Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

14 April 2016

Menemani 'Perubahan' Guru #17; Menjadi Pemandu

Menjadi pemandu dalam sebuah kegiatan perjalanan ke luar kota, sekaligus sebagai supir bagi keluarga besar saya, menjadi bagian yang paling menggembirakan untuk saya. Ini karena saya dapat mengajak sanak keluarga 'marasakan' apa yang terasa dalam diri saya. Oleh karenanya dalam setiap sisi atau ruas jalan yang saya lalui, saya akan menyampaikan 'rasa' apa yang ada di dalamnya. 

Sejauh ini, apa yang sampaikan atau utarakan, tidak menjadi persoalan untuk keluarga. Sebaliknya saya mendapatkan tanggapan baik dan positif dari mereka. "Jalan-jalan sama Dik Agus enak. Sepertinya setiap tempat menjadi berarti." Begitu salah satu kalimat yag disampaikan kakak saya. "Tidak ada yang perlu dikawatirkan dengan jalanan jelek atau macet atau bahkan kesasar. Semua menjadi biasa dan normal adanya." Lanjut kakak saya memberikan pujian. Saya diam saja. 

Gunung Kidul

Misalnya ketika kami melakukan perjalanan ke Jogjakarta hingga menginap di sebuah penginapan senyap di Pantai Krakal di Gunung Kidul. Menempati rumah penginapan dengan berbagi menjadi suatu yang tetap nikmat dialami. Suatu pengalaman yang tidak ada duanya jika kita akan membandingkannya dengan menginap satu malam di hotel bintang dua atau tiga di jalan Taman Siswa yang ada di Jogjakarta.

Tidak ada suara yang dapat kita nikmati di malam hari selain hanyalah suara ombak yang terus berkejaran tiada hentinya. Sesekali memang da suara anak-anak muda yang mendirikan beberapa tenda di dekat bibir pantai. Namun suara mereka tenggelam oleh debur ombak yang selalu pecah ketika mencapai pasir putih yang ada di tepi pantai. 

Tidak ada warung yang buka sepanjang malam meski lampu yang tetap menyala dan tatanan makanan serta minuman yang tetap lengkap di atas meja. Semua telah kembali kepada dunia malam mereka masing-masing. Dan kami sebagai tamu hotel ditinggal di kamar tanpa harus diawasi oleh penjaga hotel yang kembali ke rumahnya. Juga di pagi harinya ketika kami keluar kamar dan menyusuri tebing karst, yang tetapi masih sepi. Namun semua anggota keluarga saya menikmati itu sebagai sesuatu anugerah yang bagus. 

Hingga akhirnya kami kembali ke Jakarta dengan rute yang berbeda ketika kami berangkat dari Jakarta. Dimana saya mengambil jalan dari Restoran jeJamuran yang ada di Sleman lanjut ke Secang kemudian masuk Temanggung dan tembus ke Waleri-Gringsing- Pekalongan-Brebes-Jakarta. 

Demikian juga halnya ketika saya mangajak serta seluruh keluarga besar berkereta api menuju Cirebon-Kuningan. Semua menjadikan paket perjalanan itu sebagai hal yang penuh nikmat bahagia.

Menjadi Pemandu

Begitu juga dengan apa yang saya sebutkan sebagai pemandu ketika saya berada di sebuah era transformasi di sebuah lembaga pendidikan yang bernama sekolah. Tugas dan fungsi saya ketika berada di dalamnya adalah sebagai pemandu dalam sebuah perjalanan. Sering saya menggunakan efek kejut ketika kami melalui suatu tempat bagus. Ini tidak lain karena saya menunggu apa yang menjadi komentar anggota perjalanan. Dan dari komentar yang disampaikan itulah saya akan memberikan penekanan. Model seperti ini untuk memberikan tambahan rasa nikmat atas apa yang dilihat atau dialaminya. Saya ingin agar teman-teman menemikan sendiri kebermaknaan suatu hal yang sedang dan telah dijalaninya. 

Juga memberikan semangat atau solusi berupa kemungkinan-kemungkinan lainnya jika kegiatan itu baru akan berlangsung, bila mereka sendiri juga merasakan ada keraguan ketidakberhasilan akan program yang akan dijalani. Ini karena mereka memang belum pernah menjalini hal yang sama diwaktu sebelumnya.

Begitulah saya ketika menjadi seorang pemandu. Harus memahami selalu perjalanan batin teman-teman tentang kebutuhan yang mendesak sedang mereka perlukan... 

Jakarta, 14 April 2016.

No comments: