga terlihat banyak sekali tampang yang datang dari luar negeri. Dan semua dengan kesamaan antusiasme. Serta tentunya, kamera yang tidak berhenti membidik apa saja kegiatan yang ada di panggung. Lokasi yang saya pilih adalahtrimbun paling atas atau belakang di bagian Utara.

Dan tepat, ketika matahari tenggelam, yang posisinya berada di bagian kanan saya duduk, maka seluruh kamera mengarah kepada matahari terbenam tersebut. Ini tidak lain karena posisi pertunjukan berada di tepi laut lepas. 

Beginilah kira-kira prosesi pertunujukan tari tersebut;

Pengunjung berdatangan ketika waktu pertunjukkan Kecak masih akan berlangsung lebih kurang satu jam.

Pertunjukkan tari sedang berlangsung. Cahaya matahari masih terang. Jam telah menunjukkan pukul 18.23 waktu setempat.
Tari Kecak dalam pertunjukan di Uluwatu itu, menjadi bagian dari pengiring bagi sebuah drama Dewi Shinta yang diculik oleh Rahwana.
Hanoman, yag berada dalam lingkaran api, adalah pahlawan pembebas  Shinta dari Rahwana.
Ini adalah scane terakhir dari sekual cerita tersebut.
Jakarta, 14 Mei 2014.

09 May 2014

UN 2014 #7; Jalan-Jalan Naik Bus Trans Usai UN

Setelah usai mengerjakan UN untuk Mata Pelajaran Matematika pada hari kedua ujian nasional SMP pada Selasa, 6 Mei 2014 lalu, dan khusus di sekolah kami, maka seusai pelaksanaan UN terseut akan ada kegiatan untuk bimbingan dari guru sebagai persiapan untuk UN hari berikutnya, terdapat satu anak didik kami yang melakukan rekreasi dengan berkeliling Jakarta dengan naik bus way. Inilah yang menjadi catatan saya kali ini. Catatan ini saya dapatkan dari cerita pengawas UN di sekolah kami yang ketika di tengah jalan bertemu dan bahkan satu kendaraan dengan anak didik kami tersebut.

Ini memang cara unik anak didik kami yang sungguh berbeda dari yang lainnya. Jika ada siswa kami yang meminta izin untuk bermain piano sebagai upaya agar kepalanya enteng, maka khusus anak didik saya itu melakukannya dengan berkeliling Jakarta dengan menumpang bus tranjakarta. Meski begitu, saya melihatnya sebagai hal yang berbada dan unik.

Hafal Rute dan Peta Kota

Kekaguman saya kepada anak istimewa kami itu, yang pertama adalah keyakinan dan kepercayaan dari kedua orangtuanya kepada ananda untuk 'blusukan' dengan kendaraan umum secara mandiri. Tanpa pendamping, pengawalan, atau bahkan dengan uang yang secukupnya. Rasa percaya dari kedua orangtua ini menjadi modal yang paling berharga untuk seorang remaja di usia 15!

Anehnya, meski anak itu telah berkeliling-keliling kota dengan menumpang kendaraan umum, namun ia akan kembali lagi ke sekolah untuk janjian dengan supir yang akan menjemputnya nanti di sekolah sesuai dengan perjanjian antar mereka. terdengar aneh, tetapi memang seperti itu yang terjadi.

Dan karena hobinya untuk menggunakan kendaraan umum dalam menyusuri jalanan kota Jakarta, di tambah kegetolannya dalam googling tentang berbadai informasi Jakarta, transportasi umum, dan juga map, maka di usianya itu, ia telah mampu mengetahui, menghafalkan, dan memahami berbagai jalanan yang ada di Jakarta dan trayek untuk kendaraan umum. Jangan heran jika ia akan memberikan penjelasan kepada kita ketika kita menginginkan informasi tentang jalur kendaraan umum yang kita inginkan.

"Mengapa Bapak tidak mencoba APTP 13? Itu trayek APTB baru yang melalui jalur ke rumah Bapak." Jelasnya suatu hari beberapa bulan lalu kepada saya. Sebuah informasi yang benar-benar membuat saya kagum. Karena keberadaan APTB jalur baru itu sungguh-sungguh beum saya ketahui. Dan ketika pulang kantar pada sore harinya, saya benar-benar menggunakan transportasi tersebut. Luar biasa.

"Mengapa Bapak tidak mencoba jalur Sunter, terus lanjut sampai Kemayoran, kemudian Bapak baru masuk TOL melalui pintu GT Ancol? Mungkin dari situ Bapak bisa memotong kemacetan di jalan TOL dari Sunter sampai Ancol yang menjadi langanan macet?" demikian ia berpendapat ketika saya bercerita tentang macetnya jalan Tol ke Bandara Soeta suatu hari.

Begitulah anak didik saya yang sering saya dan teman-teman menyebutnya sebagai Guru Bsar Transportasi. Hebat luar biasa.

Jakarta, 7-9 Mei 2014.

07 May 2014

UN 2014 #6; Siswa: "Supaya Kepala Saya Enteng Pak."

Siang itu, sekita pukul 10, tepatnya setelah 30 menit ujian nasional untuk Mapel Bahasa Inggris usia, ada seorang siswa saya yang masuk ruangan dan menyampaikan keinginannya untuk bermain piano. Yang kebetulan untuk siang itu, posisi piano yang kami simpan di ruang bersama lantai III terkunci.

"Apa yang ingin kamu lakukan dengan piano Bram? Ingin bermain?" tanya saya kepada anak bongsor itu, yang kalau saja saya bertemu di pusat perbelanjaan pasti pangling dan tidak akan pernah memiliki prasangka bahwa anak itu masih usia 15 tahun.

"Iya Pak. Saya ingin main piano Pak. Saya belum bisa pulang karena jam 12.30 nanti saya harus ikut dalam bimbingan di kelas. Supaya kepala saya enteng Pak. Saya pusing mikirin soal ujian terus." Jelasnya dengan penuh kesungguhan. Saya dengan senang hati memberikan kunci piano yang memang hanya ada satu-satunya dan hanya saya yang menyimpan. 

Bukan karena anak-anak atau siapa saja dilarang memainkan piano sekolah yang berada di ruang bersama itu sehingga kami harus menguncinya, ini karena supaya piano kami itu tidak menjadi korban dari perilaku vandal. Jadi itu saya lakukan supaya semua aman dan tetap terjaga, sehingga seluruh komponen yang ingin menggunakannya selalu bisa. Tidak hanya guru musik saja. Dan semua siswa saya, begitu juga guru, termasuk guru musik yang kami punya, mengetahui bagaimana prosedur yang harus ditempuh jika mereka akan menggunakan piano untuk mengajar, tetapi untuk sekedar bermain sebagaimana yang anak didik saya tersebut lakukan.

"Bagaimana Pak permainan piano Bram sebelum ikut bimbingan belajar tadi?" tanya saya kepada seorang guru yang kami tahu selalu berada di sebelah anak-anak. Dan kebetulan Pk Guru saya itu adalah bagian penting dalam kegiatan UN SMP kami ini.

"Bagus Pak. Ya... kuaitas remaja Pak. Tadi yang main bergantian. Bram dan kedua temannya. Mereka bermain piano dan bernyanyi bersama sebelum bimbel berlangsung." jelas guru saya itu. 

Saya bertanya kepada guru itu karena memang saya tadi tidak sempat melihat atau mendengar permainan piano Bram dan teman-temannya. Bahkan sampai ketika Bram mengembalikan kunci piano itu, saya tentunya tidak pada tempatnya jika harus bertanya bagaimana permainannya. 

Saya hanya mengajukan pertanyaan kepadanya; "Bagaimana keadaanmu sekarang? Apakah sekarang kamu rasa lebih fresh dari sebelumnya?"

"Betul Pak. Saya merasa enteng kepala saya Pak. Saya sekarang lebih siap untuk belajar lagi pak. Terima kasih ya Pak." begitu jelas anak didik saya yang pada hari itu mengenakan pakaian seragam Pramuka. Membanggakan. 

Jakarta, 7 Mei 2014.

UN 2014 #5; UN SMP Hari ke-3

Hari ini, Rabu, 7 Mei 2014, adalah pelaksanaan Ujian Nasional untuk tingkat SMP dan sederajat,  Mata Pelajaran  yang diujikan adalah Bahasa Inggris. Ketika pelaksanaan ujian berakhir pada pukul 09.30, saya tidak bertemu dengan anak-anak didik saya. Meski saya melihat mereka keluar dari lingkungan sekolah melalui kamera CCTV di ruangan. Sehingga tidak ada cerita dari mereka yang saya dapatkan. Karena seperti hari-hari sebelumnya, saya dan juga guru yang lainnya, akan bertanya tentang bagaimana keadaan soal yang telah mereka kerjakan. Saya dan teman yang lain juga akan bertanya prakira mereka terhadap tingkat kebenaran jawaban yang anak-anak kerjakan di LJUN. Dan dari situlah saya banyak mendapatkan feedback berkenaan dengan soal-soal yang anak-anak telah kerjakan.

"Bapak, saya baru sadar Pak, kalau soal yang tidak bersampul (Mata Pelajaran Bahasa Indonesia), dari nomor 1-12 dan nomor 39-50 kemarin itu sama semua." Begitu kata seorang siswa saya siang kemarin setelah pelajaran Matematika dia selesaikan. Saya tidak mengejar apa yang dimaksdukan dengan soal yang sama diantara mereka semua. Apakah itu maksudnya ia ingin menyampaikan bahwa mereka rugi karena tidak bertanya dengan teman sebelahnya saat mengerjakan ujian? Semoga tidak.

(Perlu disampaikan bahwa untuk Mata Pelajaran Bahasa Indonesia yang diujkan pada Senin, 5 Mei 2014 lalu pengawas dan panitia ujian sekolah dibuat bingung karena adanya soal. Yaitu soal yang DISAMPUL dan soal YANG TIDAK BERSAMPUL). Dan hingga akhir ujian untuk Mapel Bahasa Indonesia itu, kami tidak mengetahui mengapa harus ada soal BERSAMPUL dan soal YANG TIDAK BERSAMPUL.)

"Saya tidak yakin kalau jawaban saya benar semua Pak. Tetapi saya perkirakan nilai Matematika saya paling tidak 7 Pak." begitu pernyataan salah seorang anak didik saya kemarin sore saat saya tanya pendapatnya tentang soal Matematika yang baru saja mereka selesaikan. Senang juga mereka bisa percaya diri mengatakan mampu setelah selesai mengerjakan Mata Pelaran yang selama ini begitu sulit dalam pikirannya.

Terlebih, anak yang memberikan opininya itu adalah anak yang secara akademis berada pada tataran rata-rata kelas. Tetapi saya mencoba untuk mengerem dan memeberikan pendapat atau sekedar komentar balik atas pernyataannya optimismenya itu. Saya hanya mengucapkan kata; Amin.

Namun setidaknya ada yang membuat kami semua, panitia dan pengawas ujian di ruang pantia ujian, gembira. Ini ketika tidak mendapati aturan tambahan sebagaimana yang kami dapatkan ketika Mapel Bahasa Indonesia. 

Mengapa kami begitu khawatir sehingga kami menduga kan ada aturan tambahan pada hari ini, Rabu, 7 Mei 2014, karena Mapel yang akan diujikan adalah Bahasa Inggris. Bukankah pada saat UN untuk jenjang pedidikan SMA dan sederajat fenomena orang terhebat di Indonesia muncul dalam soal UN mereka di Mapel Bahasa? 

Dan pada UN SMP hari ke-3 yang mengujikan Mapel Bahasa Inggris, fenomena soal BERSAMPUL dan soal YANG TIDAK BERSAMPUL tidak ada lagi. Mudah-mudahan ini karena pihak BNSP selaku penyelenggara UN mengetahui bahwa kami muak!

Jakarta, 7 Mei 2014.

06 May 2014

UN 2014 #4; Masuknya Jam Tujuh ya Pak?

Ujian Nasional untuk jenjang SMP yang berlangsung sejak kemarin, Senin, 5 Mei, hari ini memasuki hari kedua. Mata Pelajaran yang diujikan adalah Matematika. Sejak pagi saya datang ke sekolah, dan bertemu dengan panitia ujian serta pengawas di ruang pengawas, tidak ada kehebohan sebagaimana dengan apa yang terjadi kemarin sebelum UN Mapel Bahasa Indonesia berlangsung. Tidak ada pebicaraan berkenaan dengan apa yang menjadi bahan kebingungan kami semua sebagai pengawas atau panitia UN dengan adanya aturan anulir soal nomor 1-12 dan nomor 39-50 dengan lembaran soal baru yang TIDAK BERSAMPUL. Ini karena semua berjalan normal seperti tahun-tahun sebelumnya. Semua lancar tidak ada kendala.

Jauh sebelum pukul 07.00, di ruang bersama yang ada di dekat ruang ujian, anak-anak berkumpul untuk sekadar bercengkerama, mengulang materi pelajaran dengan bertanya jawab diantara anak-anak itu, atau mengambil air mineral, dengan ditemani oleh tiga orang teman kami yang kebetulan sebagai penjaga anak-anak pada saat UN kali ini. Pendek kata, sebelum bel pertama berbunyi sebagai tanda peserta UN masuk ruangan UN, semua berjalan relatif enak dan lancar.

Datang Terlambat

Namun ketika bel pertama berbunyi itulah justru kami mulai ada rasa was-was, karena terdapat tiga orang siswa kami  yang hingga seluruh peserta UN masuk, belum datang juga. Guru kami sibuk mencoba mencri tahu mengapa ada 3 orang siswanya belum sampai sekolah ketika peserta yang lain sudah memulai menuliskan identitas di LJUNnya masing-masing.

"Bagaimana dengan kompetenasi ketiga anak itu Pak?" tanya saya kepada Pak Guru yang masih sibuk mengecek keberadaan ketiga anak tersebut. Sudah berada dimana posisi mereka masing-masing.

"Dua anak masuk dalam rata-rata Pak. Yang satunya memang di atas rata-rata di kelas."

"Dimana posisi mereka sekarang. Dimana lokasi rumahnya Pak?"

"Masih OTW Pak. Rumahnya di Rawamangun juga Pak." Jawab teman saya itu dengan tidak memalingkan muka ke hadapan saya yang menjadi lawan bicaranya. Ia begitu serius membaca layar selulernya. Mungkin menunggu status pesan yang dikirimnya melalui whats app. 

Waktu terus berjalan, anak-anak di dalam kelas terus begitu serius dalam mengisi data-data dirinya di LJUN dengan pinsil tulis 2 B. Dan ketiga anak kami belum juga sampai. Saya sendiri hanya berkata kepada teman saya itu, agar menghubungi orangtuanya langsung. 

"Katakan bahwa sekarang hingga Kamis nanti adalah Ujian Nasional. Dan ananda diminta sampai sekolah sebelum pukul 7." Kata saya. Yang hanya dijawab oleh teman saya itu tidak begitu semangat.

"Iya Pak. Saya hubungi ibundanya di rumah. Bundanya malah bertanya; Masuknya Jam Tujuh ya Pak?"

Saya hanya tersenyum kecut atas laporan guru tersebut. Dalam hati berpkir kalau orangtua siswa saya benar-benar telah berhasil untuk tidak melhat hasil UN sebagai satu-satunya hasil belajar siswa. Oleh karenanya hingga anaknya terlambat masuk sekolah untuk mata pelajaran yang harus sudah dimulai pukul 07.30!

Jakarta, 6 Mei 2014.

05 May 2014

UN 2014 #3; Misterinya tidak Terungkap Jelas

Seperti pada catatan saya sebelumnya, yang mencatat adanya dugaan yang menjadi misteri pada UN SMP untuk Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Misteri ini lahir karena sekolah dan pengawas diamanahi untuk menyampaikan kepada siswa agar tidak mengerjakan soal yang ada di dalam sampul, secara berurutan setelah pengawas membagikan. Namun masih ada soal yang lain lagi, yang berada tidak di dalam sampul.

"Bagaimana agar siswa tidak konsentrasi dan menjadi lupa sehingga mengerjakan mengerjakan soal  tidak sesuai dengan yang seharusnya?" kata seorang pengawas di ruang pengawas ketika kepala sekolah sedang melakukan breafing. Pendapat ini benar sekali. Bukankah ketika nantu sudah di lembar jawaban ujian nasional, LJUN, korektor tidak akan melihat soal yang dikerjakan siswa? Bagaimana jika ada seorang siswa yang terjebak mengerjakan soal secara berurut dari soal yang berasal dari dalam SAMPUL atau dari yang TIDAK BERSAMPUL? Pusing bukan?

"Kalau begitu, bagaimana jika ketika pertama kali masuk kita langsung fokus kepada dua soal yang ada di dalam atau di luar sampul itu terlebih dahulu yang dibahas? Sehingga siswa langsung mencoret saja soal-soal yang tidak seharusnya dikerjakan. Sehingga mereka tidak ada yang keliru mengerjakan soal mana?" pendapat pengawas yang satu lagi. Singkat cerita, kami menyepakati pendapat pengawas terakhir itu. 

Misteri yang Tidak Terungkap

Lalu, apa sebenarnya harus ada soal bersampul dan soal yang tidak bersampul? Karena sangka buruk pertama yang lahir di semua yang hadir dalam pertemuan kepala sekolah penyelenggara UN adalah akan munculnya soal bernuansa politik sebagaimana yang terjadi di soal Bahasa di UN SMA? Namun ketika ujian Bahasa Indonesia SMP hari berakhir, kami tidak menemukan soal  titipan yang berbau politik?

"Mungkin ini salah satu cara agar mengacaukan kunci jawaban yang seharusnya dapat dengan udah didistribusikan?" pendapat seorang pengawas sebelum meninggalkan ruangan pengawas.

"Mungkin juga sebagai ralat atas soal yang ada, yang berada di dalam sampul, karena alasan tertentu, seperti kekeliraun?" pendapat pengawas yang lain lagi.

Pendek kata, misteri yang pagi hari ini, ketika UN akan berlangsung, sudah tidak terbukti. Dan ketika UN untuk Mata Pelajaran Bahasa Indonesia pun telah berakhir, sangka buruk yang sempat berkembang dalam pikiran kita juga ternyata tidak terbukti, maka misteri yang tadi berkembang, tetap akan menjadi misteri yang tidak terungkap.

Jakarta, 5 Mei 2014.

UN 2014 #2; Menebak Misteri

Ahad, 4 Mei 2014, pukul 18.30, saya mendapatkan kiriman foto dari kepala sekolah setelah mengikuti breafing di sanggar berkenaan dengan revisi aturan Ujian Nasional SMP yang akan berlangsung pada Senin, 5 Mei 2014 esok harinya. Ujian Nasional masih akan berlangsung pada H-1. Saya coba buka, tetapi tidak atau kurang bermakna, sehingga saya menutup kembali foto yang teah saya buka. Meski di zoom, foto itu tetap kurang terbaca. Saya pun segera bersiap dengan kegiatan rumah yang lain di ujung akhir pekan tersebut.

Senin, 5 Mei 2014, menjelang pelaksanaan UN pada pukul 07.30, saya bertemu kepala sekolah di halaan depan sekolah ketika jam masih menunjukkan pukul 05.20. Kembali berita tentang apa yang telah disampaikan sebelumnya berkenaan dengan revisi aturan pengerjaan soal disampaikan. Tetap saja saya tidak terlalu memahami apa yang disampaikan tersebut. Hingga kami sampai di ruangannya, dan juga disampaikan lembaran aturan revisi yang dimaksudkan.

"Kami kemarin dipusingkan dengan ketentuan revisi berkenaan dengan soal yang DISAMPUL dan soal yang TIDAK BERSAMPUL. Ini adalah aturan tambahan yang benar-benar baru kali ini kami semua alami dalam pelaksanaan UN SMP. Oleh karenanya kami benar-benar bingung dan dihantui misteri." begitu kepala sekolah bercerita kepada saya. Pelan-pelan  saya mencoba memahami apa yang maksud dengan DISAMPUL dan TIDAK BERSAMPUL. Dan tentunya dengan ada misteri di balik aturan baru dan tambahan tersebut yang sepertinya ujug-ujug datangnya.

Dan karena UN hari ini untuk Mata Pelajaran Bahasa Indonesia itu sedang berlangsung, dan posisi saya berada di luar ruangan ujian, maka misteri itu belum saya dan teman-teman dapati.

Namun sekedar membagikan kebingungan, berikut saya sampaikan aturan tersebut: 
Aturan tambahan yang membuat sedikit bingung buat kami.

Jadi, siswa mengerjakan soal UN No. 1-50 dengan melihat aturan ini.


Jakarta, 5 Mei 2014.

04 May 2014

Pilpres 2014 #3; Saya Curiga, dan Berpikir untuk...

Dalam menghadapi pemilihan presiden tahun 2014, dimana per hari ini, Ahad, 4 Mei 2014, belum ada satu nama pasangan calon yang benar-benar tetap, maka saya pun sebagai satu dari pemilih di Pilpres yang akan berlangsung pada Rabu, 9 Juli 2014 nanti, mulai juga mendengar dan mmbaca bagaimana hiruk pikuk para elit pelaku politik negeri ini. Dan karena giatnya mereka modar mandir dengan kerumunan wartawan yang seperti kekurangan berita itulah, saya memperoleh kabar dan berita mereka, yang memungkinkan saya jadikan sebagai modal untuk menentukan pilihan nantinya.

Ada yang berpihak kepada wong cilik. Dan ini menyenangkan saya yang memang lahir dan besar di kalangan orang kecil, yang sempat mengalami makan bulgur atau growol sebagai pengganti makanan pokok 'nasi putih'. Walau anehnya, para pejuang wong cilik itu memiliki rumah di bilangan Menteng lebih dari satu dalam tempo tidak lebih dari sepuluh tahun? Tapi justru bukankah karena mereka menjadi mampu itulah yang menjadi modal untuk memperjuangkan wong cilik?

Atau mereka yang masih saja ribut karena menang-menangan dalam mendukung seseorang yang masih menjadi calon wacana? Tetapi bukankah dengan cara seperti ini pula saya menjadi paham dan sebagai masukan baik buat menentukan pilihan yang terbaik?

Atau bahkan berbagai kampanye hitam yang dilakukan melalui media sosial yang dilakukan seseorang karena ia merasa berada di pihak seberang? Atau juga teman-teman yang begitu getol dalam membuat up date status di media sosial sebagai pembelaan dan sekaligus membujuk?

Pendek kata, buat saya yang menjadi orang merdeka, semua informasi yang berseliweran itu menjadi bagian penting dalam membuat landasan atau pijakan dalam menentukan pilihan di 9 Juli nanti? Jadi saya justru, sekali lagi, menikmati keriuhan berita itu. Seru sekali buat saya melihat para calon itu berbicara dan tersenyum di hadapan kamera yang menguntitnya.

Namun, sebagai pemilih, saya tentu patut mencurigai kalau ada calon yang belum-belum sudah mendapat kunjungan dari usahawan, duta besar, atau tokoh dunia. Curiga saya didasari oleh logika bahwa, tidak ada yang gratisan di dunia para pejuang rakyat dan atau wong cilik itu. Oleh karenanya, saya bersyukur juga jika itu dialami oleh para calon. Sekali lagi, ini karena sebagai informasi yang pada ujungnya nanti dapat menjadi acuan saya untuk menentukan pilihan.

Jakarta, 4 Mei 2014.