Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

22 December 2012

Darimana Siswa Terampil Mencontek?

Kemarin sore, seusai penerimaan rapot akhir semesteran, saya datang ke ruang guru untuk sekedar bercengkerama. Semula saya datang ke ruang guru TK, kemudian ke ruang guru SMP, dan terakhirnya ke ruang guru SD. Banyak hal yang saya dapatkan dari cerita teman-teman guru itu. Baik tentang 'perjuangan' teman-teman dalam mempersiapkan ekshibisi sebagai kegiatan tambahan dalam penerimaan rapot itu sehingga semakin bertambah menarik. Dan sekaligus juga sebagai laporan akan seni kriya yang dihasilkan oleh anak-anak selama belajar di mata pelajaran Art and Craft.

Juga cerita yang berkenaan dengan seputar pertemuannya dengan siswa dan orangtua saat pengambilan rapot. Yang ternyata selain banyak sisi positif yang membahagiakan, ada pula yang harus menelan sedikit mengecewakan. Terutama beberapa orangtua yang kecewa dengan hasil belajar anandanya, yang tidak sesuai dengan ekspektasinya.

Dan satu hal yang kemudian menarik perhatian saya dan teman-teman yang ada di ruang guru itu adalah yang berkenaan dengan kebiasaan seorang siswa salah satu teman kami itu, yang punya kebiasaant mencontek. Dikatakan kebiasaan karena guru telah memergoki aksi suka mengintip hasil kerja temannya pada saat ulangan. Kebiasaan yang sangat boleh jadi tidak atau belum diketahui oleh orangtuanya. 

Dan karena orangtuanya adalah jenis orangtua yang penuh ambisi terhadap angka akademis anandanya, maka itu juga yang menjadi kendala guru untuk 'memulai' bercerita kepada orangtua.

Bagaimana guru tahu begitu besar ambisi orangtua atas besaran angka nilai akademis anak? Ini pada saat sang ananda mendapat komentar negatif, di depan guru yang teman saya itu, ketika sang anak mendapat angka 8,5 untuk sebuah mata pelajaran. Meski guru sudah memberikan penjelasan bahwa angka yang didapat ananda masih terbagus.

Mencontek?

Itulah realita yang terjadi pada seorang siswa yabg masih duduk di kelas empat SD dengan potensi kepandaian akademis yang baik. Sebuah kebiasaan yang sangat tidak membanggakan bagi sebuah kehidupan di sekolah. Maka pertanyaannya adaah, untuk tujuan aopa siswa dengan kemampuan seperti itu harus melakukan perbuatan mencontek secara berulang-ulang sehingga menjadi begitu terampil 'membelokkan' perhatiannya kepada teman sebelah dengan mengerlingkan mata?

Dari hasil diskusi yang kami lakukan berdasarkan fakta-fakta yang dikemukakan oleh para guru-guru anak itu sejak duduk di kelas sebelum-sebelumnya didapatkan kesimpulan sementara bahwa, keterampilan anak itu mencoktek karena dorongan untuk memperoleh nilai angka akademis yang maksimal sesuai dengan akpekstasi orangtuanya yang telah berubah menjadi tuntutan. Dan tuntutan itu bagi anak telah melahirkan ancaman. Maka rasa terancamnya itulah yang mendorong lahirnya rasa tidak percaya diri atas kompetensi dan potensinya sendiri.

Meski ketika ia akan mendapati bahwa ketika berhasil melihat jawaban teman yang ada di sebelahnya bukan untuk mengubah keputusannya akan jawabannya sendiri, karena jawaban teman sebelahnya salah, misalnya, tetapi rasa tidak percaya dirinya telah menuntutnya untuk mengkonfirmasi akan jawaban milik teman.

Begitukah? Setidaknya itulah yang saya simpulkan dari apasemua cerita dan laporan pandangan mata yang saya dapat di ruang guru itu. Dan dari situlah saya mengajak kepada Anda untuk berhati-hati memasang ekspektasi atas anak. Berikan apresiasi kepadanya ketika Anda mengetahui proses yang telah dilakukan ananda apapun hasilnya! Semoga.

Jakarta, 22/12/12

No comments: