Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

31 December 2016

Kinerja #15; Beda Ekspektasi

Berkenaan dengan kemampuan berbaha asing, utamanya Bahasa Inggris, kami mencoba untuk membuat ekspektasi kompetensi yang berbeda antara guru yang mengampu Mata Pelajaran Bahasa Inggris dengan guru kelas, misalnya.  Atau dengan guru yang mengajar Matematika dan Sains, atau juga dengan guru yang mengampu Mata pelajaran Agama. Hal ini karena memang dalam kenyataannya berbeda apa yang seharusnya mereka berikan dalam pembelajaran di kelasnya. Ekspektasi tersebut kami sepakati menggunakan standar angka setara TOEFL. 

Demikian pula pada tahap awal kami menjalankannya. Maka kami secara bersamaan bekerjasama dengan lembaga bahasa untuk melakukan asesmen. Dari hasil asesmen tersebut kami akan menyampaikan ekspektasi yang seharusnya guru tersebut miliki dalam berbahasa, serta tahapan untuk tahun berikutnya, yaitu pada menjelang akhir penilaian kinerja.

Tanpa tahun kinerja berikutnya, kami akan melakukan asesmen ulang setelah selama satu tahun tersebut kami memberikan kesempatan kepada para guru melakukan perbaikan kemampuan dengan melalui kegiatan belajar bersama.

Demikian pula dengan ekspektasi menghafal surah Al Quran, yang juga menjadi bagian penting bagi tenaga pendidik kami. Maka tidak semua guru akan kami berikan target yang sama tetapi juga melihat kepada latar belakang dan  Mata Pelajaran yang diampunya.

Juga dalam mengusahalan agar semua teman dapat terus menerus menambah dan memperbaiki hafalannya. Yang setiap durasi penilaian kinerja akan menjadi bagian yang harus disertakan bukti hafalannya.

Dan apakah dengan target-tearget semacam ini kami mulus menjalaninya dari waktu ke waktu? Tidak selalu. Karena di tengah perjalanan selalu saja ada masukan atau bahkan kritikan. Yang tentunya dapat membuat kami semakin hari semakin menjadi lebih berbeda atau juga menjadi lebih sempurna.

Jakarta, 31 Desember 2016

Kinerja #14; Berharap untuk Kemajuan Lembaga

Apa yang kami lakukan berkenaan dengan kinerja guru dan karyawan dengan menggunakan yang memang benar-benar mampu sebagai pembeda antara satu orang dengan yang lainnya di lembaga, tidak lain adalah untuk memastikan bahwa perjalanan yang kami tempuh benar menuju kepada harapan kami, kemajuan lembaga.

Untuk itu, kami selalu mendiskusikan hasil penilaian yang kami dapatkan dari unit-unit lembaga yang ada. Baik berkenaan dengan hasil kinerja orang per orang, termasuk didalamnya membuat refleksi sejauh mana format kinerja telah mampu menjadi penyaring dan pembeda atau kompetensi guru dan karyawan yang ada.

Dan hal seperti ini memunginkan bagi kami untuk melihat kembali kekuatan parameter yang kami gunakan. Apakah masih dibutuhkan penyempurnaan pada alat ukurnya, atau sekedar mempertajam parameter yang telah ada sebelum. Dan kalau itu yang harus kami lakukan, maka pada sisi manakah pertajaman tersebut kami lakukan.

Karena, kami menyepakati bahwa, kalau alat ukur yang kami pakai tersebut valid dan reliabel, maka mimpi kami bahwa guru dan karyawan yang tersaring adalah mereka yang memiliki daya saung diri unggul. Yang pada dampaknya adalah bagi keberlangsungan lembaga dimana kami semua berada.

Meski harus juga kami legowo untuk mendengar dan menerima masukan. Baik masukan yang benar-benar memberikan kontribusi bagi  pertajaman alat ukur dan pengembangan penilaian kinerja secara keseluruhan. Pun juga kritikan atau bahkan kecurigaan atau sekedar mempertanyakan integritas para penilainya.

Dan untuk memastikan atau setidaknya untuk mengurangi subyektuivitas dalam memberikan penilian, maka penilaian tersebut dilakukan oleh tidak hanya atasan langsung dari guru dan karyawannya. Tetapi juga kepada masing-masing individu dan juga teman kolega.

Jakarta, 31.12.2016.

28 December 2016

Kinerja #13; Mempertajam Indikator

Refleksi dari apa yang kami lakukan pada tahun 2015 berkenaan dengan kinerja Guru dan Karyawan, yang durasinya di lembaga kami Januari-Desember, bersama teman-teman kami mencoba untuk mempertajam indikator dari kinerja. Ini tujuannya adalah untuk membedakan antara satu dengan yang lain dalam beberapa aspek yang kami telah tentukan. Dan perhatiannya adalah pada aspek yang berkait dengan etos kerja.



Pertajaman ini setelah kami semua menengok apa yag pernah kami lakukan di tahun sebelumnya yang terlihat telah baik namun pada perjalanan berikutnya dirasa kurang menjadi pembeda. Harapannya adalah untuk menjadi acuan bagi kami dalam memperingkat satu guru dengan yang lainnya dengan peringkat yang mudah dilakukan oleh asesor dan juga menjadikan hasilnya sebagai acuan yang lebih akurat.

Kami masih belum mengetahui akan seperti apa lagi perkembangan dari apa yang kami lakukan di akhir tahun 2016 ini terhadap sistem kinerja kami. Utamanya apakah alat ukur yang kami telah susun dengan perbaikan tersebut telah mencapai pada tahapan kehandalan dan juga ketepatan atau belum, namun setidaknya kami merasakan ada yang lebih baik dalam melakukan penilaian dan hasilnya antara tahun ini di banding tahun lalu. Semoga.

Meski begitu, kami juga telah mendapatkan masukan dari beberapa teman guru bahwa Manajemen sekolah lebih fokus kepada ketidakterlambatan kehadiran dalam bekerja dan bukan kepada hasil kerjanya. Masukan yang bagus memang. Kami terima kasukannya walau tidak sepenuhnya menjadi pijakan kami selanjutnya. Namun karena masukan itu datangnya justru dari mereka yang memang selalu datang terlambat masuk kerja, maka kami menganggap hal itu tidak sekedar masukan positif buat sekolah, tetapi lebih kepada pembelaan diri dan argumentasi untuk kepentingan diri sendiri. 

Jakarta, 28 Desember 2016.

27 December 2016

Kehilangan Momen Bertemu

Saya harus kehilangan momen untuk bertemu dengan teman lama yang pada akhir tahun 2016 ini mempunyai agenda berbeda tetapi memiliki esensi yang sama. Yaitu reuni. Tapi apa mau dikata, bahwa pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh teman-teman di kota dimana kami bersekolah bersama, tanpa kehadiran saya. Dan ini menjadi hal yang mengecewakan dengan saya, namun pasti tidak memiliki berarti dengan teman-teman saya yang memang menyempatkan diri untuk bertemu.

Seperti hari ini, 27.12.2016, sebagian teman saya akan berkumpul di lokasi dimana mereka dulu pernah bersama ketika muda. Mereka berkumpul. pasti, dengan penuh kegembiraan, dibalut dengan kenangan masa lalu, ketika kota kami begitu rindang dan asri.

Dan esok, tanggal 28.12.2016, akan ada pertemuan lagi, dengan momentum pernikahan anak sulung seorang teman, salah satu dari kami. Meski acara pernikahan anak, sebagaimana dengan yang pernah berlangsung sebelumnya, tidak ayal akan menjadi momentum bertemu dan berfoto. Demikian pula dengan hari besoknya lagi, 29.12.2016, akan ada momentum yang sama. Pernikahan anak sulung dari salah satu angkatan sekolah kami.

Dan pada ujungnya adalah tanggal 31.12.2016, yang menjadi puncak dari peertemuan resmi berikutnya. Meski bukan reuni untuk semua angkatan yang ada di sekolah kami, biasanya angkatan lain yang hadir juga akan menambah semarak acara tersebut.

Dan saya, cukup memberikan komentar setelah salah satu teman kami mengirim foto kebersamaan mereka di media grup yang kami punya...

Jakarta, 27 Desember 2016. 

21 December 2016

Dialog tentang Pilihan

"Siapa kandidat yang akan kamu pilih? Mengapa kamu memilihnya?" tanya saya kepada serombongan para pemilih di papan display visi dan misi dari tiga kandidat, yang ditempel di lorong dengan lokasi pemilihan pada suatu hari. Masing-masing kandidat, dalam poster mereka, tercatum visi dan misinya serta foto pribadinya. Saya sendiri memang baru melihat poster itu terpasang pada saat kami bertemu. Dan karena baru melihatnya, maka terdorong rasa ingin tahu, saya mencoba mencermati dan membaca apa yang tertera dari masing-masing kandidat.

Ada tiga anak perempuan yang berhenti lalu mencoba menjawab apa yang telah saya lontarkan kepadanya. Saya tetap menunggu karena memang rasa ingin tahu saya terhadap kesan dan pendapat anak-anak terhadap kualitas dari 3 orang kandidat yang dijagogakan dalam pemilihan menjadi ketua Student Council, di SD yang adalah setara dengan OSIS di sekolah pada umumnya.

"Saya tertarik untuk kandidat yang ini Pak. Menurut saya dia visi dan misinya bagus. Dia religius sekali. bagus pak untuk sekolah kita." Jawab seorang anak yang masih duduk di kelas empat. Dia mengemukakan itu dengan spontan.

Mendengar jawabannya yang mantap, maka saya segera membaca semua yang ditulis oleh dan tentang ketiga kandidat tersebut. Saya coba membandingkannya. Dan saya menemukan apa yang menjadi argumen buat anak-anak ketika mereka akan memilihnya di pemilu dalam pemilihan ketua Student Council tahun 2017 yang jatuh pada Senin, 19 Desember 2016.

Pada hari yang berbeda, saya mencoba untuk mengulik informasi, atau pendapat, atau argumentasi, dari rombongan anak yang lain, yang kebetulan bertemu di lorong sekolah yang sama. 

"Siapa kandidat yang akan kamu pilih? Mengapa?" Lalu kembali saya mendapat jawaban bagus dari rombongan anak tersebut. Katanya; "Saya akan memilih, mungkin yang ini atau mungkin yang itu Pak. Tapi tidak akan memilih yang ini." Jawabnya dengan lancar sembari menunjuk-nunjuk poster dengan jari telunjuknya. 

"Karena kalau yang ini terlalu keras Pak. Saya yakin bahwa tidak semua orang, terutama anak perempuan yang tidak sependapat dengan dia. Walau saya menghargai kalau visi dan misinya memang bagus untuk sekolah seperti sekolah kita. Tetapi tidak semua anak akan bisa melakukannya."

Saya terdiam dan mencoba mengkaitkan apa yang menjadi visi dan misi dari ketiga kandidat tersebut dengan apa yang diungkapkan oleh anak tersebut. Dalam hati daya merasa bangga dengan apa yang diungkapkan anak-anak tersebut. Mereka pandai mengemukakan pendapatnya. Hebat!

Jakarta, 21.12.2016

Latihan Pensiun

Mungkin seperti pegawai yang akan menjelang pensiun dari status kepegawaiannya karena memang usia telah mendekati di ujung pensiun, seperti itulah yang saya rasakan. Walau saya pastikan ini bukan untuk sesuatu yang persis sama. Karena saya sendiri memang bukan seorang PNS. Saya hanya sebagai pegawai swasta. Yang kebetulan di sisa waktu kosongnya, sore hingga malam hari, atau juga waktu cuti saya, diberikan kesempatan untuk ikut terlibat di lembaga lain sebagai bagian dari mereka namun diluar status kepegawaiannya.

Dan keterlibatan itu berdurasi lima tahunan, yang kebetulan telah berakhir pada periode saya di kuartal ketika tahun ini, 2016. Artinya jika dalam durasi tersebut telah berakhir dan kemudian kesempatan untuk ikut serta dalam lembaga tersebut diakhiri, maka saya sesungguhnya masuk juga ke dalam masa pensiun? Lebih lanjut, jika itu saya alami, bukankah saya juga masih menjadi pegawai tetap di lembaga dimana saya memang tercatat sebagai pegawai, yang kebetulan durasinya adalah berdasarkan usia, maka saya belum masuk masuk masa pensiun.

Maka inilah yang saya maknai sebagai latihan pensiun. Utamanya bagi diri saya sendiri. Jadi ketika ada keterlibatan dari lembaga lain yang memperbantukan saya sebagai bagiannya diakhiri, maka pada waktu itulah saya sesungguhnya sedang menjalani masa latihan untuk pensiun.

Karena saya merasa tiba-tiba memiliki waktu yang lumayan banyak untuk langsung pulang ke rumah ketika jam kerja telah usai di pukul 15.30. Dan dari kantor itulah saya tidak perlu lagi menuju ke lembaga yang memperbantukan saya tersebut, tetapi langsung ke rumah. Dan menjadi terasa mewah saat pukul 17.00 saya telah menjalani kehidupan sebagai diri pribadi, berganti kaos, dan berjalan santai di seputar kompleks. Alhamdulillah.

Inilah yang saya maksudkan sebagai latihan pensiun saya.

Jakarta, 12.21.2016.

09 December 2016

Berhenti Menulis

Masuk pekan ke-4 saya kembali dijangkiti penyakit malas dan kemudian berhenti menulis sepanjang waktu itu. Penyakit yang membuat saya buntu ide untuk menuliskan apa yang memang biasa saya membuat catatan. Utamanya di halaman ini. Ada banyak sekali kemalasan yang menyergap masuk dalam sendi-sendi jemari ketika akun sudah berhasil saya buka. Dan itu nyaris berulang kali. Baru pagi ini saya mencoba kembali membuka halaman buku catatan saya untuk mencoba mencatatkan apa yang sesungguhnya sedang saya alami. 

Saya berpikir apakah karena memang ketiadaan ide yang menyangkut di dalam benak saya? Atau mungkin tidak ada peristiwa yang bersentuhan dengan saya sehingga benak saya sama sekali tidak bergerak untuk kemudian mencatatnya disini?

Ternyata tidak. Karena dalam pekan-pekan ini betapa peristiwa terus mengalir dan bergulir amat lebat diseantero saya. Dan semuanya tidak berhasil saya ubah menjadi catatan ringan. Sebagai penanda kehadiran saya pada waktu dan peristiwa sedang berlangsung. Dan semua berlalu.

Jakarta, 9 Desember 2016.

15 November 2016

Ibu Guru PAUD

Dalam sebuah pertemuan dengan guru-guru yang mengajar di lembaga pendidikan pra sekolah beberapa waktu yang lalu, saya sedikit terkesima dengan testimoni 'keberhasilan' seorang guru dengan metodologi mengajarnya. Ibu guru itu tergolong senior dibandingkan dengan teman-temannya yang ada dalam forum itu.

"Di SD, peringkat 1 sampai dengan peringkat 20nya adalah alumni dari PAUD ini Pak. Karena anak-anak kami rata-rata sudah benar-benar siap masuk jenjang sekolah dasar. Mereka sudah 0andai membaca dan juga berhitung." Begitu Ibu guru tersebut menyampaikan di forum setelah saya memberikan kesempatan kepada peserta untuk menyampaikan apa yang bagus mereka alami bersama peserta didiknya. Dan setelah beerapa guru sebelumnya menyampaikan, giliran ibu guru itu.

"Dan untuk mengisi waktu saya di rumah, setelah urusan keluarga, saya membuka rumah les di rumah saya Pak." Begitu lanjutnya.

Dan untuk testimoninya yang pertama, tentang membaca, menulis, dan berhitung, saya sempat menyampaikan bahwa usia pra sekolah tiga keterampilan tersebut bukan menjadi standar kelulusannya. Karena nanti dapat mengacaukan pertumbuhan dan perkembangannya. Dan saya menyampaikan serta mengajak mereka mempraktekkan keterampilan yang selalu menjadi ruang bahagia untuk.anak-anak, yaitu bercerita dan bernyanyi. 

Namun Ibu itu mencoba memberikan ilustrasi metodologinya sebagai langkah untuk membuat apa yang disampaikannya di kelas menjadi mudah diingat dan dimengerti siswa dan siswinya.

"Saya selalu mengkaitkan materi menulis dan membacanya dengan benda nyata yang ada di kehidupan terdekat siswa Pak. Misalnya untuk angka 4, saya personifikasikan sebagai kirsi yang dibalik. Angka 8 untuk kacamata saya dengan posisi berdiri. Jadi jika ada kebingungan, personifikadi itu saya kemukakan. Sehingga anak-anak secara bertahap akan mengerti dan menguasai itu." Demikian Ibu guru itu mempromosikan keberhasilannya dalam memintarkan membaca, menulis, dan berhitung ketika siswanya menjelang usia 6 tahun.

Lalu saya sampaikan perranyaan kepada farum;

"Bapak dan Ibu, siapa disini yang pernah kuliah?" Hanya satu Ibu guru yang mengangkat tangannya. Beliaulah penanggungjawab di sekolah itu. Dan itu memberikan gambaran kepada saya tentang fenomena pendidikan di bangku pra sekolah yang pasti ada di pelosok sekalipun!

Jakarta, 15.11.2016.

08 November 2016

Belajar Menginap #20; Kampung Lebaksaat, Pengalengan

Seperti tahun sebelumnya, pada tahun 2016 ini, sekolah juga menyelenggarakan kegiatan 'Siswa Menginap di Desa' sebagai upaya pengembangan karakter positif siswa. Antara lain karakter mandiri, tabah atau tidak mudah menyerah, santun, bekerja keras, dan peduli.

Hal ini dimungkinkan karena sepanjang 3 hari anak-anak akan tinggal di rumah orangtua asuhnya masing dan hidup sebagaimana orangtua asuh tersebut menjalani hidup sehari-hari. Maka ada beberapa profesi orangtua asuh yang dijalani oleh anak-anak perserta didik kami.

Desa yang menjadi lokasi kegiatan Siswa Menginap di Desa adalah desa yang terletak di ketinggian 1.200 diatas permukaan air laut. Dengan udara yang berkisar antara 17 derajat celcius. Dengan kontur tanah yang berlereng-lereng. Dan dimana ketika kami datang bersama siswa dalam musim hujan yang turun sepanjang hari.

Lokasi yang selalu berbeda pada setiap tahunnya. Sehingga kami selalu mengenal.orangtua asuh baru. Perangkat desa baru. Tokoh masyarakat baru. Juga karakter warga desa baru. Dan untuk tahun 2016 ini lokasi yang kami pilih adalah Kampung Lebaksaat, Desa Tribaktimulya, Kecamatan Pengalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Sebuah Desa, pak kepala desanya bernama Pak Cahya, berada tidak jauh dari lokasi PLTA Lamajan, Pengalengan. Dengan lanskap pemandangan lataknya ada di atas awan ketika kita memandang lurus ke utara. Sedang arah barat akan tampat Gunung Tiga yang hijau lebat tanaman hutan yang menjadi sumber air bagi PLTA.

Dengan lapangan pekerjaan bagi warganya yang berfariasi, seperti peternak.sapi perah, petani, petani penggarap, buruh perkebukanan, pedagang pasar, dan pegawai. Dan dengan demografi seperti itulah siswa kami dapat memperoleh kegiatan yang beragam selama tiga hari keberadaan mereka dalam menginap di rumah orangtua asuhnya. 

Sebuah desa yang penghuninya nyaris berasal dari satu keturunan. Maka tidak heran kalau satu dengan yang lainnya memiliki hubungan darah yang telatif masih dekat.

Jakarta, 8.11.2016.

07 November 2016

Belajar Menginap #19; Menyaksikan PAUD Ibu Aisah

Ketika kami.sampai di lokasi baksos, yaitu.di sebuah lembaga pendidikan untuk anak usia 4 sampai 6 tahun, segera kami temui penanggungjawab sekolah yang kebetulan sedang berada di tempat.  Kami sampaikan tujuan kedatangan kami kepada beliau dan staf guru untuk apa saja. Beberapa perlengkapan yang kami bawa memang sudah kelihatan nyata seperti karpet kelas, yang akan dipasang di.setiap lantai kelas karena anak-anak memang belajar tidak dengan menggunakan kursi tetapi duduk di lantai dengan membuka alas kaki terlebih dahulu, meja dan kursi untuk guru, white board, serta beberapa lembar tripleks pelapis.

Juga, yang belum.disbutkan di atas, yaitu; dua dus lemari buku knock down, alat bermain anak-anak, dan perlengkapan kerja pertukangan. 

"Mimpi apa kami.Bapak, tidak menyangka akan mendapat begini banyak bantuan dari Bapak. Nuhun... Terimakasih Bapak." Demikian Ibu Aisah, sebagai penanggungjawab sekolah PAUD itu menyambut kedatangan kami. 

Walau memang kedatangan kami kali ini bukan yang pertama kali. Karena sebelum kami datang dengan begitu banyak membawa bantuan dari para donatur, yang adalah para orangtua siswa dari peserta didik kami di Jakarta, ada tim survey yang melakukan peninjauan sebelumnya dengan memberikan laporan apa saja bentuk bantuan yang dapat disampaikan kepada masyarakat daerah tujuan kami menginap bersama siswa, yang berada di ketinggian 1.200 diatas permukaan air laut tersebut.

Bapak dan Ibu Guru di PAUD sedang mengikuti pelatihan.
Artinya, Ibu Aisah masih juga berkaca-kaca air mukanya ketika menyaksikan apa yang kami lakukan di ruang-ruang kelas lembaga pendidikannya sebagai rasa kesyukurannya. Didampingi staf gurunya, beliau membersihkan sisa plastik dan kardus serta tali ravia yang merupakan bungsus dari perabot yang sedang kami pasang.

Dan pada catatan saya ini, meski saya berposisi sebagai bagian dari penyalur donasi pihak.lain kepada lembaga PAUD yang menjadi tanggungjawab Ibu Aisah tersebut, memberikan rasa haru. Menyaksikan dan melihat langsung ekspresi syukur Ibu-Ibu guru di sebuah wilayah desa atas sumbangan untuk lembaga dimana mereka bekerja memberikan pelayanan edukasi kepada peserta didiknya yang diterimanya.

Jakarta, 7.11.2016

05 November 2016

Kemana Akhir Cerita Perjalanan Saya?

"Bapak mestinya melakukan apa yang Mas itu sudah jalani. Kenapa? Karena menurut saya apa yang sudah Bapak lakukan memungkinkan bagi Bapak untuk naik tangga berikutnya. Bapak jangan berada di sini. Saya punya keyakinan bahwa lokasi Bapak sekarang adalah halte transit." Begitu teman saya menyampaikan 'bujukan' kepada saya ketika kami dalam satu perjalanan.

Saya cukup merenungi kata-katanya. Tidak berani menyampaikan balasan apalagi ulasan. Saya menyadari siapa sebenar-benarnya saya. kekuatan dan juga kelemahan serta kekurangannya. Dan karena itu maka saya hanya merenungi pendapat teman,  yang memiliki maksud agar saya 'melanjutkan' perjalan karir berikutnya. Namun, sekali lagi, sungguh saya memahami harus seperti apa saya di 'perjalanan' berikutnya.

Teman saya memberikan gambaran dan mungkin dorongan ke arah yang mereka bayangkan bahwa saya berada  di atas panggung dengan tepuk tangan yang meriah setalah pembawa acara menyebutkan siapa saya. Namun, sekali lagi, saya justru tidak melihat orang yang memberikan sabutan dan teriakan applaus meriah di atas panggung.

Yang terbayang bagi saya di lokasi berikutnya adalah sambutan hangat orang-orang yang tidak beralaskan kaki serta bertutup kepala khas warga pedesaan. sebuah bayangan yang saling tidak bertemu. Bayangan yang justru memberikan persepsi yang saling bertolak belakang tentang makna naik tangga. Konsep yang tidak berkesinambungan. Dan saya tetap kepada bayangan saya sebagaimana yang telah saya ungkapkan. 

"Bagaimana Pak? Saya siap support." tambah teman saya lagi dengan sedikit memberikan tekanan pada kata bagaimana?

Jakarta, 6 November 2016.

Belajar Menginap #18; 3 Hari di Lebaksaat

Senin, 31 Oktober 2016 hingga Rabu, 2 Nopember 2016, saya berkesempatan mengantar tim advance kegiatan Siswa Menginap di Desa dari sekolah untuk peserta didik SMP. Juga menunggui para peserta didik itu berkegiatan hingga hari kedua kegiatan. Kegiatan berlangsung di Kampung Lebaksaat, Desa Tribaktimulya, Kecamatan Pengalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Inilah bentang alam kampung Lebaksaat yang menjadi tujuan kegiatan peserta didik kami menginap di rumah-rumah warga; 
https://www.youtube.com/watch?v=rqP5BTDtlmE

Begitu hadir di kampung Lebaksaat, maka kegiatan pertama yang kami lakukan adalah menurunkan semua logistik kegiatan, termasuk, yang sebagian besarnya adalah bahan donasi untuk warga setempat. Beginilah kesibukan kami, anggota tim bersama warga yang menyambut kami; 
https://www.youtube.com/watch?v=YCpWXdCHF6Q

Sore hari hingga esok paginya, kami melakukan bantuan perbaikan mebeler untuk RA Al Barokah, yang berada di tengah-tengah kampung tersebut. Juga memberikan kegiatan pencerahan untuk para guru yang bergiat di RA/TK dan TPA yang barada dan tersebar di desa tersebut. Beginilah penampakan kegiatan kami; 
https://www.youtube.com/watch?v=ZZmpOjWv57w

Jakarta, 5 Nopember 2016

31 October 2016

Rasio Guru Siswa

Ada pernyataan dari Wakil Presiden RI berkenaan dengan perbandingan guru: siswa dalam sebuah forum bulan lalu, bahwa perbandingan 1:18, tergolong mewah. Karena rasio guru: siswa yang sederhana adalah 1:20 siswa sesuai dengan PP 74/2008 tentang Guru .

Perbandingan atau rasio guru:siswa yang tergolong mewah semacam itu bagi sekolah swasta seperti kami, adalah rasio yang masih terlalu melelahkan untuk seorang guru dalam interaksinya di sekolah dalam memberikan pelayanan kepada peserta didiknya. Oleh karenanya sekolah swasta seperti kami akan merekrut beberapa guru sebagai pendekatan agar peserta didik bernar-benar dapat diikhtiarkan semaksimal mungkin pelayanannya. 

Artinya, jika rasio 1:18 oleh negara masih dalam pandangan kemewahan, maka bagi sekolah swasta seperti kami akan menjadikan sebuah peluang dan sekaligus sebagai tantangan tersendiri dalam melangsungkan keberlangsungannya. Hal ini karena bebeberapa faktor yang antara lain adalah, Pertama; pemahaman akan konsep pelayanan terhadap peserta didik.

Kedua, biaya operasional per siswa per bulan yang harus menjadi sisi daya saing bagi sekolah swasta seperti kami agar hal ini menjadi titik pandang masyarakat terhadap ketertarikannya mereka kepada sekolah yang kami kelola.

Ketiga, jika memang sekolah swasta seperti kami bermaksud menjadikan perhatian guru kepada peserta didiknya di dalam kelas yang lebih optimal, maka mengurangi jumlah radio siswa menjadi bagian strateginya. Karena dengan jumlah siswa yang lebih sedikit dalam penanganan dan tanggungjawab guru di dalam kelas akan memungkinkan optimalisasi itu. Sekali lagi, ini bermakna sekali dalam perhitungan biaya operasional sebuah lembaga.

Keempat, bagi sekolah swasta seperti kami, program kegiatan sekolah, yang diantaranya mengambil peran serta dari kualitan guru, dan biaya operasional per siswa per bulan, adalah kunci bagi keberlangsungan dan daya saing sebuah lembaga. 

Dengan melihat beberapa hal tersebut, maka pernyataan Bapak Wakil Presiden berkenaan dengan rasio guru siswa sebagaimana yang penulis kutip pada awal tulisan ini, menjadi cermin sekaligus tantangan untuk terus menerus memberikan peluang bagi guru untuk memberikan pelayanan paling unggul dalam interaksi edukatifnya kepada peserta didik. 


Jakarta, 31 Oktober 2016.

29 October 2016

Menemani 'Perubahan' Guru #36; Apa Apresiasi Sekolah Kepada Saya?

"Kalau kekeliruan yang telah saya perbuat ini menjadi bagian penting di mata sekolah, maka apakah sesungguhnya apresiasi sekolah kepada saya selama ini? Bahwa sekolah namanya terangkat karena beberapa prestasi yang saya kontribusikan dengan kegiatan bagus untuk dan atas nama sekolah?" Demikian kata-kata yang keluar dari anak muda, guru saya suatu ketika ketika saya harus menyampaikan konsekuensi yang didapatnya. Agak kecewa saya dengan pernyataan yang begitu ketus. Sebuah pendapat yang sungguh saya sendiri tidak menyangka.

Bagaimana bisa bahwa kekeliruan yang dia telah lakukan harus saya toleransi hanya karena dia selama ini memang berkontribusi positif terhadap sekolah? Ini sebuah kenyataan yang amat sering dilakukan oleh para teman guru di mana saja. Bahkan termasuk diantaranya saya sendiri ketika belum pernah berada pada posisi sebagai pimpinan sekolah.

Dan inilah yang harus menjadi tanggung jawab Kepala Sekolah untuk tetap mampu memberikan koordinat positif bagi teman-teman guru yang memang membutuhkan informasi atau cara pandang yang lain, dimensi berpikir yang berbeda. Meski logikanya tidak harus selalu dari sisi disiplin!

Banyak jendela disiplin ilmu yang dapat memberikan logika bahwa kalau berjasa maka saya boleh apa saja di sekolah, termasuk diantaranya terlambat masuk kelas atau bahkan tidak masuk sekolah sekalian. Tentu dengan argumentasi bahwa saya sedang berada di luar sekolah untuk dan atas nama sekolah.

Jakarta, 29 Oktober 2016.

Menemani 'Perubahan' Guru #35; Menentukan Guru Kelas

Hal penting menjelang akhir tahun pelajaran, paling terlambat, atau menginjak di awal atau palin terlambat pada  akhir semester II, adalah sekenario penentuan guru kelas. Utamanya yang menjadi bagian amat penting di lembaga sekolah formal yang saya ikut serta berada di dalamnya adalah untuk tigkat KB/TK dan SD. Penting karena guru kelas adalah guru yang memang berdomisili nyaris sepanjang hari di kelas tersebut. Hal ini karena untuk unit sekolah KB/TK dan SD guru mengampu mata pelajaran inti yang ada unit tersebut. Berbeda untuk tingkat sekolah lanjutan, dimana guru wali kelas bertanggungjawab edukasi dan administrasi di kelas tersebut dengan tetap mengampu mata pelajarannya sendiri.

Lalu apa yang membuatnya penting posisi guru kelas? Karena beliau-beliau adalah representasi unit dan sekaligus lembaga pendidikannya. Khusus di sekolah sawasta, keberadaan beliau dengan kualifikasi yang memuaskan atau bahkan yang out standing, adalah harapan bagi semua pihak yang menjadi stake holder di kelasnya tersebut. Baik yang menjadi peserta didiknya di dalam kelas, bagi kepala sekolahnya, bagi rekan pararelnya, dan utamanya bagi masyarakat yang menjadi orangtua dari peserta didiknya.

Lalu bagaimana jika kualifikasi yang dianggap penting bagi Bapak dan Ibu Guru di posisi guru kelas tersebut justru memiliki kualifikasi yang kurang? Maka inilah masalah yang akan saya saya catat dalam 'cerita perjalanan' saya ini. Karena teman-teman yang seperti ini yang benar-benar membutuhan bantuan,  sokongan, atau bahkan pemahaman bagi lingkungannya. Bantuan dan sokongan terutama dari teman pararel dan pimpinan di unit sekolahnya, juga pengertian bagi teman-temannya.

Lalu bagaimana kita sebagai bagian dari unit sekolah, seperti pimpinan sekolah, mengetahui berada di mana teman-teman kita yang berada pada posisi guru kelas tersebut berkualifikasi? Tidak lain dan tidak bukan, terutama yang saya alami di sekolah swasta, adalah masukan dari lingkungannya. Ya dari teman koleganya, dari siswanya, dan utamanya dari orangtua peserta didiknya.

Akan tetapi, semua bentuk bantuan, sokongan, dan pengertian itu menjadi tidak relevan lagi manakala teman tersebut justru memberikan resistensi terhadap apa yang disampaikan oleh lingungannya. Meski, sekalilagi, bahwa informasi atas kekuranganya telah bertebaran di grup WA dari orangtua peserta didiknya.

Namun dengan mengambil pekajaran dan masukan yang ada, saya selalu menyarankan kepada para impinan sekolah agar menentukan guru-gurunya untuk menempati posisi guru kelas dengan pertimbangan yang utama adalah kemampuan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi peserta didiknya. Dan ini dapat dilihat dari rekam jejak sebelumnya. Dengan memegang teguh prinsip utama ialah, tidak ingin direpotkan dengan komplain pada perjalanan pembelajaran di kemudian hari. Meski guru yang bersangkutan adalah guru yang telah memiliki jam terbang tinggi atau meski guru itu adalah guru yang telah tersertifikasi sebagai Guru Profesional dari pemerintah. Sekalipun!

Jakarta, 29 Oktober 2016.

13 October 2016

Menemani 'Perubahan' Guru #34; Memilih Guru

Katika kalender pendidikan sudah menginjak pada Desember, sebagai bagian dari lembaga pendidikan swasta yag harus menghidup diri sepenuhnya dari masyarakat, maka kesibukan kami tidak saja pada persiapan penerimaan siswa baru, tetapi juga pada penilaian kinerja guru. Sebuah kegiatan rutin yang penuh tantangan. Dimana ending dari kegiatan penilaian kinerja adalah penentuan atau pengambilan keputusan untuk guru dalam kenaikan gaji, peningkatan status kepegawaiannya, dan juga sebagai feedback bagi manajemen sekolah untuk menentukan arah sekolah berikutnya.

Maka pada catatan saya kali ini akan fokus kepada peningkatan status kepegawaian guru, seperti status guru yang dalam posisi kontrak menjadi tetap. Dan ini sama pengertiannya dengan memilih guru-guru terbaik bagi sekolah. Dan yang terbaik adalah mereka yang memenuhi standar yang telah dijadikan bagi standar di sekolah kami. Tujuannya tidak lain adalah memastikan bahwa mereka nantinya menjadi pengganti handal atau yang akan membawa lembaga sekolah kami yang, sekali lagi, sekolah swasta, tetap menjadi pilihan bagi warga masyarakat karena memberikan sesuatu yang dibutuhkannya. Semoga.

Jika demikian, maka tidak sulit bagi Kepala Sekolah memberikan rekomendasi guru yang mana yang sekarang masih dalam posisi kontrak untuk diangkat sebagai guru dalam posisi tetap oleh Yayasan. Namun dalam kajian realistis, sesuatu yang tidak sulit tersebut sering menjadi batu sandungan bagi pengambilan keputusannya.

Kendala yang sering muncul bagi sekolah dalam memilih guru-guru pilihannya antara lain adalah; Pertama, adanya ikatan darah antara guru yang akan dipilih dengan salah satu anggota manajemen yang ada di sekolah tersebut. Kendala ini berada di bagian non teknis, yang kadang membutuhkan strategi bagaimana mengkomunikasikan. Pada posisi saya sebagai penerima rekomendasi, biasanya saya akan mengajak Kepala Sekolah untuk menggali lebih dalam lagi berkenaan dengan rekomendasi yang dibuatnya. Seperti bertanya apakah Bapak/Ibu yakin bahwa rekomendasi yang tertuang dalam suratnya 100% valid?

Dengan data yang benar-benar meyakinkan akan membuat kami semakin mudah berkomunikasi dengan guru yang akan kami pilih. Tetapi jika memang sejak mengumpulkan data dari penilaian kinerja ada bagian yang ragu-ragu, maka saya akan mengusulkan agar kesimpulan diambil dari data yang tidak meragukan lagi. Artinya di[perlukan proses untuk membuat bahwa hasil B adalah memang benar-benar B.

Kedua, hasil kinerja yang mendekati B, jika B adalah standar minimal bagi memilih guru, tetapi pihak Kepala Sekolah mengeluhkan akan kesulitannya mencari kandidat baru. Namun pada masalah ini jauh lebih mudah menentukan kesimpulannya. Tidak terlalu sulit. Namun tetap sering menjadi bagian kendala pada tataran operasional.

Lalu apa kemudian yang akan menjadi langkah kami berikutnya setelah hasil kinerja tersaji dan kendala telah dapat disingkirkan? Adalah menyampaikan keputusan ke[ada yang bersangkutan. Apakah dengan hasil yang disajikan tersebut memberikan peluang bagi Yayasan untuk mengangkat guru menjadi guru dengan status tetap atau tidak.

Meski dengan proses pengambilan keputusan seperti ini tetap saja tercium rumor di tataran operasional bahwa pengangkatan atau perpanjangan kontrak kepada para guru tersebut tidak berdasarkan dalil yang argumentatif. Namun sebagai penjaga gawang, saya biasanya tidak terlampau memusingkan akan hal yang menjadi rumor di lapangan, setelah sebelumnya saya berkomunikasi dengan para penanggung jawab unit yang ada atau bahkan kepada floor.

Jakarta, 13.10.2016

12 October 2016

Menemani 'Perubahan' Guru #33; Antara Memberi atau tidak Sebuah Jabatan

"Apa saran atau paling tidak pendapat Bapak dengan kasus dan permasalahan guru yang seperti itu?" Tanya teman saya kepada setelah ia menguraikan secara panjang dan lebar akan stafnya yang harus kembali menjadi guru setelah masa jabatannya sebagai Kepala Sekolah berakhir. Dan ini masa yang bukan pendek lagi, tetapi sudah selama sembilan tahun memegang amanah sebagai Kepala Sekolah. Selama tiga periode jabatan di lembaganya. 

Perlu pula saya sampaikan disini bahwa teman saya menyampaikan betapa sedikit dibuat tidak enak manakala ia melihat performa mantan Kepala Sekolahnya yang telah mencapai tiga periode jabatannya namun justru tidak membaik. Padahal sangat menjadi harapan baginya dan lembaga agar temannya itu mampu mengampu amanah lebih besar lagi. Tidak saja sebagai Kepala Sekolah di unit sekolah yang ada di lembaganya, tetapi menjadi Kepala dari sekolah-sekolah yang ada di dalam lembaganya.

Namun dengan performa yang kurang menggembirakan tersebut, maka keputusan seperti berbelok arah. Tidak jatuh kepada temannya teman saya itu, namun kepada sahabatnya yang lain, yang dalam forum diskusi sebelumnya memberikan cara pandang, memposisikan diri, dan kompetensi sebagai manajer yang berada di dalam lingkungan pendidikan swasta lebih mumpuni. Plus, tentunya, attitude yang baik.

"Buat saya, sependapat dengan apa yang telah kamu kemukakan. Yaitu untuk tidak memberikan amanah kepada mereka yang memang tidak sesuai kompetensinya dengan apa yang menjadi kualifikasi. Karena kalau memaksakan, maka perlahan kemunduran yang terjadi, dan yang menjadi lebih berat lagi adalah perjalanan sekolahmu hanya akan membuang waktu dengan sia-sia." Jelas saya sebagai masukan atas apa yang teman saya inginkan. 

"Bagaimana dengan resiko bahwa ia akan mengundurkan diri saja jika lembaga memang tidak mengangkatnya pada posisi yang setara?" Jelasnya lagi.

"Mungkin lebih baik pilihan itu yang kamu dan lembagamu ambil. Bukan berarti untuk tidak menghargai beliau yang telah sekian lama menjadi manajer di sekolah Anda, tetapi juga sebagai kausalitas bahwa sekolahmu membutuhkan kualifikasi manajer sebagaimana yang telah dikemukakan di depan." kata saya.

Jakarta, 12.10.2016.

07 October 2016

Wisata Mangrove, Bukti Kreativitas Warga

Pertama saya menemukan adanya kabar akan adanya lokasi wisata baru yang dekat dengan rumah orangtua di kampung, adalah dari adik beberapa waktu lalu. Setelah adik saya sendiri mengunjungi lokasi tersebut. Namun beberapa pekan kemudian, saya dikejutkan dengan berita di koran online langganan saya tentang lokasi wisata baru tersebut dan pengambilan retribusinya.


Dan berselang beberapa hari kemudian, muncul kembali lokasi wisata mangrove yang terdapat empat lokasi, yang  berada masih dalam satu desa, dengan pengelolaan retribusi yang telah disepakati para warga. Saya turut bersyukur juga dengan berita bagus tersebut. Dan keinginan untuk melihat langsung ke lokasi buatan warga itu semakin kuat.

Berita ini juga bersamaan dengan adanya kabar diketemukannya 'Candi' di sebuah bukit yang terdampak longsor di wilayah yang lebih kurang 5 atau 6 kilometer dari pusat pemerintahan Kabupaten Purworejo. Sebuah berita yang pasti menjadi kegairahan baru bagi semua warga yang tinggal di Purworejo, Jawa Tengah. 


Kabar yang kemudian di ralat oleh Dinas Purbakala, bahwa temuan yang diduga 'candi' tersebut  merupakan akibat gempa. Dan dipastikan bahwa itu bukan 'candi' sebagaimana yang belakangan ini menjadi heboh.

Kreativitas

Dan ketika saya benar-benar berkesempatan untuk mendatangi hutan mangrove yang berada di Pasir Kadilangu, Jangkaran, Temon, DI Yogyakarta beberapa waktu, menegaskan betapa kreatifnya warga dalam membuat potensi kampungnya menjadi daya tarik orang atau wisatawan untuk mengunjungi dan membelanjakan uangnya di desa mereka. 

Sekarang, di desa itu saban hari disibukkan oleh kegiatan yang sebelum ini tidak menjadi mata pencaharian utamanya, yaitu menjadi pelaku wisata. Sebuah jenis pekerjaan baru di desa itu, yang merupakan hasil dari kreativitas, tekad, dan visi para warganya.

Lalu apa yang dapat saya lakukan untuk desa saya? Ini menjadi sebuah tantangan bagi kita semua. 

Jakarta, 7.10.2016

05 October 2016

Mangrove Wanatirta, Kulon Progo

Ada yang baru, yang harus kami kunjungi ketika kami mudik pada awal Oktober 2016 ini. Ini adalah spot wisata yang belum pernah ada sebelumnya di wilayah ini, yang lokasinya tidak terlalu jauh dari tempat tinggal orangtua saya, di daerah Purworejo, Jawa Tengah. Lokasinya ada di Desa Jangkaran, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Adalah hamparan hutan mangrove yang ada di dekat muara Sungai Bogowonto, yang berada di sebelah barat Pantai Congot, yang bersebelahan dengan rencana lokasi New Yogyakarta Air Port. Yang pada awal kemunculannya sempat terjadi ketidaksinkronan antara empat pengelola lokasi mangrove, yang masih terdapat di satu desa, Desa Jangkaran.


Dan mengunjungi hutan mangrove ini, saya kembali kagum atas daya dan ikhtiar warga desa dalam mengelola kreativitas dan imajinasi dalam bingkai pengusaha. Karena dengan upaya itulah maka kami, para wisatawan, datang berkunjung.



Jakarta, 5 Oktober 2016.

Inspirasi Menulis A. Fuadi

Pada hari keempat dari kegiatan Pekan Literasi yang digagas sekolah, anak-anak di level SMP mengundang penulis Negeri 5 Menara ke sekolah untuk menjadi pemicu semangat menulis. Alhamdulillah berkat kesediaan Bang A. Fuadi untuk dapat hadir di sekolah, menjadikan kegiatan pada hari itu begitu berbeda.
Kehebohan Bapak dan Ibu Guru seusai Bang Fuadi memberikan testimoninya.

Tidak ada teori menulis yang disampaikan oleh Bang Ahmad Fuadi dalam talk show yang beliau bawakan saat itu. Beliau hanya memutarkan ingatan kita kepada dunia yang ada di novel-novel yang beliau tulis, juga film yang merupakan adaptasi dari novel yang telah ditulisnya. Bang Ahmad Fuadi memberikan testimoni tentang perjalanan hidupnya, yang sebagiannya ada di dalam cerita bukunya. Namun justru dengan itu kami yang menjadi peserta dai kegiatan itu semakin tergugah untuk lebih intens kembali mencatat apa yang kami alami.
Kenang-kenangan khusus dari penulisnya, di buku saya.
Dan disitulah kami mendapatkan titik pusat dari inspirasi yang disampaikan Bang Fuadi, yang berlangsung tidak begitu lama. Namun demikian, kami merasakan kesan yang baik sekali dalam pertemuan tersebut.

Dokumentasi saya dilain tempat silahkan ke;
https://www.youtube.com/watch?v=KngqvqmEr6A

Jakarta, 5 Oktober 2016.

29 September 2016

Yakin itu Nalar

Beberapa harii ini kita disuguhi drama tengah keyakinan dan akal. Drama ini tidak tanggung-tanggung, karena pemerannya antara lain adalah tokoh-tokoh yang ada di peringkat nasional. Dan bahkan sekolahnyapun juga tidak cukup hanya ada di lembaga pendidikan yang ada di Indonesia. Jadi memang spektakuler gendeng. Tentunya jika diukurnya dengan jalannya akal yang liner.

***

Satu: Oh... jadi orang ini sudah tenar dalam melipatgandakan keberadaan uang sebelum kasusnya terbongkar belakangan ini?
Dua: Benar. Ini Pak youtube nya. Sebuah praktek yang mempertunjukkan uang yang keluar.
Tiga: Pantas. Tapi bagaimana mungkin orang kapasitas nasional kepincut jadi santri?
Dua: Mungkin tidak untuk ikut serta sebagai peserta yang menggandakan Pak.

***


Tiga: Wah kalau itu benar terjadi Indonesia bisa inflasi ya.
Dua: Bener. Bahkan kalau memang memungkinkan, Peruri tidak perlu lagi. Justru penghematan anggaran kalau dihitung secara nasional. 
Satu: Masalahnya apakah uang itu bisa dibawa ke bank untuk menjadi tabungan?
Dua: Dalam beritanya tidak ada yang menyampaikan ini.

***


Dua: Ini apakah bisa dilakukan oleh manusia dengan seperti itu ya Pak?
Satu: Bisa. Karena saya melihat ada yang menjadikannya dalam tontonan sulap. Hanya memang perlu pembuktian apakah uangnya laku untuk menjadi DP cicilan mobil atau rumah?
Tiga: Tapi, dalam video di youtobe meyakinkan Pak?

***

Satu: Kalau sudah bicara yakin, saya justru tidak akan meyakini. Karena kalau memang benar dan uangnya laku, pasti uang dia sendiri yang akan digandakan. Kerabatnya. Baru kemudian kita yang menjadi tetangganya.
Dua: Masuk akal itu Pak.
Tiga: Mungkin adakah kalau kita komparasi dengan Nabi kita? Supaya menjadi yakinnya kita semakin yakin?
Satu: Nah itu yang dalam sejarah saya belum pernah dengar atau baca.
Tiga: Wah... Dia ini justru lebih hebat dari Nabi?
Satu: Benar logika itu. Dan itu menjadi sangat tidak mungkin untuk masuk di tataran yakin. Karena tidak nalar.

Jakarta, 29 September 2016.

13 September 2016

Wawancara Siswa

Siang itu saya yang sedang duduk menemani anak kelas 2 sedang melaksanakan kegiatan pembelajaran di plasa dihampiri oleh dua siswa kelas lima. Mereka berdua datang kepada saya sembari menenteng alat tulis dan papan tulis jalan.

"Apakah Pak Agus bersedia untuk diwawancarai?" Kata salah satu dari anak itu.

"Boleh sekali." Kata saya sembagi mengalihkan pandangan mata kepada mereka berdua yang sudah berada di hadapan saya. Dan setelah saya lihat mereka hanya membuat lima pertanyaan kepada saya.

"Apakah kalian berkelompok ada saat melakukan wawancara ini?" Tanya saya. Sebelum mereka berdua yang datang kepada saya, telah datang beberapa anak. Dengan pertanyaan yang relatif sama dan dengan jawaban yang mengutarakan pengalaman 'dahsyat ' atau penuh hikmah bagi saya pribadi, yang pernah saya alami. Jadi kehadiran mereka berdua saat itu tidak lagi menjadi pertanyaan saya.

"Betul Pak Agus. Kami satu kelompok. Harusnya kami ber-lima Pak. Tapi tiga anggota kelompok kami sedang mencari nara sumber untuk dapat diwawancarai." Jelas anak itu.

"Apakah pertanyaan kalian saya dengan kelompok yang sebelumnya datang kepada Pak Agus? Kalau sama ini jawabannya." Kata saya. Dan saya kemukakan bahwa saya mempunyai pengalaman kurang enak yang terkenang selalu. Yaitu ketika saya tersesat di jalan. Dan itu terjadi sekitar tahun 1976 di Punggur, Lampung Tengah.

Namun bukan itu yang yang menjadi fokus dari kedua anak tersebut ketika mewawancarai saya. Setelah selesai saya menyampaikan jawaban atas pertanyaan mereka, mereka justru bertanya kepada saya.

"Apa hebatnya Pak dengan pengalaman tersesat itu?" Saya tentu mencoba membuat argumentasi mengapa saya tersesat menjadi bagian hidup yang tidak terlupakan? Maka saya sampaikan bahwa itu pengalaman ketika saya berusia tidak lebih dari 8 tahun. Ketika Bapak saya menitipkan saya kepada tukang potong rambut agar saya tidak pergi setelah beliau selesai memotong rambut saya. Bapak saya tidak menunggui saya karena usai menghantarkan saya ke tukang potong rambut beliau kembali ke kantornya yang tidak jauh dari Pasar Punggur. Yang pada tahun itu kendaraan yang lalui lalang hampir semuanya adalah sepeda. Beberapa saja yang merupakan sepeda motor. Dengan kondisi jalanan utama yang sudah beraspal.

Nasehat itu ternyata tidak saya patuhi. Karena saya mencoba menemui Bapak di kantornya ketika si tukang potong rambut itu sedang memotong rambut langganan berikutnya. Namun sial. Ancar-ancar yang menjadi patokan saya tentang lokasi kantor Bapak ternyata tidak terlalu jelas. Maka setelah lebih kurang 2 jam saya berjalan kaki, dan tidak juga menemui kantor Bapak, saya berinisiatif kembali menyusuri jalan yang telah saya lalui.

Namun setelah selesai saya memberikan ilustrasi bagaimana bermaknanya pengalaman tersesat jalan itu, satu dari anak tersebut menyampaikan usul kepada saya.

"Apa lagi pengalaman yang bermakna bagi hidup Bapak." katanya sembari bersiap menuliskan apa yang akan saya utarakan. 

"Loh sama seperti apa yang Pak Agus sampaikan kepada temanmu itu. Bukankah kalian dalam satu kelompok?" Kata saya kepadanya.

"Saya tidak mau sama Pak. Pasti Pak Agus punya banyak pengalaman hidup yang lain." Katanya berargumentasi. 

Saya mencoba berpikir apa kiranya pengalaman hidup yang saya miliki yang memang menjadi pelajaran dalam perjalanan hidup saya, yang dapat saya sampaikan kepada anak tersebut. Selain saya sendiri merasa bangga atas kepintaran anak itu...

Jakarta, 9-13.09.2016

06 September 2016

Menemani 'Perubahan' Guru #32; Menolak Ikut Forum Diskusi

Beberapa waktu lalu saya harus kecewa terhadap apa ketidaksiapan teman-teman dalam mengikuti sebuah ajakan kemajuan yang ditawarkan oleh lembaga lain kepada saya secara gratis. Penawaran berupa forum diskusi calon pemimpin sekolah, yang mana saya benar-benar menginginkan forum semacam itu, yang pastinya akan memberikan manfaat besar bagi para guru-guru bagus di lembaga dimana saya berada untuk ikut serta dalam forum tersebut. Namun harapan saya harus terkubur satu hari sebelum hari pelaksanaan kegiatan tersebut berlangsung.

Hal ini karena pada beberapa hari sebelumnya saya telah menyampaikan berita berupa penawaran kegiatan yang dimaksud kepada para calon pemimpin sekolah di lembaga saya, untuk dapat hadir. Dan karena forum tersebut akan dihadiri oleh orang-orang prosfektif dan kompetitif bagi sekolah swasta seperti kami, maka saya berharap sekali ada beberapa teman yang dapat ikut serta.

Tampaknya, harapan saya untuk dapat mengikutsertakan teman-teman yang saya anggap memungkinkan untuk dapat menerima estafet kepemimpinan di sekolah pada tahun-tahun berikutnya tinggal harapan. Sebagaimana yang saya sampaikan di atas, maka satu demi satu dari teman-teman yang direkomendasikan datang dengan membawa argumentasi bahwa ia tidak dapat hadir dalam forum yang saya tawarkan. 

Saya mengangguk atas apa yang disampaikan mereka satu persatu. Dan saya menangkap dengan jelas apa yang sesungguhnya ada di balik argumentasi tersebut. Saya mencoba memahami alasan mereka. Sekaligus berfikir siapa lagi teman-teman guru yang layak menggantikan kami di bagian pimpinan sekolah. Tentunya sekolah yang memiliki daya saing yang kompetitif.

Saya jadi teringat apa yang dijalani teman saya di awal karir dia, di waktu usianya masih di bawah 35 tahun, sehingga sekarang ia mampu mengelola pembangunan gedung 7 lantai! Teman saya yang di usia itu telah mampu membuat orang lain iri karena dengki atas tambahan pekerjaan yang dilakukannya atas nama tugas. Teman yang orang lain jarang mampu melihatnya kalau ia tidak pernah menolak tugas yang padahal dia sendiripun tidak tahu bagaimana menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya.

Namun dengan jalan seperti itulah ia sekarang diberikan kapasitas untuk membangun gedung 7 lantai! Lalu bagaimana dengan teman-teman saya yang menolak untuk menghadiri forum diskusi para calon pemimpin sekolah?

Saya berpikir untuk mencari kandidat lain yang dapat saya kader sebagai calon pemimpin sekolah kami di masa depan.

Jakarta, 6.09.2016.