Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

30 May 2016

Menemani 'Perubahan' Guru #23; Mendorong Keberanian

Dalam sebuah perubahan yang memang harus dilakukan di tataran operasional di lembaga pendidikan formal swasta, sering sekali terhambat oleh kapasitas tingkat kenekatan atau keberanian pimpinan di lapangan. Misalnya saja pada hal yang berkenaan dengan absensi. Maka sulit bahwa tingkat keterlambatan atau ketidakhadiran teman-teman guru di kelas dengan tepat waktu atau bahkan sebelum waktu memulai mengajar di jam pelajaran yang ada.

Ini karena kehadiran seorang guru menjadi titik utama bagi keberhasilan di mata pelajaran yang diampunya. Keberhasilan di mata pelajarannya akan memiliki kontribusi kepada keberhasilan kelasnya. Demikian selanjutnya. Oleh karena itu maka kepastian bahwa semua e\warga sekolah hadir di sekolah sebelum waktu memulai aktivitas dimulai, menjadi konci keberhasilan. Dan inilah yang menjadi konsen bagi kami untuk meminta kepada para pimpinan operasional di unit-unit sekolah yang ada untuk terus memberikan patauan dan perhatian pada hal kedisiplinan seperti ini. 

Karena bila ada satu saja unsur yang benar-benar tidak memberikan perhatian kepada hal seperti ini, maka inilah yang kami namakan sebagai pembiaran. Dan kalau proses ini berlanjut, maka akan menjadi kebiasaan yang kemudian menjadi budaya. Atas pemikiran inilah maka kami benar-benar meminta agar para pimpinan operasional memulai dari titik ini.

Alhamdulillah bahwa ini menjadi usaha yang disepakati di awal kami melakukan transformasi. Walau bagaimanapun kami sendiri yang seharusnya berada -ada posisi sistemik, harus juga melakukan tidak saja pemantauan, tetapi sering pula memberikan konsep langkah sebagai tahapan untuk mengekskusi suatu hal. Bahkan termasuk memberikan pemantauan terhadap surat 'tanda mata' bagi satu atau dua guru yang harus diberikan 'tanda mata'. Inilah yang saya sebutkan sebagai dorongan.

"Untuk kali pertama mungkin memang diperlukan konsep, motivasi, juga arahan, serta diringan kepada pimpinan operasional dalam menjaga kedisiplinan di wilayahnya masing-masing Pak Agus. Tetapi ke depan mereka yang harus berani mengekskusi bersama-sama dengan pimpinan operasional tertingginya. Kalau harus selalu kita yang menyampaikan dan memulai dalam melakukan, ya meringankan beban kerja dan porsi kerja mereka." 

Demikian antara lain pendapat teman kolega saya. "Semoga." kata saya singkat.

Jakarta, 30 Mei 2016.

27 May 2016

"Posisimu Bagus."

"Kata orang yang ada di sekolah itu ke saya sih posisi saya bagus." Kata seorang anak didik saya suatu saat ketika kami sama-sama dalam bus wisata ketika sama-sama menuju kota Malang, Jawa Timur. Kalimat ceritanya itu dalam konteks bahwa sekolah yang akan dia tuju setelah lulus SMP ini mau kemana? Karena beberapa temannya sudah mendapatkan bangsku sekolah berikutnya. Meski tetap ada beberapa anak yang memang menunggu kesempatan untuk dapat masuk di SMA Negeri.

Maka dalam konteks itulah saya bertanya kepadanya akan melanjutkan kemana seusai bangku SMP ini? Maka berceritalah dia untuk dapat masuk bergabung menjadi siswa di SMA tetangga, Yang memang favorit dimana orang lain. Dan dalam tahapan tes awal tahun ini, beberapa temanya dapat masuk dan diterima juga beberapa yang lain diterima melalui jalur prestasi. 

Namun meski ia sendiri tidak diterima melalui dua jalur yang telah dilaluinya itu, ia masih tetap semangat dan optimis untuk dapat menjadi peserta didik di sekolah favorit tetangga tersebut. Dan pada situasi seperti itulah saya bertanya kepadanya tentang SMA pilihannya. Lalu begitulah adanya yang menjadi jawabannya.

Jawaban yang normal dan tidak terlalu mengagetkan. Tetapi menjadi sebuah kalimat yang akhirnya saya dapat memberikan penilaian tentang lembaga yang disebutkan sebagai tujuan favorit anak didik saya tersebut. Dan informasi ini penting buat saya, karena saya adalah bagian dari sebuah sekolah swasta. Dan ini menjadi pembelajaran tentang sebuah reputasi.

Pertama, Bahwa sekolah favorit seperti itu ternyata ada yang tidak semua informasi tersingkap dengan jelas. Siswa yang pada tataran PPDB tidak diterima, ia bisa datang ke sekolah dan bertemu dengan aparat terkait. Ini terjadi karena pengalaman di tahun sebelumnya yang tidak diterima bisa menjadi diterima.

Kedua, Pelajaran buat saya agar kalau memang anak yang menjadi calon siswa dalam setiap tataran proses seleksinya memang normal, sesuai standar yang ada, dan dimungkinkan untuk menjadi siswa dikemudian hari, tetapi terkendala oleh kuota jumlah siswa yang harus diterima, maka langkah yang bijak adalah menjadikan jumlah calon yang menjadi cadangan diperbanyak. Hal ini sebagai antisipasi jika anak-anak yang telah diterima ternyata tidak mengambil kesempatan yang diberikan untuk menjadi siswa dikemudian hari. Dengan demikian maka posisi mereka dapat tersisi dengan calon siswa yang menjadi cadangan.

Ketiga, Pelajaran buat saya sebagai guru yang berada di sekolah swasta adalah menjaga agar para petugas yang berada di dalam penerimaan siswa baru memiliki pegangan baku dalam menentukan siapa yang diterima dan siapa yang terpaksa tidak diterima dengan pertimbangan kuota jumlah siswa di dalam kelas. Namun jika para calon itu masuk dalam cadangan atau tidak diterima sekalipun, maka langkah apa yang harus dijalani?

Hal ini bertujuan agar supaya kami siap dalam mengemban amanah. Dan mengikuti jalan yang memang transparan...

Jakarta, 27 Mei 2016.

26 May 2016

"Foto yang kemarin disimpan dimana Pak?"

"Foto yang kemarin dikasih Ibu saya Bapak simpan dimana Pak?" Demikian pagi-pagi saya mendapat pertanyaan dari seorang peserta didik yang duduk di bangku kelas tiga SD. Kalimatnya ini dia sampaikan ketika ia baru saja datang ke sekolah dan bertemu dengan saya yang kebetulan sedang ada di halaman depan sekolah. Pertanyaan yang disampaikan dengan raut muka yang penuh semangat. Sembari tersenyum lebar.

Maka saya menyambutnya dengan penuh antusias pula. Saya bermaksud untuk memberikan penghargaan kepada anak tersebut. Saya sembari berjalan menuju ruangan mengajaknya bersama. Dan sesampai ruangan saya segera menarik salah satu laci yang ada di lemari buku saya. Di dalamnya saya tunjukkan salah satu foto yang kemarin baru saja diberikan oleh Ibunya.

Memang foto itu sejarahnya adalah foto ketika saya mengajar kakak dari anak yang baru saja saya minta langsung untuk melihat laci penyimpan foto-foto saya yang ada di kegiatan sekolah. Salah satunya adalah foto lama saya yang kemarin diberi oleh Ibunya.

"Benar kan bahwa foto Pak Agus yang kemarin diberikan oleh Ibu benar-benar Bapak simpan. Dan kamu melihat sendiri bahwa dalam tumpukan foto-foto ini kamu melihat foto-foto Bapak yang lain." Kata saya ketika kami sama-sama menengok betapa banyaknya lembaran foto lama saya di dalam laci lemari yang ada di dalam ruangan kerja saya.

"Lucu ya Pak. Bapak dulu guru kakak saya, sekarang Bapak guru saya." Kata peserta didik saya ini.

Saya tentu mensyukuri percakapan kami di pagi hari itu. Percakapan yang dapat membangunkan motivasi saya untuk terus menunaikan tugas saya sebagai guru di sekolah dengan sepenuh hati dan lebih bersemangat...

Jakarta, 26 Mei 2016.

25 May 2016

Harus Memilih

"Apakah itu tidak berarti habis manis sepah dibuang?" Begitu kalimat yang keluar dari teman diskusi ketika kami memilih pilihan bagi teman-teman yang pada akhir tahun pelajaran ini menunggu surat keputusan untuk menjadi CPNS. Teman diskusi ini adalah temannya teman yang akan menjadi bagian dari CPNS, yang karena satu dan lain hal, kok seperti di-PHPin oleh Pemda.

SK yang kabarnya akan keluar Agustus mundur September. Tapi mundur lagi Desember. Kabar di koran mundur lagi Februari, April, dan sekarang sudah masuk akhir Mei, berita akan keluarnya SK tetap tidak jelas. Semua tidak bisa diprediksi.

"Karena mereka telah berada di lembaga ini bersama kita tidak sekedar lima sepuluh tahun. Mereka sudah berada di lembaga ini tidak kurang dari dua puluh lima tahun. Jadi bagaimana lembaga ini membalas jasa-jasa mereka? Dan kalau awal tahun pelajaran baru nanti mereka tidak dipromosikan untuk menjabat sebagai Wakil Kepala Sekolah lagi, tidak menjadi guru kelas, tetapi hanya sebagai guru pendamping, apakah nanti tidak ada suara seperti apa yang saya sampaikan di awal itu?" Jelas Ibu yang berkewajiban untuk menyampaikan apa yang menjadi persfektif guru.

Lalu saya mencoba memberikan pengetahuan  yang saya tahu berkenaan dengan lembaga pendidikan lain yang juga mengalami hal sama. Dimana di lembaga tersebut, lembaga langsung memberikan keputusan terhadap teman-teman guru yang sedang menunggu SK pengangkatan CPNS dengan sama sekali tidak memberikan jam mengajar. Artinya, lembaga memilih untuk meniadakan mereka di awal tahun pelajaran baru.

Hanya perlu gambaran bahwa lembaga tersebut memang lembaga pendidikan swasta, dan dalam gelombang CPNS sebelumnya pernah terjadi di lembaga yang sama 7 orang harus secara bersama-sama meninggalkan lembaga. Ujungnya adalah beratnya lembaga dalam menemukan pengganti dalam tempo yang amat sangat singkat. Dan ini, bagi lembaga swasta, menjadi bagian yang lumayan berat.

Dan kita mengambil jalan tengah dari jalan-jalan yang ada. Yaitu dengan tetap mengakomodasi keberadaan teman-teman meski meminta keikhlasannya untuk hanya mengampu mata pelajaran yang menjadi pilihannya. Tidak memberatkannya dengan tugas tambahan sebagai wali atau guru kelas, atau sebagai apa saja yang menadi tambahan tugas sebagai guru.

Dengan posisi semacam itu, sekolah akan lebih ringan bila suatu saat nanti SK CPNS benar-benar keluar untuk mereka?

Jakarta, 25 Juni 2016

24 May 2016

"Kami Butuh Bimbingan Membimbing Peserta Didik Pak"

Akhir pekan yang lalu, atas ajakan teman, saya menghadiri sebuah pertemuan kecil se sebuah sekolah kecil yang masuk wilayah Kabupaten Bogor. Saya sampaikan di sini sebagai sekolah kecil, karena memang sekolah ini sebenarnya adalah sekolah untuk anak usia dini di pagi harinya, dan TPA di siang harinya. Dengan jumlah siswa untuk Pra Sekolahnya, yang terdiri dari TK kelompok A dan TK kelompok B, sebanyak 50 siswa. 30 siswa yang di TK B dan 20 siswa di TKA. Dengan jumlah pendidik sebanyak 6 orang.

Kehadiran saya di lokasi tersebut selain untuk menghadiri undangan teman bersamaan dengan 'wisuda' anak-anak di TK tersebut, juga akan ada dialog dengan para pendidiknya seusai acara.

Pagi hari saya sudah berada di lokasi. Melihat antusiasme warga yang datang di lokasi tersebut guna menggelar dagangannya. Makanan, bakso, gado-gado, mainan plastik, boneka barbie, dan juga petasan! Para pedagang ini adalah mereka yang hadir paling awal di lokasi 'wisuda' tersebut. 

Pukul 09.00, para 'wisudawan' mulai berdatangan dengan diantar oleh ayah ibunya, dengan diantar berbagai jenis kendaraan. Dan rupanya mereka datang setelah prosesi awal 'wisuda' berlangsung. Yaitu di arak sepanjang jalan desa dengan diiringi oleh kemeriahan drum band. Keren sekali untuk ukuran lembaga pendidikan di daerah tersebut. Dan saya benar-benar menikmati. Belum lagi dengan kehebohan daro seluruh ibu-ibu orangtua siswa yang semuanya mengenakan seragam sesuai dengan kelas anandanya.

"Saya mengusulkan agar tahun depan ada penambahan alat bermain untuk anak di halaman kita yang masih terlihat kosong Pak." Kata salah seorang pendidik ketika giliran mereka diberikan. Masukan dan usulan mengalir disampaikan oleh [ara pendidik di dalam forum dialog tersebut.

"Saya minta masukan dari Bapak berkenaan dengan cara menghadapi anak-anak di dalam kelas pada saat interaksi belajar. Saya seperti kehabisan akal. Karena anak-anak yang tidak bisa berhenti dan fokus pada satu aktivitas. Dengan mereka yang mengganggu teman pada saat tugas yang dikerjakannya telah selesai. Bahkan ada juga yang mudah putus asa ketika kesulitan dalam menyelesaikan tugasnya." Kata yang lain lagi dengan penuh kesungguhan. Dan semua masukan itu disitu menjadi bahan diskusi bersama bagi yang ada di forum tersebut. Termasuk diantaranya yang hadir, saya.

"Saya mengusulkan selain nanti Yayasan memang harus menambah wahana bermain anak-anak, bagaimana kalau besok kita buat titian keseimbangan dari batang bambu yang ada di pekarangan belakang? Juga bagaimana kalau besok kita membeli karet gelang untuk kemudian menjadi wahana bermain karet? Bagaimana kalau besok anak-anak kita belajarkan membuat pesawat dari kertas untuk kemudian kita lombakan? Bagaimana kalau besok kita buat kerangka layang-layang untuk kemudian anak-anak di dalam kelas menempel kertas minyak agar layang-layang menjadi sempurna kemudian kita terbangkan bersama?" Kata saya memberikan jalan keluar sebagai alternatif bagi kegiatan guru bersama siswa.

Dan pertanyaan serta kebuntuan seperti yang dialami oleh teman-teman guru di lapangan sebagaimana yang terdapat dalam forum dialog tersebut lumrah terjadi. Hal ini karena memang begitulah kenyataan yang banyak dialami oleh teman-teman yang baru benar-benar masuk dalam dunia mengajar di sekolah.

Maka pertemuan semacam dialog sebagaimana yang teman saya lakukan dengan para guru-gurunya tersebut menjadi pintu gerbang bagi peningkatan kemampuan guru untuk lebih baik di tahun pelajaran mendatang. Terutama jika dialog semacam itu reguler berlangsung. Semoga.

Jakarta, 24 Mei 2016.

Pelajaran Supir Bajaj

Seperti hari-hari yang telah lalu, bahwa bajaj menjadi kendaraan saya di pagi hari jika saya ke kantor harus naik kendaraan umum. Tentunya ini keputusan yang saya buat setelah sekian lama ojeg yang menjadi andalan. Hal ini tidak lain karena saya malas harus mengenakan helm dan terpapar angin jika pagi hari menuju kantor dengan naik motor. Maka bajaj menjadi andalan  saya sekarang ini.

Lalu apa yang saya dapat dari beberapa kali naik bajaj di pangkalan yang sama, yang pada akhirnya saya mengenal mereka secara lebih detil dan juga sebaliknya? Tidak lain adalah hal positif tentang perjuangan hidup. Termasuk sebenarnya berkenaan dengan keluh kesahnya setelah kegiatan mereka harus bersaing dengan transportasi on line.

"Saya asli Jakarta Pak. Meski nenek saya berasal dari Tasikmalaya." Jelasnya ketika kami pertama kali bertemu dan saya kagum atas apa yang sudah dijalaninya dalam menunaikan amanah sebagai supir bajaj sewaan.

"Sebelumnya saya sebagai kurir di wilayah Jakarta Selatan Pak. Tapi dua tahun ini saya bawa bajaj. Jadi kalau mengantar di luar wilayah dulu saya menjadi kurir Bapak harus kasih tahu jalan yang mana." Jelasnya lagi tentang rute ke kantor yang paling pendek.

"Rata-rata 350 ribu setiap hari saya dapat  uang Pak. Tinggal dikurangi uang setoran ke majikan 90 ribu. Saya harus benar-benar berhitung Pak untuk nambah beli bajaj sendiri." Jadi setalah cerita itu berlanjut, maka saya menyimpulkan bahwa si mas bajaj ini orang yang ulet dan sekaligus visioner. Karena selain dia narik bajaj orang, dia sendiri menyewakan bajajnya kepada orang lain.

"Mengapa tidak narik bajajnya sendiri tapi malah narik bajaj orang?" Tanya saya.

"Supaya semangat Pak. Kalau narik bajaj orang saya harus tetap bekerja keras." Jelasnya lagi. Menakjubkan bukan?

Jakarta, 24 Mei 2016

17 May 2016

Fat Pack

"Pak, Saya ingin menyampaikan kalau Put telah mengejek saya di lapangan Pak. Ini dia lakukan sudah lebih dari dua kali. Atau bahkan berulang-ulang." Demikian laporan yang disampaikan seorang siswa kelas VI kepada saya di depan ruangan kerja ketika kami bertemu di koridor. Saya tidak tahu apakah memang anak itu datang ke ruangan saya dengan tujuan memang akan menyampaikan keluhannya itu atau kebetulan kami bertemu dan berpapasan di koridor depan ruangan kerja saya?

Kedatangannya di koridor tersebut bersama Put itu sendiri dengan disertai dua teman lainnya yang kemudian saya sebutnya sebagai supporter. "Bukan supporter Pak. Kami berdua ikut datang ke sini sebagai saksi. Jadi kami berdua akan memberikan kesaksian atas bully yang dilakukan Put kepadanya." Jelas satu dari dua anak yang mengaku sebagai saksi tersebut.

"Apa sebenarnya yang menjadi keluhanmu terhadap Put sehingga harus disampaikan kepada  Bapak?" Tanya saya kepada anak tersebut. Ia menyampaikan hal itu secara khusus karena ia datang dari arah halaman sekolah ke ruangan dimana saya berada. Namun ketika kami bertemu di koridor depan kantor saya, dengan disertai oleh tiga temanya, yang terdiri dari satu pelaku, yaitu temannya yang melakukan bully kepadanya, serta dua yang lainnya, yang menjadi saksi.                                                                                                                                                                                                                                                                                                     Lalu kami berdialog seputar yang menjadi laporannya. Dan kemudian saya alihkan pembicaraan kepada Put yang adalah pelaku. Untuk kemudian saya meminta dua teman dari mereka yang memang datang menyertai kedua sahabatan itu untuk menjadi saksi.                     

Dan dari keseluruhan cerita anak-anak peserta didik saya itu, maka kami menyepakati bahwa Put telah melakukan verbal bully kepada teman baiknya sendiri dengan menyebut temannya berpostur tubuh fat pack dan bukan six pack.  Dan peristiwa ini juga dikuatkan oleh dua saksi yang juga adalah sahatan karib mereka berdua. Kami juga menyekakati bahwa bully itu terjadi dan telah membuat persahatan anak-anak itu menjadi tidak begitu baik lagi. Dan untuk itu Put dengan tulus telah memohon permintaan maaf. 

Juga kesepakatan untuk menjadi hubungn baik diantara mereka di dalam pergaulan nanti sehari-harinya dengan tidak menodainya dengan ucapan atau juga perbuatan yang membuat orang lain tersakiti. Semoga.                                                                                                                   
Jakarta, 12-17 Mei 2016.

02 May 2016

Menemani "Perubahan' Guru #22; Persepsi Para Pengelola

Sebagai badan pendidikan formal swasta, maka keberadaan Yayasan sebagai bagian dari unsur pengelola sekolah menjadi tidak dapat dipisahkan terhadap sekolah itu sendiri. Meski antara Yayasan dan Sekolah memiliki sisi yang amat berbeda. Tetapi keduanya memiliki hubungan yang harus saling memberikan kontribusi dan dukungan secara intens dan terus menerus. 

Yayasan harus benar-benar memahami spesifikasi dari lembaga sekolah yang ada di bawah naungannya, meski para pengurus, pengawas, dan pembina yang ada di dalam unsur Yayasan bergantian. Tetapi postur sekolah yang menjadi impiannya, operasional sekolah yang merupakan pengejawantahan dari impiannya, serta faktor-faktor yang mendukung dan yang menjadi hambatan, benar-benar harus dipahami dengan sedetil-detilnya.

Tidak saja bagian keuangan dan pengembangan infrastruktur sekolah yang menjadi perhatian bagi Yayasan, tetapi juga pengembangan para pendidik yang menjadi tumpuan terbesar bagi pengembangan sekolah secara berkesinambungan. Guru dan SDM pendukung harus menjadi perhatian penting selain produk dari sekolah itu sendiri.

Dengan cara melihat seperti inilah maka saya sebagai bagian dari pihak Yayasan di sebuah sekolah swasta selalu melihat peluang dan operasinal sekolah seteliti dan secermat mungkin. Semua ni bertujuan untuk memberikan kepastian bagi keberlangsungan dan kelanggengan lembaga.

Demikian pula dengan anggota Yayasan yang lain, semua memiliki kacamata pandang dan persepsi yang sama untuk sebuah kepastian bagi keberlangsungan.  Dan selain pertemuan fisik yang memang harus selalu ada diantara kami, kebaradaan kami yang secara sendiri-sendiri, membagi informasi terhadap apa yang telah terjadi di sekolah, yang sedang berlangsung, atau bahkan yang akan segera berlangsung, sebagai bagian dari menyatukan pemahaman dan persepsi.

Kenyataan ini memang harus menjadi kesadaran kami bersama-sama sehingga tidak akan pernah terjadi, semoga, kekagetan diantara kami ketika harus menemukan informasi atau fenomena deviasi antara apa yang menjadi impian kami bersama dengan bentuk operasional di lapangan.

Semoga.
Selamat Hari Pendidikan Nasional!

Jakarta, 2 Mei 2016.

30 April 2016

Menemani 'Perubahan' Guru #21; Menentukan Arah

Ketika kami mencoba duduk bersama untuk mendiskuikan akan seperti apa wujud dan operasional dari sekolah yang kita impikan, maka semua peserta diskusi memiliki gambaran impian yang berbeda-beda. Namun demikian, semua sepakat bahwa sekolah yang diimpikan adalah sekolah yang berkualifikasi nasional plus. Maksudnya adalah sekolah yang barada pada level di atas sekolah dengan standar nasional. Maka seperti apa sekolah tersebut?

Masing-masing masih memiliki gambaran sendiri wujudnya. Sampai akhirnya disepakati bahwa sekolah impian tersebut harus berawal dari pemahaman yang sama tentang apa itu sekolah dengan standar nasional. Maka kesepakatan tersebut mengerucut kepada penugasn saya untuk mempersiapkan presentasi ringkas berkenaan dengan Sekolah Standar Nasional dalam pertemuan rapat berikutnya. Jadilah presentasi tersebut dengan acuan pokoknya adalah ketentuan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Lalu apa tahapan berikut setelah pemahaman yang sama yang diinginkan pemerintah berkenaan dengan sekolah nasional tersebut? Kami harus melakukan peninjauan ke lapangan terhadap sekolah-sekolah yang ada. Kami pilihlah sekolah-sekolah, utamanya sekolah dengan status sebagai sekolah swasta, untuk melakukan pembandingan. Hal ini perlu sekali mengingat apa yang ada dan terdapat dalam ketentuan sebagai sekolah standar nasional menitik beratkan tentang keberadaan fisik sekolah. Padahal kami juga menginginkan bagaimana postur SDM dan oprasionalisasi sebagai standar nasional sekolah tersebut.

Dalam peninjauan tersebut kami banyak sekali mendapat peandangan yang lebih kepada proses operasional, selain fisik sekolah. Informasi ini justru menjadi bagian yang sangat menunjang pemahaman kami terhadap sekolah impian kami tersebut.

Selain melakukan kunjungan langsung kepada lembaga sekolah yang kami inginkan, kami juga melakukan sedikit penelitian terhadap lembaga sekolah swasta lain secara virtual. Dan ini menjadi bahan bantuan yang luar biasa berharganya. 

Pengetahuan dan pemahaman yang telah sama-sama kami kumpulkan tersebut akhirnya memberikan kepada kami bayangan dan gambaran yang relatif sama terhadap profile sekolah impian kami. Dan dari sinilah kami mencoba membuat parameter-parameter. Baik yang berkaitan dengan aspek sarana dan prasaranya, serta yang lebih penting dari semuanya adalah model dan arah.

Dalam tahap arah dan modelnya, maka dirumuskan bagaimana profile guru dan juga bagaimana profile siswa. Dan dalam dua hal inilah kami benar-benar membuat pembanding untuk menentukan bahwa koordinat yang memang impian kami adalah titik dimana memang yang menjadi tujuan bagi semua sekolah yang ada dalam koridor nasional.

Dalam dan dari dua aspek itu juga akhirnya kami dapat merumuskan profile sekolah impian. Lalu bagaimana merealisasikannya? Ini menjadi bagian penting lain yang ada dalam agenda kami, yang ternyata justru meminta perhatian kami lebih besar dan lebih intens. Semoga.

Jakarta, 30 April 2016.

26 April 2016

Menunggu Akhir Cerita


Sebagai anak bangsa, saya akan tetap menunggu dengan sabar akan seperti apa perjalanan orang-orang yang ada di sekitar saya. Termasuk diantaranya adalah tokoh ini. Lumayan seru juga kalau mendengar arahan, tanggapan, pendapat, argumentasi, kepongahan, atau bahkan mungkin kata-kata ketidakpuasan atas kinerja bawahannya. 





Dan dalam catatan saya ini, ada satu lintasan peristiwa, untuk saya unggah. Seperti yang saya kemukakan dalam kalimat pertama saya, bagaimana sebuah lakon itu akan bermuara. 



Jakarta, 26 April 2016.

25 April 2016

Menemani 'Perubahan' Guru #20; Membuat KPI

Dalam sebuah sesi pertemuan rutin yang kami gelar bersama manajemen sekolah, dimana hadir antara lain selain adalah bagian pengelola operasional sekolah, Kepala dan Wakil Kepala Sekolah, kami mendiskusikan tentang hasil KPI, Key Performance Indicator sekolah kami, yang hasilnya melampaui target yang dicanangkan dalam satu tahun pelajaran yang lalu, tetapi ketika melihat pada tataran di lapangan ada yang kurang dalam pelaksanaannya? Maka kami mengajak teman-teman di manajeman sekolah untuk menengok apa yang sebenarnya terjadi terhadap KPI yang telah dilaporkan kepada kami, pihak Yayasan, mengingat sekolah dimana kami berada adalah sekolah swasta.

Beberapa dari kami mencoba melihat dari data-data yang terlampir dalam laporan tersebut. Dengan tujuan adalah menemukan apakah ada pengumpulan data yang tidak reliabel sehingga menghasilkan hitungan yang kurang pas, sehingga berujung kepada nilai yang melampaui target yang telah bersama kami tentukan?

Teman yang lain melihat apakah ada indikator yang terdapat dalam aspek yang seharusnya dinilai tidak pas sehingga mengakibatkan apa yang seharusnya dinilai justru tidak dinilai, tetapi apa yang seharusnya tidak perlu atau tidak harus dinilai justru menjadi bagian penting yang masuk dalam aspek yang dinilai atau bahkan dia mendapat bobot penilaian yang lebih tinggi dibandingkan aspek penilaian yang lain?

Lalu bersama kami mencermati apa yang sesungguhnya kurang pas dalam apa yang telah kami selesaikan pekerjaan besar tersebut dalam kurun satu tahun. Setelah bersama-sama kami diskusi dan cermati apa yang telah kami lakukan, kami menyimpulkan bahwa untuk tahap sekarang, demikian pemikiran kami, yang harus menjadi poin terpenting dalam aspek penilaian adalah aspek keguruan atau SDM.

Maka kami sepakati bahwa Guru adalah bagian paling penting dan utama dalam [perjalanan sukses sekolah kami. Dan dari sinilah kami mencoba menyusun aspek-aspek penilaian dalam KPI yang baru dengan memberikan bobot kepada aspek keguruan atau SDM sekolah. 

Sepakatlah kami dengan kembali merekonstruksi KPI sekolah kami di tahun yang akan datang, dimana menempatkan Guru sebagai sebab dari semua fenomena yang terjadi di lembaga sekolah kami. Dari sanalah kemudian kami mencoba membuat BSC untuk menentukan bobot dari semua aspek yang telah kami sepakati. 

Hasil diskusi ini kemudian menjadi tugas utama teman kami yang mendapat amanah sebagai penjaga gawang sekolah kami sehari-hari untuk menyampaikan dan mengajarkan kepada semua lini dan semua unit sekolah yang ada di bawah bendera kami. Semoga.

Jakarta, 25 April 2016

24 April 2016

Kalender Pendidikan, Informasi Dadakan

Kemarin siang, saya mendapat informasi via SMS berkenaan dengan perubahan jadwal masuk di akhir tahun pelajaran ini. Dimana siswa libur dimajukan dan guru dapat libur lebih panjang dua pekan dari jadwal semula. Maksudnya tentu libur mengajar da bukan berarti libur masuk kerja ke sekolah. 

Mendapat kabar seperti itu tentu saja saya sedikit terperanjat. Pertama, karena kami baru saja menyusun jadwal detil harian di akhir tahun pelajaran ini guna mempersiapkan diri untuk lebih baik. Persiapan untuk guru dalam menyusun program sekolah di akhir tahun pelajaran dan sekaligus juga untuk awal tahun pelajaran berikutnya. Juga bagi sekolah guna menyusun program pelathan guru sebagai bagian dalam peningkatan kualitas kami yang sehari-hari adalah pemegang amanah keguruan dan pendidikan di sekolah. Juga bagi para orangtua siswa yang harus membuat rencana untuk acara Idul Fitri bersama keluarga, mengingat liburan akhir semester ini juga menjadi liburan Idul Fitri,


Kedua, memajukan jadwal libur berarti adalah memperpanjang masa jeda tidak berangkat ke sekolah. Dan menjadi pelik bagi kami mengingat liburan akhir tahun ini juga adalah liburan Idul Fitri dan Ramadhan. Ini artinya kami juga harus bersiap jika selama Ramadhan siswa tidak masuk sekolah juga dapat memicu ketidaknyamanan para orangtua yang tidak memiliki program khusus bagi anandanya.

Ketiga, kami sebagai sekolah swasta, mengapa untuk urusan jadwal berangkat sekolah harus mengacu kepada perubahan kalender kegiatan pendidikan melalui SMS? Dan inilah barangkali yang menjadi kesimpulan saya sementara ini atas ketidaknyamanan yang saya alami. 

Dan sebagai guru di sekolah, saya sedikit kecewa dengan model jadwal pendidikan yang sering dadakan. Mengapa? Karena hal ini menjadi tidak konsisten meski hanya terhadap Kalender Pendidikan yang sudah meraka pajang di web dan menjadi panduan kami dalam menyusun program seolagh dalam kurun satu tahun?

Jakarta, 24 April 2016.

20 April 2016

Menemani 'Perubahan' Guru #19; Kandidat Terpilih?

Dalam catatan sebelumnya berkenaan dengan 3 model kandidat yang ada dan kami temukan dalam forum diskusi panel para kandidat, maka tidak bisa-tidak kami pun harus melakukan penentuan kandidat yang mana yang akan menjadi Wakil Kepala Sekolah. Meski tapi telah menyepakati siapa saya yang terbaik dari yang ada, untuk kemudian melanjutkan kepada tahap berikutnya, maka kami harus juga berkoordinasi dengan Kepala Sekolah yang akan menjadi pemandu para wakilnya yang baru. 

Untuk itulah maka kami merancang pertemuan dengan Kepala Sekolah untuk mendiskusikan satu [persatu kandidat yang telah ikut serta dalam tahap diskusi panel. Dan karena Kepala Sekolah juga adalah orang yang ada dalam diskusi panel, selain juga adalah para peserta merupakan para gurunya, maka pemahaman terhadap para kandidat dalam keseharian menjadi pertimbangan tersendiri. Bahkan ada beberapa informasi yang memang kami tidak mengetahuinya. Ini karena kami hanya melihat bagaimana para kandidat tersebut mengemukakan pendapat. 

"Pak Tono itu bagus memang apa yang disampaikan dalam forum-forum semacam ini. Tapi dalam kesehariannya saya hampir frustasi memberikan semangat kepada dia untuk mengejar target yang dia juga ikut terlibat menentukan. Dan ini menjadi karakternya. Maka apa yang disampaikan dalam forum diskusi panel ini saya tidak heran." Kata Kepala Sekolah di awal diskusi kami mengenai para kandidat.

Apa yang disampaikan oleh Kepala Sekolah atas performa salah satu kandidat tersebut juga memberikan kepastian buat kami bahwa memang itulah jenis karakter para kandidat. Bahwa ada 3 model itu memang benar-benar terjadi dan berlangsung di lapangan.  Yaitu kandidat yang tukang komplain, kandidat yang menjadi pengamat atau komentator, dan kandidat yang memang fisik dan pikirannya menyatu dan menginjak bumi.

"Maka dengan apa yang telah Ibu uraikan itu apakah Ibu berarti memilih Pak Alfi dan Ibu Beta yang mendampingi Ibu sebagai Wakil Kepala Sekolah?" Begitu pertanyaan saya kepada Ibu Kepala Sekolah setelah diskusi berjalan kurang lebih 1 jam. Pertanyaan saya untuk mempertegas bahwa memang Ibu tersebut memilih sebagaimana yang kami juga rekomendasikan.

Jakarta, 20 April 2016.

19 April 2016

Menemani 'Perubahan' Guru #18; 3 Model Kandidat

Pemilihan kandidat Wakil Kepala Sekolah dengan cara seperti ini setidaknya memberikan kepada kami pelajaran untuk saling percaya, terbuka, berbagi, dan sekaligus melihat serta menyaksikan bersama kehebatan para kandidat yang ada di institusi kita. Dan ini bagian dari kebanggaan kami.

3 Model Kandidat

Dan untuk saya jadikan catatan disini, bahwa saya setidaknya menemukan 3 model kandidat setelah forum diskusi panel tersebut kami lakukan. Ketiga model kandidat itu tidak lain karena mereka memposisikan dirinya sebagai kandidat wakil Kepala Sekolah. Dan ini menjadi penting juga buat kami dalam mengambil keputusan. Tidak perduli apakah mereka, para kandidat tersebut memiliki strata pendidikan sarjana atau megister. Nampaknya justru kepatangan cara berpikirlSebagaimana yang pernah saya catat di halaman ini, bahwa dalam melakukan pemilihan pengganti Wakil Kepala Sekolah, kami mengundang para kandidat wakil untuk sebuah diskusi panel bersama-sama. Kepada mereka kami persilahkan untuk menyampaikan pendapat, gagasan, bahkan juga tekad dalam membawa sekolah lebih baik lagi. Maka dalam forum ini tugas kami adalah menyampaikan pertanyaan untuk mendapat tanggapan dari para kandidat secara bergantian.

Dalam forum ini nanti kami akan dapat menemukan karakter, kekuatan, dan cara pandang para kandidat tersebut. Dan dalam dua jam kegiatan diskusi panel tersebut, kami mampu menjadi empat atau lima putaran pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan itu dibuat oleh saya dan teman-teman dari Yayasan dan manajemen sekolah yang lebih tinggi dai posisi kandidat. Hal ini untuk menyamakan persepsi dalam pengambilan keputusan. Terutama ketika forum telah selesai, maka kami diskusi internal untuk menentukan kandidat mana yang ingin kami lanjutkan pada tahapan berikutnya. Tentunya kami telah menyepakati hal-hal yang memang sedang kami search dari para kandidat yang ada.

ah yang mempengarui 'nilai' dari masing-masing mereka. Mungkin juga mereka tidak menyadari kalau cara pandang mereka justru yang menjadi catatan penting kami dalam diskusi panel tersebut.

Model Satu, adalah mereka yang memposisikan dirinya sebagai kritikus. Kandidat yang posisi dirinya berada di ranah ini selalu mengatakan jawaban sebagai pendapat atau tanggapannya terhadap pertanyaan kami dengan nada kritikan, menilai, komplain, atau juga menuntut kepada pihak lain. 

"Saya melihat bahwa keberhasilan sebuah organisasi seperti sekolah kita berhasil dalam regenerasinya adalah peran pimpinan untuk mengkader para gurunya yang potensial. Dan saya merasakan hal inilah yang tidak pernah dilakuan pimpinan sepanjang waktu saya bergabung di sekolah ini." Katanya dengan percaya diri dan tidak ragu.

Atau juga pendapatnya tentang bagaimana agar pola komunikasi menjadi lancar di dalam unit sekolah; "Saya berpendapat bahwa pola komunikasi itu menjadi bagian penting bagi pimpinan sekolah untuk memberikan teladan kepada kami semua."

Kami, terutama saya sebagai bagian yang memberikan penilaian dan catatan, tentu saja jengah mendengar pernyataan kandidat model seperti ini. Karena bukankah mereka diminta untuk menyampaikan visinya berkenaan dengan pertanyaan yang kami sampaikan?

Model Kedua, adalah mereka yang memposisikan dirinya sebagai pengamat. Kandidat seperti ini selalu menyampaikan gagasannya dalam format sebagai pengamat. Yaitu orang yang merasa berada di luar pagar. Seperti juga para penonton. Maka kami juga menjadi berpikir seperti apa kalau nanti punya wakil Kepala Sekolah yang seharusnya mengekskusi suatu keputusan malah hanya mampu memberikan ulasan dan komentar atas keputusan yang seharusnya dia ambil? Aneh bukan?

Model Ketiga, adalah mereka yang memposisikan dirinya berada sebagai bagian dari lembaga. Ini adalah model kandidat yang akhirnya menjadi pilihan kami. Tidak ada yang tidak sepakat atas orang-orang model seperti ini ketika kami memanggil semua kandidat untuk melakukan diskusi panel.

"Saya kira semua bermuara kepada kami sendiri Pak. Kami sebagai guru di sekolahlah yang harus mengambil bagian penting bagi sebuah sekolah masa depan sebagaimana yang kita impikan. Memang belum tergambar bagi saya langkah yang harus kita lakukan selain berikhtiar menjadi guru terbaik di kelas kita masing-masing. Namun saya memastikan bahwa semua itu muaranya guru yang memiliki komitmen dan kosisten dalam menjalankan tugas."

Jakarta, 19 April 2016.

18 April 2016

Terkenang Tahun 1985

Saya tiba-tiba terkenang sebuah peristiwa yang kemudian membawa saya menuju kehidupan sebagaimana yang sekarang ini, sebagai guru. Sebuah peristiwa di garasi mobil di hari Jumat sekitar bulan Juli tahun1985. Peristiwa yang berlokasi di Jalan Cipete VII, Cilandak, Jakarta Selatan. Peristiwa yang sesungguhnya normal adanya. Menjalani interviu untuk menjadi seorang guru SD.

Itulah kenangan peristiwa yang dua hari ini muncul jelas sekali. Terlebih ketika dalam grup WA, teman operasional mengirimkan gambar foto garasi tersebut, dalam balutan duka. Karena sehari sebelumnya, garasi di rumah tersebut telah terjadi peristiwa pilu yang akhirnya merengut seorang cucu dari almarhum yang di tahun 1985 kala itu duduk di hadapan saya guna mengajukan pertanyaan.


Pertanyaan yang diajukan setelah sebelumnya saya dan dua teman lainnya memberikan jawaban tertulis atas tes yang diberikan kepada kami setelah waktu Jumat. Persisnya pukul 14.00. Kami duduk di kursi rotan bersandar rebahan. Kursi yang, sebenarnya, tidak cocok untuk menjadi tempat duduk bagi peserta interviu seorang guru. Tetapi beliau memberikan penjelasan bahwa kondisi di dalam rumah lebih kurang memungkinkan untuk beliau melakukan interviu.

"Anda saya interviu untuk sebuah sekolah yang baru saja didirikan oleh teman saya di daerah Pulo Gebang Permai, dekat Pulo Gadung di Jakarta Timur." Demikian beliau memberikan kalimat pembuka kepada kami. Kami menyimak. Hingga giliran saya untuk diajaknya berdialog seputar ilmu keguruan. Saya masih ingat pertanyaan beliau kepada saya kala itu. Termasuk penjelasan beliau sesudah dua atau tiga bulan setelah acara interviu tersebut.

Saya sampaikan kepada teman-teman di grup bahwa di rumah ini saya memiliki memori sebagai awal perjalanan hidup saya sebagai guru. Dan saya sampaikan doa semoga apa yang sedang dialami oleh keluarga almarhum beliau yang menginterviu saya itu segera diberikan kelancaran urusan dari Allah Swt. Amin.

Jakarta, 18 April 2016.

Pentas Anak-Anak

Sabtu, 16 April 2016, menjadi hari yang boleh dikata menjadi hari sibuk saya. Dan alhamdulillah bahwa meski hanya ada tiga agenda di hari itu, semuanya dapat saya jalani. Alhamdulillah.

Pertama, adalah kegiatan pentas anak-anak di daerah Cipete, Cilandak, Jakarta Selatan. Saya berada di lokasi kegiatan antara pukul 07.30 hingga pukul 10.40. ini menjadi kegiatan bagi saya yang pertama di hari sibuk itu. 

Pentas dilakukan anak-anak sebagai bagian dari menampilkan kebolehannya masng-masing. Dengan mengambil metode pentas kolosal. Hampir rata-rata sekali pertunjukkan ada 100 peserta didik di lantai pertunjukkan. Dengan menampilkan beberapa hal yang memang sehari-hari mereka lakukan ketika mereka belajar bersama gurunya. Dengan jumlah peserta pertunjukkan yang sebanyak itu, maka itu menuntut guru untuk membuat kreasi gerakan, sekaligus juga tata letak bagi anak-anaknya. Gerakan-gerakan dalam setiap durasi yang anak-anak dapatkan harus menjadi gerakan maksimal yang sekaligus juga memperhatikan pola yang dinamis agar tidak menjadi monoton.

Dan pada pertunjukan tahun ini, saya sendiri mencatatnya sebagai acara yang jauh lebih memikat dibanding apa yang mereka pentaskan di tahun sebelumnya. Ini menjadi catatan saya sendiri. Dan ini juga menunjukkan keterlibatan informasi dan teknologi dalam membuat acara menjadi lebih menarik. Mengapa? Karena teman-teman guru dalam setiap tim pararelnya selalu menjadikan jaringan internet sebagai alat bantuan untuk mencari pembanding. Dan kelihatan sekali bahwa teman-teman banyak menyerap dan menemukan apa yang dilihatnya dari internet tersebut. 

Kedua, adalah kegiatan resmi yang dilangsungkan di sekolah kedua yang menjadi destinasi saya, di daerah Tebet Dalam, Tebet, Jakarta Selatan. Berlokasi tidak begitu jauh dari Stasiun Tebet yang menjadi alat transportasi saya selain Go-Jek.  Saya sudah berada di lokasi kegiatan kedua saya itu sekitar pukul 11.15 hingga pukul 14.00. 

Kegiatan yang selenggarakan di sekolah ini adalah kegiatan serius. Yaitu sebagai lokasi untuk kegiatan lomba olimpiade untuk tingkat Jabodetabektangsel. Dengan tingkatan lomba untuk SD, SMP, dan juga SMA. Maka ketika sampai di lokasi tersebut, saya sudah menemukan tempat parkir yang tidak mampu menampung kendaraan lagi. Juga di halaman sekolah yang dijajar kursi-kursi siswa, dengan para orangtua peserta olimpiade yang menjadi penunggu. 

Mereka datang dari berbagai latar belakang sekolah dari berbagai lokasi yang ada. Bahkan ada boarding school, yang tertulis di bodi kendaraan operasional mereka, yang berasal dari Pandeglang di Banten. 

Ketiga, adalah acara pentas siswa yang dilakasanakan oleh para pengurus OSIS SMP, dengan teman POPPIN ONZE, berlokasi di  Pulomas, Rawamangun, Jakarta Timur. Saya hadir ketika kegiatan pentas telah berlangsung dua jam sebelumnya. Saya berada di lokasi terakhir kegiatan saya hari itu hingga tuntas tas.

Sekali lagi, alhamdulillah bahwa ketiga agenda kegiatan saya di hari itu, di tiga lokasi yang berbeda, diselenggarakan oleh tiga lembaga yang berbeda, dapat saya selesaikan dengan meninggalkan kenangan baik buat saya sendiri. Terimakasih dan alhamdulillah.

Jakarta, 18 April 2016.

16 April 2016

Apakah Logika Saya yang Miring?

Di media sosial dan koran atau online lainnya, bertebaran pendapat atau sekedar pernyataan yang membuat saya justru menjadi tolol. Artinya lebih dari sekedar bodoh. Dan ini menjadi ketakutan bagi saya. Takut kalau kepala saya pada akhirnya yang justru miring manakala harus tunduk pada logika seperti itu?

Bagaimana tidak? Bukankah saya dan mungkin juga Anda menjadi pusing, sebagai tanda awal bahwa kita terjangkit penyakit miring, ketika logika atas pendapat atau pernyataan pejabat, atau ahli hanya berlaku pada konteks masalah yang dia ungkapkan saja? Jadi kalau kita menggunakan logikanya untuk konteks yang lain maka akan tabrakan?

Misalnya; Mayoritas orang Indonesia yang ada berada di takaran kurang ada pemeluk agama Islam?

Kepala saya langsung mikir; Apakah pendapat atau pernyataannya mengambil sampel Indonesia untuk menyimpulkan konteks dunia? Bagaimana di negara lain di ASEAN dengan fenomena seperti logikanya itu? 

Lagi; Minum bir kan ngak bakalan mati.

Kepala saya juga mikir; Jangankan minum bir, makan daging babi memang ada yang mati? Setahu saya kalau racun yang dikonsumsi baru ajal menjelang. Oplosan itu bikin mati karena campurannya obat nyamuk misalnya.

Juga; Apa yang salah beli barang seharga 700 juta dengan tunai?

Bingung saya adalah; Kok masih ada orang jualan di zaman sekarang yang mau terima tunai? Mungkin si penjualnya ngak butuh ngecek berapa lembar uang yang diterimanya atau uang itu apakah semua asli?

Masih banyak sekali pendapat-pendapat seperti itu. Sungguh. Makanya meski kita gemar membaca, tidak bisa tidak kita harus hati-hati untuk tunduk pada logika-logika yang semacam itu.

Jakarta, 16 April 2016.

15 April 2016

Mudik 2016 #6; Oleh-Oleh Pohon

Ada juga hal yang perlu saya buat catatan di halaman ini berkenaan dengan aktivitas mudik saya di awal tahun 2016 ini. Yaitu harus membawa enam batang pohon kelor dengan diameter 8 cm dengan panjang masing-masing batangnya lebih kurang 12 cm. Ini tidak lain karena saya berkeinginan memiliki pohon kelor di halaman rumah yang sebenarnya telah saya coba untuk mencarinya di sekitar Jakarta. Beberapa kali memang melihat dan tahu siapa yang memiliki pohon tersebut dan dimana lokasi tinggalnya. Tetapi karena terkendala tidak mengenal si pemiliknya, atau kebetulan hanya melihat pas dalam perjalanan, maka niatan untuk memiliki dari Jakarta harus pupus.

Tampak tunas kelor yang mulai tumbuh. Semoga menjadi kenangan kehidupan bagi alam.
Walaupun niatan itu nyaris terealisasi ketika di tengah perjalanan saya melihat ada pohon yang lumayan besar, yang tumbuh di lahan pojok di sebuah rumah, yang berdekatan dengan rumah teman saya yang tinggal di daerah Cipete, Jakarta Selatan. Namun orang yang saya utus tetap tidak kunjung melaksanakan apa yang menjadi pesanan saya tersebut. Akhirnya pada saat mudik itulah niat untuk memiliki pohon kelor tersebut saya laksanakan.

Berawal ketika saya bertiga bersama anak dan adik bermain di pantai yang lokasinya dekan kampung halaman. Lebih kurang pukul 06.00 saya sudah ada di tepian pantai yang berdekatan dengan muara sungai Bogowonto itu. Saya mengetahui bahwa lokasi yang berdekatan pantai itu banyak ditanami pohon kelor, yang tampaknya menjadi pagar hidup di batas ladang yang berpasir itu. 

"Bapak," Kata saya kepada seorang petani yang sedag beraktivitas di lahan yang ada di dalam pagar. Beliau sedang beristirahat di bawah rimbunnya pohon jarak yang tidak jauh dari jalan yang kami lalui ketika menuju pulang.

"Apakah diizinkan untuk meminta batang pohon kelor ini?" Lanjut saya sembari berjalan mendekati Bapak petani tersebut.

"Silahkan Mas. Silahkan. Boleh Mas. Silahkan. Potong pakai sabit yang saya simpan di keranjang yang ada di sepeda itu." Kata Bapak itu ramah sembari mengarahkan telunjuk tangannya ke arah sepeda yang disandarkan di pohon kelor.

Begitulah akhirnya tak punggung saya benar-benar terisi batang pohon kelor yang telah saya bungkus koran. Yang menjadikan tas punggung itu begitu berat ketika harus saya bawa. Dan begitulah kisah pohon kelor yang sekarang menjadi bagian dari fauna yang ada di halaman rumah yang hanya seluas kamar mandi. Tapi saya begitu mensyukurinya...

Jakarta, 15 April 2016.

Mudik 2016 #5; Membeli Buku

Ada yang tertinggal yang belum saya catat dalam lembaran saya ni tentang kegiatan yang saya lakukan saat mudik ke Purworejo-Jogjakarta awal tahun 2016 ini, yaitu membeli beberapa buku di Jogja Book Centre, yang menjadi salah satu agenda tetap di setiap mudik saya. Dan ini saya lakukan hari kedua ketika saya sampai di kampung halaman. Atau begitu saya sampai di Jogjakarta, maka ketika turun bus di Gamping, saya lanjutkan perjalanan dengan menumpang bus kota dan turun di perempatan titik nol kota Jogjakarta. Dari perempatan ini saya berjalan menuju Taman Pintar. Karena lokasi kios buku yang menjadi langganan saya ada di belakang Taman Pintar, yang bersebelahan dengan Taman Budaya Jogjakarta.

Kios buku di lokasi ini menjadi langganan saya hampir setiap saya membeli buku, selain karena lengkap dengan buku apa saja yang saya sebutkan ada, asli, dan juga dengan memberikan potongan harga. Dan potongan harga ini hampir tidak akan pernah saya dapatkan ketika saya datang ke toko buku besar sekalipun. Maka ketika kali pertama saya berkenalan dengan kios buku ini, sejak itulah saya jatuh hati.

Oleh karena itu, ketika saya mempunyai rencana mudik, pergi ke kios buku yang ada di samping Taman Budaya itu menjadi agenda wajib. Dan saya telah mempersiapkan jilid-jilid buku yang akan saya beli sebagai pelengkap jilid buku yang telah ada sebelumnya. Sepertinya misalnya buku-buku yang berjilid-jilid, yang tidak akan saya dapat membelinya sekaligus 20 jilid buku yang ada. Tetapi dengan cara mencicil itulah maka kelengkapan jilid buku yang saya cari menjadi lengkap.

"Jilid 8 nya sedang kosong Pak." Kata penjaga, mungkin juga adalah pemilik kiosnya, kepada saya suatu saat ketika saya datang ke kiosnya yang berlokasi di deretan depan. Memang saya tahu kalau buku yang saya cari ini sebenarnya bukan stok asli kiosnya. Karena kiosnya menyediakan buku-buku selain buku-buku agama. Tetapi karena keseringan saya untuk selalu datang ke kiosnya, maka saya meminta tolong kepada untuk mencarikan semua buku yang menjadi kebutuhan saya.

"Coba tolong carikan ke temannya yang lain Mas. Sampai ketemu." Kata saya kepadanya. Dan benar juga, bahwa buku pesanan saya itu memang benar-benar kosong. Artinya, semua kios yang ada di kios buku yang ada di Jogja Book Centre itu kosong.

Apa daya tarik lain selain potongan harga dari harga bandrolnya? Sampul plastik. Inilah daya pikat lainnya. Buku-buku yang saya beli di kios itu akan langsung diberi sampul plastik yang rapi, bagus dan berkualitas. Dengan kondisi buku yang telah terplastik ketika saya membeli, membuat saya tinggal memberi identitas buku tersebut begitu sampai rumah. Lumayan bukan?

Jakarta, 15 April 2016.

14 April 2016

Menemani 'Perubahan' Guru #17; Menjadi Pemandu

Menjadi pemandu dalam sebuah kegiatan perjalanan ke luar kota, sekaligus sebagai supir bagi keluarga besar saya, menjadi bagian yang paling menggembirakan untuk saya. Ini karena saya dapat mengajak sanak keluarga 'marasakan' apa yang terasa dalam diri saya. Oleh karenanya dalam setiap sisi atau ruas jalan yang saya lalui, saya akan menyampaikan 'rasa' apa yang ada di dalamnya. 

Sejauh ini, apa yang sampaikan atau utarakan, tidak menjadi persoalan untuk keluarga. Sebaliknya saya mendapatkan tanggapan baik dan positif dari mereka. "Jalan-jalan sama Dik Agus enak. Sepertinya setiap tempat menjadi berarti." Begitu salah satu kalimat yag disampaikan kakak saya. "Tidak ada yang perlu dikawatirkan dengan jalanan jelek atau macet atau bahkan kesasar. Semua menjadi biasa dan normal adanya." Lanjut kakak saya memberikan pujian. Saya diam saja. 

Gunung Kidul

Misalnya ketika kami melakukan perjalanan ke Jogjakarta hingga menginap di sebuah penginapan senyap di Pantai Krakal di Gunung Kidul. Menempati rumah penginapan dengan berbagi menjadi suatu yang tetap nikmat dialami. Suatu pengalaman yang tidak ada duanya jika kita akan membandingkannya dengan menginap satu malam di hotel bintang dua atau tiga di jalan Taman Siswa yang ada di Jogjakarta.

Tidak ada suara yang dapat kita nikmati di malam hari selain hanyalah suara ombak yang terus berkejaran tiada hentinya. Sesekali memang da suara anak-anak muda yang mendirikan beberapa tenda di dekat bibir pantai. Namun suara mereka tenggelam oleh debur ombak yang selalu pecah ketika mencapai pasir putih yang ada di tepi pantai. 

Tidak ada warung yang buka sepanjang malam meski lampu yang tetap menyala dan tatanan makanan serta minuman yang tetap lengkap di atas meja. Semua telah kembali kepada dunia malam mereka masing-masing. Dan kami sebagai tamu hotel ditinggal di kamar tanpa harus diawasi oleh penjaga hotel yang kembali ke rumahnya. Juga di pagi harinya ketika kami keluar kamar dan menyusuri tebing karst, yang tetapi masih sepi. Namun semua anggota keluarga saya menikmati itu sebagai sesuatu anugerah yang bagus. 

Hingga akhirnya kami kembali ke Jakarta dengan rute yang berbeda ketika kami berangkat dari Jakarta. Dimana saya mengambil jalan dari Restoran jeJamuran yang ada di Sleman lanjut ke Secang kemudian masuk Temanggung dan tembus ke Waleri-Gringsing- Pekalongan-Brebes-Jakarta. 

Demikian juga halnya ketika saya mangajak serta seluruh keluarga besar berkereta api menuju Cirebon-Kuningan. Semua menjadikan paket perjalanan itu sebagai hal yang penuh nikmat bahagia.

Menjadi Pemandu

Begitu juga dengan apa yang saya sebutkan sebagai pemandu ketika saya berada di sebuah era transformasi di sebuah lembaga pendidikan yang bernama sekolah. Tugas dan fungsi saya ketika berada di dalamnya adalah sebagai pemandu dalam sebuah perjalanan. Sering saya menggunakan efek kejut ketika kami melalui suatu tempat bagus. Ini tidak lain karena saya menunggu apa yang menjadi komentar anggota perjalanan. Dan dari komentar yang disampaikan itulah saya akan memberikan penekanan. Model seperti ini untuk memberikan tambahan rasa nikmat atas apa yang dilihat atau dialaminya. Saya ingin agar teman-teman menemikan sendiri kebermaknaan suatu hal yang sedang dan telah dijalaninya. 

Juga memberikan semangat atau solusi berupa kemungkinan-kemungkinan lainnya jika kegiatan itu baru akan berlangsung, bila mereka sendiri juga merasakan ada keraguan ketidakberhasilan akan program yang akan dijalani. Ini karena mereka memang belum pernah menjalini hal yang sama diwaktu sebelumnya.

Begitulah saya ketika menjadi seorang pemandu. Harus memahami selalu perjalanan batin teman-teman tentang kebutuhan yang mendesak sedang mereka perlukan... 

Jakarta, 14 April 2016.