Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

31 January 2018

Mudik; Tidak Pernah Was-Was

"Saya terus terang kurang percaya diri jika mudik harus melewati jalan-jalan yang tidak umum. Takut dan was-was kalau nanti di perjalanan harus melakukan sesuatu yang tidak saya harapkan. Sementara lokasinya sama sekali tidak saya kenal. Oleh karenanya selalu melalui jalan yang bias saja Pak." Kata seorang teman yang kendaraannya model paling anyar dengan cc 3000. Sebuah jaminan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kendaraan saya yang ber-CC hanya 1500 dengan tahun yang luamayan sepuh.



Obrolan itu berlangsung ketika saya sedang berdiskusi dengan anak sulung tentang rute jalan yang akan kami ambil ketika mudik akhir tahun lalu. Dimana kami sedang berpikir jalan mana yang akan menjadi pilihannya nanti setelah keluar dari Jalan Tol Palikanci. Apakah kami akan mengambil jalan Pemalang-Bobotsari-Purbalingga untuk kemudian sampai Gombong dengan keluar tol di Brebes Timur. Atau setelah keluar dari Brebes Timur kemudian lanjut hingga Pekalongan-Kajen-Dieng-Wonosobo-Kretek-Mranti lanjut Jogjakarta. Atau jalan biasa dengan keluar tol di Pejagan-Ketanggungan-Prupuk-Bumiayu?

Alhasil, diskusi dengan anak sulung tersebut akhirnya menyepakati bahwa jalan yang akan kami ambil nantinya melihat situasi jalan Jakarta-Pejagan. Dimana kalau volumenya terpantau luamayan padat maka kami akan mengambil jalur yang tidak biasa. Tetapi jika seanjang jalur yang kami lalui hingga Pejagan terhitung lengang, maka kami akan mengambil jalur normal dengan keluar di GT Pejagan. Ini juga sekaligus sebagai napak tilas setelah sejak mudik Idul Fitri tahun 2014 lalu kami melupakan jalur ini.

"Kalau Pak Agus bagaimana dengan mengambil  jalur tidak biasa pada saat keluar kota?"

"Alhamdulillah Pak. Saya yang ketika berkendaraan tidak pernah punya prinsip cepat sampai. Jadi hal terpenting yang menjadi visi berkendara saya adalah menikmati jalan. Untuk itu, melalui jalur yang mana saja saya selalu menikmati. Rasa was-was kalau-kalau, tidak pernah muncul di benak saya. Saya selalu percaya bahwa Allah selalu memberikan terbaik buat saya."

Jakarta, 31 Januari 2018.

30 January 2018

Husnul Khatimah

Saya baru saja ditinggal teman istimewa untuk selamanya. Sebelum meninggal ia terlebih dahulu duduk di kursi roda karena kondisi fisiknya yang lemah oleh penyakit. Semoga ia diberi husnul khatimah. Dianugerahi Allah Swt sebuah akhir yang baik.

Berteman di kerjaan saat ia lulus dari Universitas di Jogja pada tahun 1987. Persis pada awal pertumbuhan jiwa saya yang baru berusoa 21 tahun. Dan kemudian menjadi tempat saya bertanya soal agama. Dan dari apa yang dimilikinya, saya memperoleh gambaran keilmuan pada agama. Darinya saya mengenal khasanah ilmuwan yang dapat dijadikan rujukan untuk tumbuh. Dan dialah yang memerikan arah tumbuh itu. Dalam pergaulan kami selama itu. 

Termasuk diskusi hidup sembari makan tongseng keliling di Jalan Anggur, Cilandak, Jakarta Selatan, di dekat rumah kosnya. Atau di Jalan BDN yang sekarang lokasinya telah berubah menjadi lahan apartemen. Semua menjadi bagian dari kebaikannya dalam persahabatan dengan saya. 

Juga ketika saya memutuskan menikah terlebih dahulu dari dia di tahun 1989, dialah yang waktu itu berdasi dan berjas krem muda menjadi mc di rumah Ibu Mertua di Slipi, Palmerah, Jakarta Barat.

Juga ketika beliau memantapkan diri sebagai PNS yang khidmatnya pada penelitian. Sebuah lahan yang benar-benar cocok baginya. Cocok dalam semua sisinya. Yang menjadikannya keliling daerah untuk mengumpulkan informasi untuk kemudian diolahnya menjadi kesimpulan. Ranah yang benar-benar jiwanya. 

Dan Allah masih berikan kami berada dalam satu wadah kembali dalam.durasi 5 tahun, ketika kami sama-sama berada di sebuah yayasan. Alhamdulillah bahwa persahabatan kami tumbuh kembali dalam ikatan issu yang sama. Hinggal akhirnya Allah ambil dia.

Selamat jalan sahabat. Semoga kebaikanmu kepadaku selama di dunia ini, menjadi amal solehmu. Amin yaRabbal'alamin.

Jakarta, 30 Januari 2018.

25 January 2018

Senang Mudik?

Kalau ada yang bertanya kepada saya; Apa nikmatnya mudik Pak Agus?
Tentu jawaban standar saya adalah; Kangen kampung halaman? 
Terus apa yang dikangeni?

Asmosfer kampung. Yang membangkitkan aura kehidupan masa kecil yang membahagiakan walau sebenarnya jauh dari makna bahagia jika kita ukur dengan pemenuhan kebutuhan jasmani. Tetapi masa kecil dengan keluasan lahan berfikir, nampaknya begitu membekas dalam jiwa saya. Melintasi suasana sawah tadah hujan ketika pulang atau berangkat ke sekolah, yang jika musim penghujan sawah akan menjadi kirip penampungan air yang dikala menjelang waktu Magrib akan berterbangan kunang-kunang. Atau jika dimusim kemarau maka air dalam selokan akan selalu mengalir jernih, khas air dari mata air gunung, yang kalau ingin saya akan masuk ke selokan itu untuk kemudian mengorek dinding selokan dengan jari telunjuk untuk menangkap kepiting kecil atau udang. Dan jika mau nakal sedikit maka saya dan teman akan melempar mata pancing di keramba terbuka tetangga? 



Terbayang asyik bukan? Dan meski itu sekarang tinggal menjadi cerita karena hamparan sawah pada akhirnya kami minta  kepada Kepala Desa untuk dijadikan lapangan ketika usia kami menginjak remaja, ketika kami masuk di bangku SMA. 

Tetapi inilah yang membuat saya selalu senang menemukan kembali situasi dan kondisi kampung halman. Tentunya juga bertemua dengan sanak handaitolan. Utamanya ketika waktu hari Jumat. Dimana saya dapat berjumpa degan hampir seluruh aki-laki yang ada di desa kami di dalam Masjid desa. 

Jakarta, 25 Januari 2018.

22 January 2018

Reuni 30 Desember 2017

Bertemu teman sekolah pada saat reuni menjadi momen yang menyenangkan. Ini karena pertemanan kala masih muda banyak menyimpan berbagai warna. Apalagi diantara kami ada yang terpisah begitu kami meninggalkan bangku sekolah di SPG Bruderan Purworejo dan baru bertemu dengan teman yang hanya ingat nama serta berubah rupa. Maka ketika pertama kami jumpa, kami sama-sama menebak dengan nama mereka masing-masing.

Itulah yang kami alami ketika hari pertemuan itu berlangsung. Teman-teman yang dari Purworejo berangkat bersama dengan menggunakan 2 bus besar menuju lokasi pertemuan di Gunungsimping, Cilacap pada Sabtu, 30 Desember 2017. Mereka berangkat dari lokasi berkumpul di Purworejo tepat pukul 07.00. Sementara kami yang datang dari berbagai lokasi telah terlebih dahulu menginap di Cilacap.



Jakarta, 22 Januari 2018.

Pentas Drama Anak SMP

Pentas Drama dan Musik anak-anak SMPI Tugasku tahun pelajaran 2017/2018 berjudul The Lost History alhamdulilah telah berlangsung dengan sangat menarik dan memuaskan. Pentas itu berlangsung di Gedung Kesenian Jakarta, yang ada di daerah Pasar Baru, Jakarta,  pada hari Sabtu, 13 Januari 2018. Pentas ini menjadi kerja borongan guru-guru dan seluruh siswa yang ada. Guru bertanggungjawab kepada skenario dan seluruh kegiatan pementasan. Sementara anak-anak menjadi para pelaku dari cerita yang dibuat oleh guru.

Cerita The Lost History, adalah cerita fiksi. Cerita berawal dari tugas sekolah kepada 5 siswa untuk belajar di Perpustakaan dari para guru mereka. Tugas yang kemudian diprotes oleh para orangtua siswa yang kemudian datang ke sekolah untuk berjumpa dengan kepala sekolah dan guru guna menyampaikan keberatannya. Kehadiran lima sekawan tersebut diterima oleh penjaga museum, yang mengajak mereka untuk mengetahui para penemu Muslim yang merupakan cikal bakal bagi pengembangan teknologi yang kita nikmati hari ini.



Para ilmuwan itu adalah; Al Farabi, sebagai penemu not balok musik yang diperankan oleh kelas VIII A, Al Zahrawi sebagai penemu alat bedah operasi di rumah sakit yang diperankan oleh kelas VII B, Al Jazari sebagai penemu dasar pembuatan  mesin yang diperankan oleh kelas VIII B,  dan Sinan sebagai ahli arsitektur yang diperankan oleh kelas VII A.



Kegiatan berkunjung ke perpustakaan tersebut akhirnya mampu memberikan pencerahan kepada anak-anak tentang penemu Muslim di abad kegelapan, yang diramu dalam cerita penuh rasa kemanusiaan, dengan dibalut perebutan kekuasaan antara dua kerajaan, serta tentang ketundukan manusia kepada  Allah Swt semata.



Jakarta, 22 Januari 2018.

Benteng dan Pantai di Nusakambangan

Saya tidak terlalu paham dengan sejarah benteng Belanda yang ada di Nusakambangan. Tetapi penampakannya, sungguh fungsional di masa perang dahulu. Setidaknya, pihak yang bertahan di Nusakambangan, dapat dengan jelas melihat keberadaan musuh yang datang dari laut lepas, Samudera Hindia. Ini karena ketika kami datang dan berkunjung ke Teluk Penyu yang ada di daratan Cilacap, tukang perahu menawarkan kepada kami untuk menyeberang dan melihat benteng serta pantai putih yang ada di bagian timur Pulau Nusakambangan. Wilayah yang bebas dikunjungi.

Maka ketika kami sudah berada di pantai Nusakambangan, masih membutuhkan perjalanan kaki melalui jalan setapak menuju benteng dan pantai pasir putih yang bernama Pantai Karang Pandan melalui jalan setapak yang tidak beraspal. Maka dengan sandal gunung, saya merasa beruntung dibanding pengunjung lain yang bersandal jepit.

Inilah perjalanan menuju benteng dan pantai;



Dan setelah menempuh waktu berjalan lebih kurang 15 menit melalui jalan berliku yang sebelah kanan dan kiri jalannya dipenuhi lebatnya pohon-pohon khas hutan termasuk batang-batang pohon rotan yang bergelantungan di pohon yang lebih besar, sampailah saya ke pintu gerbang benteng yang ada di Nusakambangan itu. Tampak gagah penampakan dari gerbang benteng Belanda tersebut meski amat tidak terawat.

Sampai di gerbang benteng tersebut, terdapat pilihan untuk menuju benteng pendem atau Pantai Karang Pandan. 

Jakarta, 22 Januari 2018.

21 January 2018

Bermain di Stasiun

Entah energi apa yang membuat sya sendiri begitu senang dengan hal-hal yang sebenarnya biasa dan tidak istimewa. Seperti apa yang saya lakukan ketika saya pulang ke kampung halaman beberapa waktu yang lalu. Yaitu bermain ke stasiun meski sekedar untuk melihat sisi-sisi yang ada di stasiun tersebut. Dan ini bisa jadi kebalikan dari apa yang menjadi minat Anda. Tetapi saya benar-benar menikmati kegiatan tersebut. Bahkan saya mencoba untuk membuat dokumentasinya.

Termsuk bercengkerama dengan petugas stasiun yang waktu itu bertugas. Bertanya berbagai hal yang berkenaan dengan peralatan stasiun termasuk wesel atau sinyal yang dulu, saat saya masih kanak-kanak,  masih menggunakan tangkai besar dan harus menggunakan tenaga ketika petugas stasiun akan memberi sinyal kepada kereta yang akan lewat. Dan sekarang ala tersebut telah lenyap dan diganti dengan panel-panel elektrik.

Dan inilah salah satu penampakan stasiun kecil yang sekarang  tidak menjadi tempat singgah kereta.



Jakarta, 21 Januari 2018

Nusakambangan dari Tenggara

Pergi ke Cilacap pada November dan Desember 2017 lalu, saya selalu menyempatkan diri untuk menerima tawaran abang perahu untuk menyeberang di bagian timur Pula Nusakambangan yang bebas dikunjungi. Meski selalu salah waktu, karena saya selalu sore hari baru sampai di pantai yang enjadi lokasi pendaratan oleh abang perahu, yang kalau saya harus pergi menuju Pantai Karang Pandan dan kembali lagi ke lokasi dimana kami diantar, maka kami akan kembali akan lebih sore hari. Dimana waktu sore ,enjelang waktu Magrib, maka monyet-monyet yang berdomisili di Nusakambangan akan berada di atas jalur kami kembali. Dan ini saat yang kurang tepat untuk saya yang ngeri ketika harus berpapasan dengan gerombolan mereka. Tapi mau diapa, karena bersama teman-teman datang ke Nusakambangan yang meminta waktu untuk istirahat sejenak setelah kami tiba di hotel pukul 13.00.

Alhamdulillah, pada perjalanan kami yang terakhir di hari Jumat, 29 Desember 2017, di perjalanan kami kembali menuju pantai dimana kami diantar oleh abang perahu, begitu kami sampai di benteng Belanda yang ada di wilayah timur Pulau Nusakambangan, abang perahu yang lain menawari kami untuk melihat sisi wilayah tenggara Pulau Nusakambangan dari arah laut.

Abang perahu berjanji setelah berputar di wilayah tenggara pulau dari arah laut, nanti kami akan diatanra ke pantai diana kami pertama kali datang ke Nusakambangan. Semua ongkos yang harus kami keluarkan adalah dua belas ribu rupiah. Dan inilah penampakan sisi pantai bagian timur Pulau Nusakambangan dari arah laut;



Jakarta, 21 Januari 2018.

19 January 2018

Pantai Karang Pandan

Orang-orang yang datang ke Nusakambangan di wilayah yang boleh dan bebas dikunjungi, yaitu di bagian timur pulau, maka Pantai Karang Pandan yang menjadi tujuan utamanya. Lokasinya, jika merujuk ke peta, berada di bawah Pantai Teluk Penyu atau Benteng Pendem yang berada di dataran Cilacap.
Ini adalah salah satu penampakan karang yang ada di Pantai Karang Pandan yang memiliki hamparan pasir putih menawan.

Untuk mencapai lokasi itu, kita cukup ikut naik perahu yang ada di pinggiran pantai Teluk Penyu. Para tukang perahu akan menawarkan kepada setiap pengunjung untuk pergi ke Pantai Pasir Putih, nama lain dari Pantai Karang Pandan, dengan biaya tiga puluh ribu rupiah untuk berangkat dan pulang.

Dan ketika kita telah sampai di lokasi pendaratan yang menjadi lokasi pengantaran tukang perahu, kita masih perlu melakukan perjalanan di jalan setapak yang ada di dalam Pulau Nusakambangan untuk menuju Pantai Karang Pandan tersebut. Perjalanan membutuhkan waktu lebih kurang lima belas menit. 



Sebelum sampai pantai yang saya sebutkan itu, kita akan terlebih dahulu menemui gerbang besar dari benteng Belanda yang terdapat pada sisi timur Pulau Nusakambangan. Benteng tersebut sekarang tampak kurang perawatan. Ruang-ruang yang ada pada benteng tersebut kotor dan berlumut. Ini adalah link video perjalanan kami di Pulau Nusakambangan;



Jakarta, 19 Januari 2018.

Ke Nusakambangan (Lagi...)

Perjalanan saya mudik selain bertemu dengan keluarga yang tinggal di Purworejo, bertemu teman-teman di kala muda, juga adalah bersilaturahim dengan teman-teman sekolah di Cilacap. Pertemuan tersebut sengaja dirancang enam bulan sebelumnya. Yaitu setelah pertemuan Idul Fitri dengan teman-teman sekolah di Wonosobo. Dan disepakati pertemuan berikut di Cilacap, tepatnya di Gunungsimping, pada akhir tahun. Yaitu Sabtu, 30 Desember 2017.

Dan untuk persiapan Desember tersebut, pada hari Minggu tanggal 12 November, satu bulan sebelumnya, ada tim kecil yang bertemu. Yaitu tim dari Purworejo dengan tuan rumah, untuk memastikan persiapan pertemuan akhir Desember tersebut. Ini suasana pertemuan di bulan November tersebut;




Dan untuk lebih mempersiapkan perjalanan ketika kembali ke Jakarta, maka Cilacap menjadi transit saya. Dan karena itu, saya bermaksud selain transit adalah menikmati lebih dekat lagi Cilacap. Yang antara lain adalah menyeberang ke Nusakambangan dan menyusuri pantai Pasir Putih di Karang Pandan. Yang pastinya berbeda lokasi dengan wilayah yang untuk memasukinya perlu izin dari pemerintah.
Inilah perjalanan kami di kapal menuju Nusakambangan
Dan inilah perjalanan kami yang pertama di bulan November 2017 yang lalu; 

Jakarta, 19 Januari 2018.

18 January 2018

Bertemu Teman Lama #1

Ini pertemuan kecil yang kami lakukan di sore hari. Salah seorang teman kami yang mudik dari Sumatera mengundang kami untuk berkunjung ke rumahnya yang lokasinya masih dalam satu kecamatan dengan saya. Kabar ini pun baru dapat kami akses setelah delay beberapa saat. Ini terjadi karena nomer seluler saya kurang terjangkau oleh sinyal provider. Sehingga berita yang saya kirim atau yang saya terima selalu membutuhkan waktu.
Kiri ke kanan teman kami; Eling, Agustina, Sutomo. Pujiono, dan Heri Pranoto.


Dan yang lebih memprovokasi agar kami datang ke rumahnya adalah dirimkannya gambar durian yang terlihat mulus dan tampaknya matang pohon. Maka dengan motivasi ingin makan durian yang terbalut rindu, saya bersama anak datang ke lokasi yang dikirimkan kepada kami sekitar waktu Ashar.

Pertemuan dari ngobrol utara selatan itu hingga selepas Magrib. Kami bercengkerama seputar kehidupan kami masing-masing, serta diskusi berkenaan dengan rencana pertemuan degan teman-teman lama yang akan berlangsung di Gunungsimping, Cilacap, awa Tengah pada Sabtu, 30 Desember 2017.

Dan seusai ngobrol, kami pulang sebelum terlebih dahulu mengitari kota Purworejo, dimana masa muda saya ada di kota ini; 



Jakarta, 18 Januari 2018.

Manggrove di Gedangan, Purworejo

Salah satu tujuan perjalanan kami di kampung saat mudik adalah melihat bagaimana tetangga desa memberdayakan diri dengan mengeksplorasi lingkungannya untuk semua orang. Yaitu membuat tempat rekreasi dan edukasi mangrove. 
Kontribusi untuk kas desa.
Lokasinya ada di desa Gedangan, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Bisa dilihat pada halaman ini;

Desa Gedangan adalah desa yang dilintasi oleh berbagai kendaraan, yaitu lintas Jalan Selatan-Selatan. Atau sering orang setempat menyebutnya sebagai jalan Daendels.

Jakarta, 18 Januari 2018.

Perjalanan Mudik Akhir 2017

Agak terlambat saya membuat catatan disini tentang mudik saya bersama anak. Hanya berdua kami melakukan perjalanan Jakarta-Purworejo dan kembali lagi ke Jakarta. Karena memang yang paling memungkinkan kami berdua untuk melakukan perjalanan mudik. Meski demikian, kami menikmati saja.

Pertama kali kami memilih waktu yang pas untuk mudik. Mengingat waktu yang tersedia bagi kami adalah pekan terakhir di Bulan Desember 2017. Dimana terdapat dua hari Senin yang libur umum. Yaitu Senin tanggal 25 Desember dan Senin tanggal 1 Januari. Maka diantara waktu itulah kami memilih.

Dan alhamdulillah waktu yang kami pilih menjadi waktu yang sangat tepat dalam melakukan perjalanan. Sepanjang menuju Jawa Tengah, atau saat kembali ke Jakarta, kami tidak menemukan kemacetan atau antri karena volume kendaraan atau karena lampu lalu lintas sekalipun. Jalanan benar-benar pas untuk berkendara secara maksimal yang mampu saya lakukan.
Istirahat kami yag terakhir untuk rute Jakarta-Purworejo adalah di rest area Mang Engking yang terletak di Kecamatan Rowokele, Gombong. 

Meski demikian, kami tetap menggunakan pakem jalan yang sama di kegiatan mudik kami sebelum-sebelumnya. Yaitu menikmati jalanan. Untuk jarak tempuh sejauh itu, kami mengambil lima (5) kali istirahat yang masing-masingnya berdurasi 30 menit. Jadi total waktu yang kami butuhkan untuk istirahat berkisar satu setengah jam.

Bisa di cek disini; 



Jakarta, 18 Januari 2018.