Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

15 April 2016

Mudik 2016 #6; Oleh-Oleh Pohon

Ada juga hal yang perlu saya buat catatan di halaman ini berkenaan dengan aktivitas mudik saya di awal tahun 2016 ini. Yaitu harus membawa enam batang pohon kelor dengan diameter 8 cm dengan panjang masing-masing batangnya lebih kurang 12 cm. Ini tidak lain karena saya berkeinginan memiliki pohon kelor di halaman rumah yang sebenarnya telah saya coba untuk mencarinya di sekitar Jakarta. Beberapa kali memang melihat dan tahu siapa yang memiliki pohon tersebut dan dimana lokasi tinggalnya. Tetapi karena terkendala tidak mengenal si pemiliknya, atau kebetulan hanya melihat pas dalam perjalanan, maka niatan untuk memiliki dari Jakarta harus pupus.

Tampak tunas kelor yang mulai tumbuh. Semoga menjadi kenangan kehidupan bagi alam.
Walaupun niatan itu nyaris terealisasi ketika di tengah perjalanan saya melihat ada pohon yang lumayan besar, yang tumbuh di lahan pojok di sebuah rumah, yang berdekatan dengan rumah teman saya yang tinggal di daerah Cipete, Jakarta Selatan. Namun orang yang saya utus tetap tidak kunjung melaksanakan apa yang menjadi pesanan saya tersebut. Akhirnya pada saat mudik itulah niat untuk memiliki pohon kelor tersebut saya laksanakan.

Berawal ketika saya bertiga bersama anak dan adik bermain di pantai yang lokasinya dekan kampung halaman. Lebih kurang pukul 06.00 saya sudah ada di tepian pantai yang berdekatan dengan muara sungai Bogowonto itu. Saya mengetahui bahwa lokasi yang berdekatan pantai itu banyak ditanami pohon kelor, yang tampaknya menjadi pagar hidup di batas ladang yang berpasir itu. 

"Bapak," Kata saya kepada seorang petani yang sedag beraktivitas di lahan yang ada di dalam pagar. Beliau sedang beristirahat di bawah rimbunnya pohon jarak yang tidak jauh dari jalan yang kami lalui ketika menuju pulang.

"Apakah diizinkan untuk meminta batang pohon kelor ini?" Lanjut saya sembari berjalan mendekati Bapak petani tersebut.

"Silahkan Mas. Silahkan. Boleh Mas. Silahkan. Potong pakai sabit yang saya simpan di keranjang yang ada di sepeda itu." Kata Bapak itu ramah sembari mengarahkan telunjuk tangannya ke arah sepeda yang disandarkan di pohon kelor.

Begitulah akhirnya tak punggung saya benar-benar terisi batang pohon kelor yang telah saya bungkus koran. Yang menjadikan tas punggung itu begitu berat ketika harus saya bawa. Dan begitulah kisah pohon kelor yang sekarang menjadi bagian dari fauna yang ada di halaman rumah yang hanya seluas kamar mandi. Tapi saya begitu mensyukurinya...

Jakarta, 15 April 2016.

No comments: