Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

25 September 2013

Sekolah yang Membuat Jalanan Bertambah Macet

"Mbok ya orang tua yang jemput anaknya jangan nunggu satu sampai dua jam. Kan bisa tunggu 15 menit dengan sistem drop off, pas anak pulang langsung jalan," tandasnya. Demikianlah pernyataan dari Kasudinhub Jakarta Timur, Mirza Aryadi, Selasa (24/9/2013), yang saya baca di http://news.detik.com/read/2013/09/25/014411/2368454/10/banyak-kendaraan-penjemput-yang-ngetem-kasudinhub-jaktim-surati-sekolah?991101mainnews.

Sekolah dan Macet 

Apa yang disampaikan oleh petugas dari Dinas Perhubungan tersebut di atas adalah sebuah pernyataan yang disampaikan kepada sekolah-sekolah yang kebetulan karena terbatasan lahan parkir, sehinga para penjemput akan menggunakan badan jalan sebagai lahan parkir tambahan. Dan itu berimbas kepada kemacetan jalan yang benar-benar mengganggu bagi pengguna jalan yang kebetulan tidak berkepentingan.

Dan pernyataan yang bersifat himbauan itulah juga yang telah dilakukan oleh pihak sekolah secara berulang-ulang agar kiranya para orangtua siswa atau penjemput tidak memarkirkan kendaraanya secara berlama-lama di badan jalan. Bahkan banyak diantaranya yang memarkir kendaraannya itu dari sejak mengantar anak di pagi hari hingga anak pulang di sore hari.  Sulit himbauan itu menjadi terwujud dengan baik.

Entah apa yang akan terjadi jika kendaraan yang parkir di badan jalan itu, yang berada di tanda larangan parkir, benar-benar dilakukan tindakan pengempesan ban sebagaimana yang sekarang sedang digalakkan di Jakarta. Karena sebelumnya telah terjadi beberapa kendaraan yang parkir di tempat-tempat terlarang itu digembok. Namun belum memberikan impliksi yang positif terhadap ketertiban dan kedisiplinan.

Parkir Menjadi Masalah Kompleks

Keberadaan parkir di jalanan besar yang ada ada di ruas jalan-jalan protokol berkenaan dengan keberadaan sekolah sesungguhnya menjadi masalah yang tidak sederhana. Ini menjadi masalah yang sangat kompleks. Setidaknya kalau saya sebagai bagian dari sekolah ingin melihatnya dari beberapa sisi yang berkepentingan.  

Pertama dari sisi Orangtua siswa. Bila kita melihat bahwa parkir di sekolah menjadi begitu banyak karena adanya kendaraan yang ngetem di sekolah, ini tidak lain karena orangtua memang memiliki resources untuk itu.  Dan di samping kendaraan yang parkir tersebut, juga disertakan driver, dan atau nanny nya anak-anaknya. Ini sesungguhnya selain menjadi masalah parkir bagi sekolah yang hanya memiliki lahan parkir sempit, juga adalah problem sosial.

Problem sosial ini lahir manakala keberadaan driver dan para nanny di waktu sekolah sepanjang hari tersebut, jika bersama-sama maka akan lahirlah sebuah komunitas yang tidak hanya melahirkan hal positif saja. Tetapi juga pada hal-hal yang negatif. Diantara orang-orang tersebut akan saling bertukar cerita tentang apa saja. Mulai dari tentang upah hingga curhatan pribadi. Maka sesungguhnya keberadaan mereka di lingkungan sekolah sungguh bukan menjadi hal yang melahirkan masalah parkir semata.

Kedua dari sisi lowongan pekerjaan. Harus diakui bahwa ketika sekolah-sekolah tersebut menjadi lokasi berkumpulnya banyak kendaraan dan artinya juga banyak orang, maka peluang untuk sebuah lapangan pekerjaan menjadi bertambah. Misalnya peluang untuk bertransaksi, jual-beli bahan makanan atau keperluan lainnya, juga jasa pengamanan, dan tentunya para penarik iuran parkir.

Ketiga dari sisi kepentingan umum. Inilah yang menjadi bagian paling penting bagi pihak perhubungan dan pemerintah daerah. Karena dengan keberadaan parkir di badan jalan, ini merupakan tambahan bagi penghambat arus kendaraan. Yang berarti menambah masalah kemacetan yang ada di Ibu Kota ini. Dan inilah sisi yang dibela oleh pihak pemerintah dalam hal ini Dinas Perhubungan.

Jakarta, 25 September 2013.

No comments: