Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

30 November 2011

Pisang Kepok Kami Berbuah

Dalam memasuki bulan Desember sebagai bulan menanam pohon, saya akan menguatarakan apa yang kami lakukan di sekolah kami, dalam kegiatan untuk menanami lahan kosong yang meski tidak luas, tetapi juga memelihara tanamannya. Dimana lahan yang tersedia adalah lahan di sekitar pagar yang terdapat di seputar sekolah, di seputar pinggir lapangan multi fungsi tempat siswa bermain basket, futsal, dan semua keperluan edukatif, serta di tiga pojok sekolah yang tergolong lebih lebar daripada tanah yang berada di sisi pagar sekolah atau sisi lapangan multi fungsi tersebut.

Yang kami maksud lebar karena memang dalam tiga lokasi tersebut kami mampu menanam tanaman lain selain kepala gading dan rumput. Diantara tanaman itu adalah belimbing buah, pohon flamboyan, mangga, belimbing sayur, kepel, jambu air dan jambu bol, dan yang paling uatama serta andalan adalah pohon pisang.

Dan tanggal 2 Nopember lalu, ketua yayasan kami sempat melihat lahan sempit yang ada di bawah menara mushola kami, dimana kami menanam pohon pisang tersebut dengan memberikan komentar: melihat tanaman seperti itu, saya tidak habis pikir, mengapa masih ada rakyat Indonesia yang kelaparan.

Sebuah komentar yang dimaksudkan sebagai keheranannya mengapa masih ada kurang makanan sementara dengan lahan yang sempit tersebut kami mampu menanam berbagai jenis tanaman dan bahkan pohon pisang kepok yang ada tiga pohon tersebut telah berbuah? Tentu komentar seperti itu tidak sepenuhnya benar. Mengingat tidak semua rakyat kita memiliki lahan tanah, dan jikapun memiliki lahan tanaman mungkin juga terdapat lahan tanaman yang tidak atau kurang subur?

Pisang Kepok Kuning

Itulah jenis pohon pisang yang kami tanam di lahan yang berada di ujung sekolah. Kali pertama kami peroleh tanaman pohon itu dari sebuah sekolah dasar negeri yang ada sebelah sekolah kami. Terdapat tiga pohon yang kami tanam. Dan dalam kurun waktu tidak lama, pohon-pohon itu telah menunjukkan pertumbuhan yang baik dan menyenangkan. Hingga pada akhirnya ketiga pohon pisang kepok kuning itu satu persatu berbuah. Menyenangkan sekali.

Beberapa bulan kemudian, buah itu satu-persatu harus kita petik karena telah tua. Buah yang siap matang itu dimasukkan ke dalam karung oleh pramubakti kami. Ketiga tundunnya dengan karung yang berbeda. Dan setelah masak benar, maka ada inisiatif dari pramubakti kami untuk merebus pisang-pisang yang telah menguning rata tersebut. Kami emnyepakati usulan itu. Jadilah kami pesta pisang hari itu dan satu hari berikutnya. Semua merasakan pisang kepok kuning rebus hasil tanaman dari kebun kami sendiri.

Semua mensyukuri. Dan sekarang kami sedang menunggu tunas pisang yang baru untuk berbuah kembali. Tentunya pisang kepok kuning yang laur biasa manis. Juga tunas pisang tanduk, yang bibitnya merupakan donasi salah satu teman kami yang menjadi guru di SMP.

Jakarta, 30 Nopember 2011.

Persahabatan Berawal dari Persepsi Keliru


Terbang ke Jambi untuk memenuhi undangan sebuah lembaga pendidikan guna memberikan training kepada para guru pada penghujung akhir tahun 2001, sepuluh tahun yang lalu, adalah pengalaman pertama. Tidak saja pengalaman pertama untuk datang ke Jambi yang kala itu memiliki lahan serta perlengkapan lengkap eks MTQ yang tidak lagi terawatt dengan baik, tetapi juga pengalaman pertama untuk memberikan training di luar Jabodetabek. Karenanya, pengalaman pertama itu menyisakan buat saya cerita menarik. 

Cerita ini terjadi persis pada saat saya sampai bandara dan dijemput begitu keluar dari gedung bandara setelah mengambil barang di bagasi.

Menarik, bukan karena penjemput dan saya sendiri masing-masing belum pernah bertemu muka satu sama lain, selain hanya saling mendengar suara melalui pesawat telepon. Tetapi karena persepsi kita, terutama persepsi penjemput terhadap saya. 

Persepsi Menyesatkan

Penjemput itu, yang adalah para pejabat sekolah, yang adalah para kepala SD, SMP, dan SMK, yang juga adalah host dalam pelatihan tersebut untuk saling menyorongkan diri untuk menemui saya pertama kali. Mereka semua tentu belum kenal yang mana saya diantara penumpang yang turun di bandara itu.

Hal ini terjadi karena sesame mereka tidak cukup memiliki percaya diri. Mereka merasa dan menyadari bahwa keberadaan mereka yang di Jambi tentu tidak seberuntung dengan tamunya yang asal Jakarta, dan itu yang membuatnya minder jika harus menyambut dan menemani trainer dari Jakarta. Mereka berpikir bahwa trainer dari Jakarta pasti yang mengenakan pakaian necis dengan dasi dan stelan jas serta tas tangan yang mengirimkan aroma wibawa. Plus, tentunya pintar. Karena itu, mereka minder karena mereka mengukur dirinya tidak satu level.

Dan cerita ini merupakan tuturan dari salah seorang dari tiga host yang mengundang saya itu. Yang kebetulan juga sebagai Ketua Yayasan tempat ketiga unit sekolah tersebut bernaung.

Plekenthus…

Meminjam istilah dari Almarhum Bapak Soesilo Soedarman, mantan menteri zaman Presiden Soeharto, persepsi mereka tentang saya yang dari Jakarta langsung rontok mana kala tongkrongan saya jauh berbeda dari apa yang hidup dalam persepsi mereka. Itu terjadi manakala saya mengangkat telepon yang berdering, dan ternyata itu adalah telepon salah satu dari mereka. Maka setelah tebak gerak-gerik dan tebak muka ketemulah kami berempat. 

Itulah pertemuan awal kami, yang pasti sangat mengagetkan mereka. Karena saya ternyata adalah juga seperti mereka. Namanya juga guru yang asal muasalnya dari kampung, pikir saya. Saya geli mendengar bagaimana mereka menghidupkan persepsi tentang trainer dari Jakarta. Untung sekali mereka ketemu saya. Karena dengan itu, setidaknya di lain waktu atau lain kesempatan, mereka akan menjadi lebih arif ketika bertemu atau berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda level dan asal. 

Tetapi justru dengan persepsi itulah yang pada akhirnya kami dapat membangun persahabatan yang lebih dekat dan lebih menyenangkan. Termasuk masuk ke sebuah warnet di kota Jambi, untuk membuatkan akun email mereka di sela-sela makan malam…

Jakarta, 09 Nopember 2009 - 30 Nopember 2011.

24 November 2011

Ujian Akhir (Sekolah/Nasional), Dulu dan Kini


Di luar pagar, kita masih mendengar cerita yang tidak sedap tentang bagaiamana pelaksanaan ujian nasional tahun 2011 lalu itu. Cerita tidak sedap itu misalnya adanya SMS Kepada peserta ujian untuk tngkat SMP dan SMA/SMK, sejauh yang saya dengar, sebelum masuk ke ruang ujian. Meski pemerintah telah membuat ketentuan paket-paket ujian yqng beragam untuk satu ruang ujiannya, dan juga skenario pengamanan bagi soal dan jawaban ujian, namun kenyataannya masih terjadi di sekolah siswa yang kasak-kusuk saat sebelum UN berlangsung dan kemudian memperoleh nilai yang relatif baik dibandingkan dengan kemampuan riilnya sehari-hari. Nilai bagus tersebut kadang malampaui nilai bagi anak-anak yang sehari-harinya berkompetensi diatas rata-rata.
Walau hampir setiap tahun pula, bau tidak sedap itu sangat sedikit yang masuk dalam ranah hukum sehingga kita semua tahu siapa pelakunya, bagaimana tahap atau proses melakukannya, dan apakah para pelaku adalah mereka yang saling bekerjasama dan membentuk sebuah jaringan? Namun yang jelas kejadian-kejadian itu menjadi cerita umum. Baik di kalangan orangtua, masyarakat, dan juga siswa.
Tap dalam asumsi saya, semua skenario, usaha, ikhtiar, dan kesepakatan itu merupakan bagian dari desain besar kita untuk memperoleh hasil Ujian Nasional yang bagus. Sayangnya, kita sering lebih senang dan terperangkap untuk mencapai hasil bagus dan optimal Ujian Nasional itu bukan dengan jalan bersiap jauh hari dengan berusaha keras. Namun dengan jalan instan. Semangat instan yang dengan sempurna dimanfaatkan oleh beberapa oknum tidak bertanggungjawab melalui sms jawaban soal Ujian Nasional.

Dulu dan Sekarang

Bagaimana fenomena mendongkrak nilai ujian saat dulu, saya masih duduk di bangku sekolah dengan sekarang, ketika saya menjadi guru? Mungkin inilah ceritanya;

Ujian Gaya Dulu
 
Dulu saat saya sekolah di sekolah menengah, pagi hari menjelang ujian berlangsung, saya dan beberapa teman akan mendiskusikan, atau tepatnya bergantian tanya jawab dengan menggunakan contoh-contoh soal ujian terdahulu. Kami akan lebih bahagia lagi kalau soal itu adalah soal bocoran. Meski soal bocoran itu kadang-kadang hanya isu semata, karena ternyata hanyalah soal ujian tahun yang telah lalu. Dan meski juga, pada saat menyelesaikan soal-soal tersebut, kami belum tentu tahu benar atau salah atas jawaban kami. Tapi pada saat itu kami memperoleh bayangan tentang soal-soal ujian yang mungkin akan kami hadapi.

Saya sering protes kepada kawan, mengapa contoh-contah soal yang kami dapatkan itu baru kami terima hanya menjelang satu jam sebelum ujian dimulai? Tapi memang itulah ketidakberuntungan generasi saya dan semoga tidak termasuk Anda. Karena menjadikan soal ujian tahun-tahun sebelumnya sebagai bagian dari suksesnya ujian, pada kala itu adalah sebuah kemewahan. Beruntung dengan saya, ketika menjelang ujian, saya sempat membeli buku latihan soal sebuah toko buku kecil di kota Purworejo. Namun buku itu cukup memperkaya pengetahuan saya dibanding kawan yang lain. Karena buku itu dilengkapi juga dengan kunci jawaban, sehingga saya belajar soal sekaligus jawabannya. Selain itu, soal-soal yang terdapat di buku itu, nampaknya mengambil sumber belajar dari buku yang berbeda dengan buku yang menjadi sumber kami belajar di kelas. Jadinya saya dapat lebih banyak tahu daripada kawan di kelas. Walau kami harus kecewa setelah ujian berakhir. Sedikit sekali soal-soal yang ada di ujian tersebut, yang sebelumnya kami pelajari. Alhasil, kami semua pasrah.

Ujian Gaya Sekarang

Bagaimana dengan ujian yang dilaksanakan sekarang? Minimal tiga bulan sebelum ujian berlangsung, maka guru akan menerima standar kelulusan (SKL) atau kisi-kisi. Yaitu batasan kompetensi, dan tergambar sekaligus materi dari ujian yang akan diujikan. Dengan SKL atai kisi-kisi tersebut, guru akan mengetahui materi yang akan diujikan. Pengetahuan guru tersebut pasti akan ditransfer kepada siswa dan kadang kepada orangtua agar ujian yang mereka ikuti dapat benar-benar optimal hasilnya.

Dengan model seperti ini, maka belajar untuk menghadapi ujian adalah mempelajari materi ujiannya. Juga berbagai ragam kemungkinan soal ujian yang akan keluar. Dan buku yang berkenaan dengan hal itu, sagat beragam tersedia di toko buku. Bimbingan belajar juga menjadi fenomena yang fenomental di saat ini.

Namun entah bagaimana, justru kemudahan ini menjadikan bau tak sedap di setiap tahun pelaksanaan ujian nasional di Indonesia masih kita cium. Baik yang kasat mata, yang disaksikan oleh teman-teman guru yang menjadi pengawas ujian, baik dari cerita laporan pandangan mata anak dan keponakan, melihat berita di tv, atau membaca di surat kabar. Dan ini mengsumsikan bahwa meski jalan yang akan kita lalui diberikan panduan peta yang jelas dan terang, namun kita ada diantara kita yang masih percaya dengan kiriman SMS. Ini adalah bentuk moralitas yang rendah. Lebih rendah lagi bila SMS yang anak-anak kita terima itu terdapat kontribusi orangtuanya dalam bentuk memberikan donasi dana kepada para pengirim SMS kunci jawaban ujian nasional yang gentanyangan disetiap menjelang UN. Sungguh mengenaskan menurut saya. Semoga juga menurut Anda.

Palembang, 10 Juli-Jakarta, 29 Nopember 2011.

SMS Wildah Saat Ikut Kagoshima Art Festival, Oktober 2011


Ini hanya merupakan rekaman emosi saya dengan anak saya yang kebetulan saat itu ikut ambil bagian dalam misi kesenian Indonesia di Kagoshima, Jepang. Ia yang sekolah di SMAN 24 Jakarta, masuk dalam romobongan kesenian Gema Citra Nusantara, GCN yang bermarkas di Cilandak, Jakarta Selatan. Rekaman emosi ini merupakan kiriman balasan SMSnya kepada saya, ayahnya. Semoga bermanfaat:
Rabu, 12/10/2011. Pukul 7.14:
Walaikumsalam ayah, aku di Korea. Udara di sini 12 derajat celcius. Bandaranya kereeeeeeeennnnnnn banget. Ngak kaya Indonesia. Bersih. BBM off. Rp 7000/sms. So far sangat menyenangkan alhamdulillah. Meskipun begitu aku inget kok gak boleh terlalu senang. Ini baru mau keKagoshima lagi yah. Doain ya...
Rabu, 12/10/2011. Pukul 10,43:
Alhamdulillah sudah sampai di Kagoshima. Disini lumayan panas, mungkin karena siang. Tapi panasnya ya ga kayak panasnya Jakarta. Doain aja ya yah Bu, Mas, Mba. Ok.
Rabu, 12/10/2011. Pukul 13,52:
Setengah 4 yah. Hari ini free. Td abis ke musium gt, lucu deeeeh. Blm tau naik kereta atau engga, pengen >< nnti aku kabarin lagi ya yahhh...
Kamis, 13/10/2011. Pukul 17,10:
Assalamualaikum, hari ini aku ke sekolah di Sakurokami, namanya Furokami Junior High. Aku kesana naik feri, karena waktu itu ada letusan gunung vulkanik, jadi daerah Sakurokami kepisah sama Kagoshima. Terus waktu ke sekolahnya, ada kuil tenggelem sampe atapnya doang. Banyak abunya gt pa. Satu sekolah isinya cuma 9 anak murid dan 4-6 guru. Mereka semua lucu2 kocakkk. Tadi aku cuma main angklung Bengawan Solo sama Koino Fuga. Mereka main judo tadi, yang pake pedang sama pelindung gt. Aku baru sampe hotel, disini sdh jam 8. Capeekkk
Jumat, 14/10/2011. Pukul 12,40:
Waalikum salam ayah, aku baru aja selesai tampil di SD Take. Alhamdulillah sukses ayah, aku seneng bgt hari ini. Anak2 sdnya seru dan lucu2 bgt, tadi sebagian ada yang main kendo, ada yang nari2 pake kimono,trs mereka semua nyanyi Topi Saya Bundar, Burung Kakak Tua, sama Cacamarica. Aduuh lucu bgt. Abis itu kita dimasukin ke grup2 gt. Kita diajak ke kelas mereka buat lunch, makanannya roti selai sup ayam sama susu. Tertib bgt mereka, abis makan langsung sikat gigi dan sikat giginya dihitung pake jam pasir. Abis itu kita diajak ke hall (tempat kita tampil) dan belajar origami. Sedih rasanya, kita harus lanjut perjalanan lagi. Karena mereka bener2 semangat bgt :'''') nnti kita mau ke aquarium abis itu welcoming reception (ada walikota sm istrinya Pak Jero Wacik) tapi kameraku batrenya habis. Sayang bgt ini. Aku ga selalu pegang kamera. Jadi mungkin ga sebanyak kalo kita jalan2.

Jumat, 14/10/2011. Pukul 20,50:
Aku lagi beresin koper. Ngantuk. Baru pulang dari welcoming reception. Ada negara2 lain td.

Sabtu, 15/10/2011. Pukul 18,38:
Waalaikum salam ayah, maaf dari pagi aku ga sempet liat hp. Hari ini festivalnya dimulai. Sayangnya bu jero udh pulang kemaren malem, jadi ga bisa liat kita tampil. Dari pagi udh sibuk siap2 di hall tempat tampilnya. Pas baru sampe kita disuruh naik ke tempat siap2, tapi udh gitu disuruh turun lagi & bawa tiang angklung, tapi disuruh keatas lagi ambil angklung, jadi disuruh bolak balik trs. Itu pun pake tangga bukan pake lift. Kemaren kan udh makan malem sm negara2 lain, seru yahh. Hari ini juga udh liat penampilan dr bbrp negara lain. Yang aku liat ada Thailand tampil pake alat musik gendang suling dkk sambil nari2. Aku nampilin angklung Bengawan Solo, Koino Fuga sama saman. Korea Orkestra Flute, Hongkong tampilin orkestra violin, Jepang orkestra sd, yang lain nya aku ga nntn. Yang paling ramah dan suka foto2 itu Cina, tapi suka banget nyerobot orang, trs orang Bangladesh suka foto2 sm org Indo.Pulsa yah

Minggu, 16/10/2011. Pukul 07,13:
ayah, hari ini aku festival lagi. Tampilnya di taman gt sama negara2 lain. Doain ya ayah. Hari ini tampil angklung sama lenggang nyai. Nnti ada farewell party juga. Tinggal 3 hari di Jepang, blm sempet belanja. Ayah maaf ya aku jadi susah ngabarin, btw td aku malah dikasih nmr voucher tapi ga bisa ngisinya di Jepang. Transfer aja yah, nomor vouchernya 42779273901***

Minggu, 16/10/2011. Pukul 15,13:
Iyap krn nnti ada farewel party jd nnti dinner lg. Ada 60) yah, gausah diisi lagi, terimakasih ya ayah sama ibu udh mau ksh izin ke jpg ({})

Senin, 17/10/2011. Pukul 06,41:
Waalaikumsalam ayah, alhamdulillah hari ini baik. Iya, agak sedih tapi capek juga ya wehjehehehe. Yaudah biarin aja. Hari ini tampil saman di sekolah. Semalam seru kokk, org Malaysia ngasih souvenir batik sama gantungan kunci keris yah. Kita dpt souvenir dr wlikota, cangkir. Doain ya ayahku.

Empat Klasifikasi Guru


Saya menemukan empat klasifikasi guru sebagaimana yang dikemukakan oleh Bruder Bambang dI Konferensi Guru Nusantara, KGN, yang berlangsung pada Kamis, 17 Nopember 2011 di Kampus Universitas Katolik Atmajaya Jakarta. Empat klasifikasi guru model Bruder Bambang itu merupakan jawaban dan sekaligus refleksi atas pertanyaan seorang peserta konferensi tentang bagaimana mengatasi teman guru di sekolahnya yang relatif sulit dikendalikan perilakunya.
Sulit dikendalikan dalam arti yang negatif. Oleh karenanya peserta itu mengajukan pertanyaan dan sekaligus menyampaikan keluhan agar Bruder yang menjadi pembicara siang itu memberikan gagasan untuk solusi.
Dalam tulisan ini, tanpa mengurangi makna yang dimaksud, saya membuat istilah yang tersamar dan sedikit berbeda untuk empat klasifikasi guru yang dikemukakan Bruder Bambang tersebut. Tujuannya agar kita dapat memahami dengan lebih enak tanpa merasakan emosi negatif. Keempat klasifikasi guru itu adalah:

Pertama, adalah guru baik secara keilmuan dan bersikap konstruktif kepada organisasi. Yaitu guru yang seluruh kompetensi dimilikinya dengan sangat baik. Selain itu ia adalah sosok yang terbuka untuk menerima tugas sekolah dan melaksanakan amanah yang diembannya dengan baik. Inilah guru yang dalam level kinerja guru memperoleh predikat outstanding atau baik sekali.

Jika guru ini sedikit memiliki jiwa kepemimpinan, maka kita yakini dalam tempo yang tidak terlalu lama, bila di lembaga swasta, Bapak/Ibu guru semacam ini akan mendapat tawaran tambahan. Baik sebagai guru koordinator, wakil kepala sekolah, atau bahkan kepala sekolah. Kesempatan seperti itu penting ntuk guru dengan kualifikasi pertama ini. Karena jika sekolah kurang memperhatikan, sangat boleh jadi lembaga lain yang akan memberikan kesempatan kepadanya untuk mendapat tugas dan amanah yang lebih besar selain hanya sebagai pendidik di dalam kelas.

Kedua, adalah guru baik secara keilmuan dan bersikap destruktif kepada organisasi. Guru dengan model seperti ini, menurut Bruder Bambang, adalah kualifikasi guru yang perlu dan harus sering diajak berdiskusi. Sikap distruktifnya sangat boleh jadi tumbuh karena ketidak adanya komunikasi antara manajemen dengan guru. Juga boleh jadi karena kurangnya informasi yang diperolehnya, sehingga keputusan dan persepsi yang dimilikinya selalu lonjong.
Ketiga, adalah guru kurang secara keilmuan dan bersikap konstruktif kepada organisasi.Ini juga adalah model guru yang perlu mendapat motivasi. Sehingga pada hari-hari berikutnya ia menyadari akan kekurangan yang harus dikejarnya dalam menunaikan tugasnya sehari-hari. Dorongan untuk berkembang harus selalu dipompakan. Bahkan jika dibutuhkan dengan durasi waktu yang dijadikan kesepakatan bersama. Dengan tenggat waktu ini, pihak sekolah akan memungkinkan untuk membuat report secara periodik bagi target guru yang bersangkutan. Kesepakatan juga akan menjadi bagian dari pembelajaran bagi kedua belah pihak.

Keempat, adalah guru lemah secara keilmuan dan bersikap destruktif kepada organisasi. Guru dengan kualifikasi seperti ini adalah guru yang kurang mensyukuri apa yang telah dimilikinya atau kesempatan yang telah diberikan kepadanya. Ketidaksyukuran itu menjadikannya sulit untuk tumbuh dan berkembang. Tugas kita sebagai manajemen di sekolah adalah tetap memberikan dorongan kepada mereka namun dengan durasi dan ekspektasi yang lebih kongkrit dan jelas.

Pendek kata, tidak ada suatu lembaga seklolah dimanapun yang tidak memiliki empat model atau empat kualifikasi guru atau tenaga kependidikan yang mirip-mirip dengan apa yang menjadi pendapat Bruder Bambang itu. Setidaknya dalam cita rasa yang sedikit berbeda.

Jakarta, 17-24 Nopember 2011.