Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

16 April 2016

Apakah Logika Saya yang Miring?

Di media sosial dan koran atau online lainnya, bertebaran pendapat atau sekedar pernyataan yang membuat saya justru menjadi tolol. Artinya lebih dari sekedar bodoh. Dan ini menjadi ketakutan bagi saya. Takut kalau kepala saya pada akhirnya yang justru miring manakala harus tunduk pada logika seperti itu?

Bagaimana tidak? Bukankah saya dan mungkin juga Anda menjadi pusing, sebagai tanda awal bahwa kita terjangkit penyakit miring, ketika logika atas pendapat atau pernyataan pejabat, atau ahli hanya berlaku pada konteks masalah yang dia ungkapkan saja? Jadi kalau kita menggunakan logikanya untuk konteks yang lain maka akan tabrakan?

Misalnya; Mayoritas orang Indonesia yang ada berada di takaran kurang ada pemeluk agama Islam?

Kepala saya langsung mikir; Apakah pendapat atau pernyataannya mengambil sampel Indonesia untuk menyimpulkan konteks dunia? Bagaimana di negara lain di ASEAN dengan fenomena seperti logikanya itu? 

Lagi; Minum bir kan ngak bakalan mati.

Kepala saya juga mikir; Jangankan minum bir, makan daging babi memang ada yang mati? Setahu saya kalau racun yang dikonsumsi baru ajal menjelang. Oplosan itu bikin mati karena campurannya obat nyamuk misalnya.

Juga; Apa yang salah beli barang seharga 700 juta dengan tunai?

Bingung saya adalah; Kok masih ada orang jualan di zaman sekarang yang mau terima tunai? Mungkin si penjualnya ngak butuh ngecek berapa lembar uang yang diterimanya atau uang itu apakah semua asli?

Masih banyak sekali pendapat-pendapat seperti itu. Sungguh. Makanya meski kita gemar membaca, tidak bisa tidak kita harus hati-hati untuk tunduk pada logika-logika yang semacam itu.

Jakarta, 16 April 2016.

No comments: