Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

30 May 2018

Membaca Buku Kumpulan Cerpen Siswa

Berlokasi di MPR sekolah lantai 3, pada Senin, 28 Mei 2018, SD Islam Tugasku meluncurkan buku kumpulan cerita pendek siswa yang merupakan buku ke-10 dan ke-11 mereka. Buku kumpulan cerpen kesepuluh berjudul Lisan Sebuah Batu yang berisi 15 cerita pendek siswa. Sedang buku kesebelas berjudul Tikus Kecil dan Penebang Pohon yang berisi 27 cerita pendek.Kegiatan menulis ini merupakan program one day to write yang diinisiasi oleh Kak Lala Elmira.


Membaca dua buku cerita pendek anak-anak dan cerita pendek anak dan bunda yang merupakan hasil dari kegiatan one day to write itu, memberikan kepada saya banyak kesan. Semua kesan menyenangkan dan membanggakan. Karena dengan cerita pendek yang dibuat memberikan wahana belajar baru bagi saya. Cerita pendek mereka memberikan kepada saya untuk bisa melihat dunia imajinasi yang telah diuraikan dalam plot ceritanya masing-masing.

Lisan Sebuah Batu, cerita pendek yang menjadi judul buku kumpulan cerpen tersebut, merupakan kisah tentang seorang anak yang selalu abai dengan nasehat baik hingga harus menemui kejadian yang tidak menguntungkan. Hingga pada suatu peristiwa ia menyadari bahwa apa yang ia abaikan selama ini adalah karena sikap kepala batu untuk menerima nasehat. 

Sedang buku Tikus Kecil dan Penebang Pohon, cerpen yang menjadi judul buku kumpulan cerita pendek kolaborasi anak dan bunda, bertutur tentang perilaku penduduk dalam memanfaatkan lingkungan dengan tidak terkontrol yang mengakibatkan kepada kerusakan lingkungan. Penebang pohon harus mengalami sebuah peristiwa dimana penolongnya justru tikus yang pada masa lalunya harus terusir dari rumahnya yang ada di pohon yang ia tebang.

Jika buku Lisan Sebuah Batu merupakan hasil karya siswa yang menjadi peserta ekskul menulis, maka buku Tikus Kecil dan Penebang Pohon merupakan buku kumpulan cerita pendek kolaborasi Ibu dan anak. Dimana anak akan bersama-sama dengan bundanya membuat satu cerita. Ini menjadi sesuatu yang unik dalam sebuah kegiatan di sekolah.


Saya mensyukuri bahwa ada event seperti ini yang diinisiasi oleh ekskul menulis. Sebuah ide cermerlang. Memberikan kesempatan dan peluang untuk bunda dapat bersama dengan buah hatinya bercengkerama tentang hal yang monumental secara bersama dan kolaboratif. Sebagai sarana untuk saling berbagi, saling menerima, saling memahami, berdialog, dan bersama mengambil keputusan. 

Dari 27 cerita yang ada di dalam buku Tikus Kecil dan Tukang Kayu, memberikan kepada saya tren imajinasi yang ada. Diantaranya adalah tentang ke-ajaiban. Seperti keajaiban pada sepasang sepatu. Keajaiban serangkaian kereta api. Keajaiban pintu. Dimana dalam keajaiban yang disampaikan akan menghantarkan kepada dunia lain. Dunia petualangan yang penuh kepahlawanan dan kegembiraan. Menghibur.

Jakarta, 30 Mei 2018

28 May 2018

Ada yang Mau Ngadem

Beberapa kali saya kedatangan tamu kecil saya. Mereka ada yang masih duduk di bangku sekolah dasar atau juga yang sudah di bangku SMP. Tamu saya datang bukan untuk kepentingan dinas tentunya. Karena mereka masuk ke ruangan saya tanpa agenda yang harus menjadi bahasan diskusi. Juga tidak pernah formal. Saya juga menerima mereka dengan biasa saja. Meski demikian selalu saya tanya apa kepentingannya. 

Kadang sering juga mereka datang dengan terlebih dulu ngintip ke dalam ruangan. Ini karena tinggi badan mereka yang belum sampai untuk melihat ke dalam ruangan melalui kaca tengah yang memang sengaja untuk melihat. Kadang juga mereka membuka pintu ruangan dan mendapati saya sedang rapat.

"Siapa Pak Agus?" Kata teman rapat saya ketika ada diantara tamu informal saya itu tiba-tiba membuka pintu ruangan.

"Fulan. Apakah ada perlu dengan Pak Agus?" Begitu saya biasa menegur tamu itu ketika pintu ruangan terbuka. Dan tamu itu kembali dia tutup setelah mengetahui bahwa saya sedang ada pertemuan.

"Maaf Pak Agus. Saya pikir Bapak sedang tidak rapat." Begitu keramahan peserta didik saya pada waktu-waktu kerja saya di ruangan. 

"Mengapa anak-anak itu datang ke sini Pak Agus?" Tanya rekan rapat saya keheranan. Saya memahami karena selama ini teman saya bekerja di ranah perkantoran yang mengurusi dokumen. Berbeda dengan saya yang sepanjang hari bertemankan para siswa yang ada di lembaga pendidikan ini.

"Tidak apa-apa. Biasanya mereka ingin menyampaikan sesuatu kepada saya. Sesuatu yang mereka anggap penting. Tetapi lebih seringnya yang mereka inginkan ketika sampai ke ruangan saya adalah ngadem setelah mereka berkeringat main bola di lapangan..." kata saya.

Jakarta, 27 Mei 2018

25 May 2018

Siswa Talaqi

Sepanjang tahun pelajaran 2017/2018 ini saya mendapat lima siswa talaqi, dan mereka semua adalah siswa kelas IX. Yang berarti mereka akan meninggalkan jenjang pendidikan menengah pertamanya. Artinya bagi saya dengan kelimanya adalah usainya waktu bertemu bersama mereka di saat selesai shalat Dhuha, berbaris kebelakang dan maju bergantian untuk membacakan kepada saya satu, dua, bahkan empat halaman Al Qur'an.

Itu juga dapat saya artikan bahwa kedepan saya sudah sedikit sekali kemungkinan  mendengar mereka tilawah dengan mushafnya, memberikan masukan jika dibutuhkan, dan memberikan dorongan. Juga sudah tidak akan lagi bersama mereka seperti ketika sesekali saya meminta mereka untuk membuka kembali Al Qur'an-nya dan memperdengarkan terjemahan ayat-ayat. Tahun depan, di tahun pelajaran 2018/2019, saya akan mendapat siswa baru yang pasti berbeda keunikannya dibanding tahun ini. Inilah yang menjadi waktu sekarang ini, sebagai waktu akhir tahun pelajaran, menjadi waktu pembatas buat saya untuk mengakhiri yang lalu dan bersiap menyambut sesuatu yang baru di pertengahan Juli nanti sebagai awal tahun pelajaran baru.

Ini menjadi penting untuk saya buat catatan agar saya dapat mengingat selalu dengan pengalaman bersama lima peserta didik saya dalam talaqi Al Qur'an. Bahwa kelimanya dari mereka memiliki keunikan yang luar biasa berkesan dalam diri saya. Kelimanya juga d\menjadi cermin untuk saya sendiri dalam hal kebisaan dan kebiasaan saya dalam membaca Al Qur'an.

Ada yang sejak awal tahun pelajaran ketika tilawah Al Qur'an dapat saya ibaratkan sebagai kemampuan berlari begitu kencangnya, faham sekali kapan istrirahat, pelan sementara, dan kemudian melakukan sprint. Yang dari Senin hingga Kamis ia telah menyajikan bacaannya di hadapan saya tidak kurang dari 20 halaman atau 10 lembar, atau satu juz. Sehingga dalam kurun waktu tahun pelajaran kemarin ia berhasil khatam satu kali dan yang berikutnya sudah masuk di juz ke-10. 

Ada juga yang tidak berlari tetapi berjalan begitu cepat degan alunan merdu suaranya yang benar-benar keren, dan saya selalu memberinya kesempatan untuk menyelesaikan dua halaman sekali pertemuan. Juga ada tiga siswa saya lainnya yang meski baru berjalan tetapi langkahnya langkah tegap teratur. Yang ketika awal pertemuan di awal tahun pelajaran kadang masih tersendat. Dan kepada mereka menyajikan bacaan satu halaman setiap harinya. Mereka semua, kelimanya, memberikan warna tersendiri kepada saya. Sungguh!

Jakarta, 25 Mei 2018

23 May 2018

Menghafal Siswa

Pagi itu, setelah saya merasa cukup keberadaan beberapa guru yang menyambut siswa di halaman sekolah, saya meminta izin kepada teman yang ada di lapangan sekolah untuk berpindah lokasi ke arah pintu masuk Taman Kanak-kanak. Tujuannya tetap sama, yaitu melihat keadaan dan situasi di jalur masuk yang khusus untuk anak-anak yang ada di TK kami. Selain juga beberapa siswa dan staf guru.

Pagi hari menyambut kedatangan siswa bagi saya adalah membuka halaman demi halaman buku. Yang setiap halamannya itu bertahap satu demi satu saya mencoba menghafalkannya. Agar setiap halaman yang ada di buku dalam benak saya itu lebih bermakna bagi perjalanan saya.

Ada beberapa nama berhasil saya rekam dengan baik dan saya lekatkan pada halaman yang tersedia. Bahkan hingga lima, empat, tiga, dua, atau tunggal yang ada di dalam keluarga saya belajar mengingatnya. Ada mereka yang sudah di kelas IX dengan adik di kelas lima. Ada yang di kelas IX dengan adik di kelas VI dan juga kelas Kelompok B. Atau ada kakak yang kembar di kelas VI dan adiknya yang juga kembar. Alhamdulillah.

Dan terus terang, jika ada UKK-nya, atau Ulangannya, maka kemampuan saya untuk dalam mengahafal nama-nama saya yang ada di Kelompok Bermain hingga kelas IX SMP, masih terhitung sedikit. Dan iji menjadi ukuran saya bahwa saya harus lebih bekerja keras keliling ke kelas dan lorong sekolah, termasuk di kantin, agar waktu perjumpaan saya dengan peserta didik saya lebih panjang. Sehingga jumlah siswa yang namanya mampu saya ingat lebih baik.

Jakarta, 22 Mei 2018

22 May 2018

Ijazah di Atas Kulkas

Pada saat 'perjalanan' saya sampai di pendopo sekolah yang difungsikan sebagai shelter bagi penjemput di sekolahan masuk ke suasana sepi karena libur sekolah menjelang Ramadhan di hari Jumat, 18 Mei 2018 lalu, sekedar menyempatkan diri untuk mengecek barang apa saja yang masih ada dan mungkin perlu dibereskan sebelum sekolah benar-benar libur akhir tahun pelajaran ini, saya menemukan hal yang sangat mengagetkan. Karena ada map sekolah yang terletak di atas kulkas, yang  setelah saya cek isinya ijazah sekolah asli dan foto kopi-nya! Bagi saya, ini adalah penemuan terbesar! Karenanya wajar bila saya kaget.

"Pak, Ini sudah berapa lama kira-kira barang ini tertinggal atau diletakkan disini?" Kata saya kepada salah seorang anggota security sekolah yang berada di lokasi tersebut. Tentu ia tidak dapat memberikan jawaban atau informasi. Sementara kepada penjaga pendopo, yaitu orang yang sehari-hari berada di situ, memasuki Ramadhan ini mereka telah pulang ke kampung halamannya. Meski demikian, saya tetap bersyukur bahwa ijazah yang ada di dalam map tersebut semua masih utuh dan tetap terjaga dengan baik.

Atas penemuan tersebut maka saya menemui beberapa orang yang berkepentingan baik di SD atau di SMP. Karena si pemilik ijazah tersebut kini sudah duduk di bangku kelas XI SMA! Kepada guru SMP yang informasikan temuan tersebut dan menyampaikan bahwa si empunya ijazah pada saat itu kebingungan dan mencarinya di SMP tetapi tidak ditemukan. Juga ketika di SD, maka orang di SD juga pernah didatangi pemilik ijazah tersebut dan memang tidak menyimpannya setelah bukti kelulusan tersebut di serah terimakan. 

Atas penemuan tersebut, saya sampaikan kepada sekretaris sekolah untuk segera mencari nomor kontak orangtua pemilik ijazah tersebut dan sesegera mungkin menghubunginya guna diambil. Sampaikan kronologi penemuannya jika yang bersangkutan membutuhkan informasinya.

Jakarta, 22 Mei 2018.

Biji Bunga

Peserta didik saya ini luar biasa perhatiannya dengan lingkungan sekitarnya. Baik dengan teman atau guru yang ada di sekitarnya, juga dengan benda yang dalam jangkauan perhatiannya. Seperti yang saya temui ketika itu.

Pagi hari. Jam masuk sekolah belum.dimulai. Dan tas sekolahnya masih ada di punggungnya. Saya bertemu setelah berputar-putar di lingkungan sekolah sebagaimana aktivitas pagi saya sembari menyapa semua yang ada di sekolahan sebelum memulai hari. Beberapa peserta didik yang di SD bersama barisan kelasnya sudah mulai menuju hall sekolah untuk kegiatan pertama mereka, ikrar pagi dan affirmasi.

Dan pada saat perjalanan pagi saya sampai di plasa SD, saya menjumpai seorang siswa sedang berjongkok mengahadap tanaman yang ada di delat pagar samping belakang sekolah. Atas apa yang saya lihat itu, saya mencoba untuk mengetahui kegiatan apa yang siswa saya sedang lakukan tersebut sehingga ia begitu asyik sendirian.

Beberapa saat kemudian baru saya mengetahui bahwa apa yang dilakukannya adalah mengumpulkan benang sari bunga di telapak tangan kananya. Sementara jemari tangan kirinya mengurut mulai dari pangkal bunga hingga ujungnya. Saya tetap ada di kejauhan jarak tiga meter darinya sebelum akhirnya ia menyadari akan keberadaan saya.

"Asyik sekali. Sedang apa gerangan siswa Pak Agus sehingga berhenti disini sebelum masuk kelas?" Kata saya memulai percakapan dan pingin tahu.

"Aku sedang mengumpulkan biji bunga Pak.Agus." katanya sembari menunjukkan hasil kumpulan biji bunga di telapak tangannya di hadapan saya. Saya melihat bubuk-bubuk putih sari bunga di telapak tangannya yang dia sebut sebagai biji bunga.

"Oh iya... benar. Tapi itu bukan biji bunga. Itu sari bunga." Kata saya mengiringi perjalanan anak didik saya itu menuju kelasnya yang ada di lantai II.

Saya bersyukur bisa berjumpa dengan siswa saya itu di awal hari. Alhamdulillah.

Jakarta, 22 Mei 2018

21 May 2018

Salah Jadwal Masuk

Rupanya ada peserta didik saya yang salah jadwal masuk. Dan karena salah jadwal masuk sekolah itulah, saya memiliki kesempatan untuk bercengkerama dengannya beberapa saat di ruang kerja. Inilah cerita saya berkah dari salah jadwal masuk sekolah.

Dan untuk mengisi waktu sampai dengan kedatangan teman-temannya, ia datang ke ruangan saya dan meminta saya meminjami buku bacaan yang bisa dia gunakan untuk mengisi waktu tunggu. Saya memintanya untuk memilih buku-buku yang ada di rak buku samping meja kerja. Dan dipilihlah buku Peta Indonesia. Sebelumnya saya menawarinya untuk tilawah Al Qur'an sebagaimana hari-hari normal anak-anak peserta didik saya yang duduk di bangku SMP setiap Senin-Kamis barang satu halaman, dia setuju tetapi akhirnya lebih memilih membaca peta.

Pada saat yang sama saya kembali ke meja komputer untuk menyelesaikan dua atau tiga halaman surat yang harus saya baca ulang sebelum diterbitkan. Lalu ketika waktu berlalu, kami terlibat tentang kegiatan kami masing-masing seusai Ujian Nasional berakhir, dan menjelang bulan Ramadhan.

"Lokasi rapat Pak Agus berarti dekat sama warung steak yang ada di Cipete Raya itu dong?" Katanya menimpali kalimat saya bahwa saya sore ini perjalanan baru berakhir setelah bertemu teman-teman di daerah Cipete, Cilandak, Jakarta Selatan.

"Loh, kamu faham daerah itu? Apa ada family-mu yang tinggal di daerah itu sehingga kamu tahu wilayah selatan Jakarta?" Kata saya heran. Di usianya yang masih remaja, pengetahuan geografi wilayah yang berbeda membuat saya kagum.

"Ia Pak. Saya sering ke daerah selatan Pak. Saya pernah makan bakso di daerah Senopati Pak. Atau juga pernah ke Pasar Santa untuk minum air panas. Kalau ke Cipete saya naik flyover (maksudnya adalah jalan layang non tol Antasari, yang menghubungkan dari Blok M ke arah Cilandak) ke arah Kemang terus dan turun di daerah Cipete. Saya juga pernah ke rumah makan Se*****k Pak. Kan disitu ada kopi yang pernah dikunjungi Pak Jokowi..." katanya.

Tentang apa yang menjadi pengetahuannya mengenai daerah lain secara detil, saya salut. Mengingat di usia dia, maka gerakkannya masih terbatas. Tetapi dia sudah bisa memberikan deakripsi mengenai wilayah yang membutuhkan daya ingat fotografi. Cerdas spasial. Untuk itulah saya kagum.

"Terus terang Pak Agus kagum akan kemampuanmu mengingat lokasi yang pernah kamu kunjungi secara detil. Apa yang kamu miliki itu luar biasa untuk ukuran remaja seusiamu." Kata saya memberikan apresiasi atas apa yang dia sampaikan kepada saya pagi itu.

Terhadap anak tersebut, saya menjadi teringat siswa saya yang sekarang sudah duduk di semester III Universitas di Pondok Labu, yang sering saya panggil dengan Guru besar Transformasi Jakarta 2035. Karena anak tersebut begitu hafal hal ihwal yang berkenaan dengan jaringan kendaraan umum yang ada di Jakarta...

Jakarta, 21 Mei 2018.

18 May 2018

Jangan Cerita ya Pak

Satu hari sebelum kegiatan perpisahan anak berlangsung, saya kaget mendapat pesan dari seorang peserta didik saya, yang disampaikannya ke saya di halaman sekolah di jam pulang sekolah. Anak tersebut berada di sekumpulan anak-anak yang kompakkan menunggu jemputan mereka masing-masing di lokasi yang saya tahu sekali, baru kali itu mereka menempatinya.

"Bapak, apakah besok Bapak ikutan ke acara kami?" tanyanya kepada saya dengan suara yang seperti biasanya tegas, melengking dan sekaligus lantang. Suara khasnya. Maka tidak salah kalau dia di grup teater selalu pas memerankan karakter yang menjadi bagiannya. Dia selalu mendapat peran yang dominan di pentas teater sekolah. Apakah pentas untuk perlombaan atau dalam pentas sekolah. Percaya dirinya dan suaranya yang selalu berada pada volume yang meyakinkan membuat sutradara akan memilihnya sebagai pemeran kunci.

"Kebetulan Pak Agus mendapat undangan dari ketua panitia, dan sepertinya tidaka ada acara lain yang membuat Pak Agus tidak dapat mengikutinya. Jadi insyaAllah Pak Agus turut hadir di acara kalian nanti."

"Iya Pak. Tapi saya pesan sekali ya Pak Agus... Kalau nanti Bapak memberikan sambutan saya pesan sekali supaya Bapak tidak bercerita. Karena terus terang Pak... Saya bosan mendengar cerita Pak Agus."

"Loh kan asyik kalau Pak Agus bercerita."

"Iya benar enak kan ceritanya tentang sejarah Islam..."

"Saya ngak suka kalau Pak Agus cerita. Pak Agus ngak tahu kalau saya pernah tertidur mendengar cerita Pak Agus..."

Saya tersenyum degan apa yang mereka sampaikan. Khususnya tentang larangan agar saya tidak menyampaikan cerita sebagaimana yang selama ini saya sampaikan kepada mereka. Yaitu cerita apa yang kebetulan saya membaca dari buku. Yang kadang bukunya itu saya bawa untuk kemudian ditengah-tengah bercerita tersebut saya bacakan bagian dari buku yang saya bawa tersebut bagian yang sudah saya tandai.

Yang beberapa diantara anak-anak peserta didik saya memamerkan buku yang baru saja mereka beli setelah melihat buku apa yang saya baca. Tetapi atas usulan anak tersebut,  menjadi masukan buat saya. Mengapa?

Jakarta, 18 Mei 2018.

17 May 2018

Menanam Pohon

Akan menjadi bagian kegiatan yang rutin saya lakukan ketika kembali berkunjung ke kampung halaman, selain akan menengok sungai yang jaraknya tidak sampai 500 meter dari pekarangan rumah saya, maka saya akan melihat-lihat tanaman yang belum lama ini saya tanam. Ini seperti ada magnit yang mengharauskan saya kembali dengan mengulang kegiatan seperti itu dari waktu ke waktu. Kegiatan yang bakalan tidak membuat saya bosan atau bahkan malas. Saya selalu bersemangat menjalani kegiatan itu begitu sampai di kampung halaman.

Durian Musang King yang saya tanam di depan rumah pada akhir bulan Desember 2017. Bibit ini saya dapatkan via on line. Penegtahuan tentang durian ini terinspirasi oleh rasa durian yang benar-benar maknyus di Jalan Alor, yang saya beli dengan harga 240 ribu rupiah.

Sebagaimana dengan kepulangan saya di akhir April lalu, begitu pagi menjelang, saya langsung mengambil sandal dan arit, alat pertanian semacam golok yang ukurannya lebih kecil dari golok, dan berputar-putar di sekitar rumah. Menengok tanaman-tanaman yang saya tanam sebelumnya. Atau juga membersihkan tanaman-tanaman perdu yang mengganggu pertumbuhan dari tanaman yang penuh harapan.

Sebagaimana kala itu, saya menanam dua jenis pohon. Pada tahap yang pertama saya menanam dua batang pohon durian, dan yang kedua menanam sepuluh pohon gaharu yang bibitnya saya dapatkan memalui teman saya yang rajin berjualan di Purworejo.  Harapan dengan menanam pohon adalah harapan tentang masa depan selain kerindangan.

Pohon gaharu yang saya tanam pada awal Maret 2018. Bertepatan dengan waktu musim durian lokal di daerah Somangari. Dimana saya sempat hunting ke desa Somongari, Kaligesing ditemani beberapa teman yang tinggal di daerah Purworejo.
Meski hanya merupakan kegiatan menanam phon di pekarangan, saya merasakan kenikmatan. Dan entah sampai kapan saya akan menjadi bosan dengan kegiatan yang itu-itu saja di saat-saat tiba di kampung halaman. 

Jakarta, 17 Mei 2018