Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

10 March 2012

Shalat Jumat di Sekolah

Pelaksanaan shalat Jumat di sekolah bersama anak-anak, sering membuat kami, para guru, kewalahan dengan perilaku anak-anak yang sulit untuk dibuat tertib sebagaimana yang disyaratkan. Yaitu untuk tidak ada dialog sedikit pun. Ini saya sendiri alami sejak berada di sekolah yang berbasis Islam atau juga di sekolah non-denominasi atau sekolah umum dimaa terdapat lima agama resmi di Indonesia.

Bahkan saat saya di sekolah umum yang komunitas anak yang mengikuti shalat Jumat lebih kurang 35 persennya saja, ketenangan dalam shalat Jumat masih menjadi masalah. Dan ketika kami diskusikan, ada diantara teman yang membandingkan mengapa anak dapat benar-benar tertib saat pelaksanaan assembly di sekolah dari pada shalat Jumat? Dan dari fenomena itu maka lahirlah beberapa tesis yang akhirnya menjadi pilihan kita untuk dapat diterapkan dalam pelaksanaan shalat Jumat. Berhasilkah? Lumayan berhasil. Tetapi masih ada beberapa anak yang memang sulit untuk dapat mengikuti shalat Jumat dengan tanpa ada dialog dengan teman yang duduk disampingnya.
Termasuk saat saya masuk kembali ke sekolah yang berafiliasi agama Islam sekarang ini.  Masih belum lahir budaya tertib dari anak-anak peserta didik kami yang terdiri dari  mereka yang duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar hingga kelas sembilan SMP. Bahkan tidak saja anak-anak yang melakukan dialog yang tidak sepatutnya terjadi manakala khatib sedang menyampaikan khotbahnya, tetapi juga beberapa driver yang juga ikut melaksanakan shalat bersama kami, yang kalau ditilik dari usianya sudah benar-benar baligh, masih juga berdialog atau mengobrol.

Lalu, bagaimana usaha kami di sekolah untuk mengajak anak-nak tertib saat pelaksanaan shalat jumat berjamah di Sekolah? Ini barangkali sebuah gagasan yang memang akan menjadi kajian buat saya dan teman-teman di sekolah. Sebuah gagasan yang mudah-mudahan menjadi jalan keluar agar shalat Jumat di sekolah atau shalat-shalat lainnya menjadi lebih bermakna tidak saja untuk kami yang dewasa, tetapi juga anak-anak. Terutama ketika anak-anak itu nantinya telah beranjak dewasa.

Lima Jurus Tanpa Ngobrol
Pertama, keberadaan guru. Harus ada pembagian tugas agar selalu ada guru yang sudah berada di lokasi shalat sebelum kehadiran anak. Selain telah datang di lokasi sebelum anak datang, guru juga harus telah menyiapkan aktivitas bersama anak-anak sebelum waktu shalat dimulai. Kegiatan yang sering teman-teman saya pilih adalah bershalawat dan atau tadarus surat pendek Al Quran. 

Kendalanya untuk poin ini adalah masih juga terdapat guru yang tidak berada di tempatnya pada waktu yang telah ditetapkan. Akibatnya, jika yang pertama sampai atau datang di lokasi shalat anak, maka dapat diduga apa yang akan terjadi. Untuk itu, maka poin ini dibutuhkan komitmen yang utuh dari teman-teman saya di sekolah.

Kedua, mengajak anak melaksanakan shalat dengan terlebih dahulu diberikan pemahaman tentang shalat jumat. Ini agar anak paham apa esensi melaksanakan shalat, khususnya shalat Jumat. Supaya kalau ia atau mereka tertib melaksanakannya akan mendapat sesuatu yang lebih. Pemanahamn ini dimaksudnya akan menjadi akar atau motivasi mengapa anak-anak harus memenuhi syarat pelaksanaan shalat.

Ketiga, sepanjang pelaksanaan shalat, tidak ada guru yang tidak menyimak. Karena terlalu sering dalam sebuah pelaksanaan shalat Jumat, khususnya, yang ketika khatib menyampaikan khatbahnya, maka beberapa jamaah yang pulas dan tidak menyimak.

Kalau guru berada di tengah-tengah anak dalam shalat tersebut, dan kebetulan mereka terlelap dalam duduknya, maka sesungguhnya ada dan tiadanya tidak membawa relevansi kepada tertibnya pelaksanaan shalat Jumat.

Keempat, pengaturan shaf shalat anak-anak. Teman saya mengusulkan agar kakak-kakak yang telah diuduk di bangku SMP dapat kita minta tolong untuk duduk berpencar, da berada diantara adik-adik kelas yang duduk di bangku sekolah dasar. Karena jika anak-anak itu duduk berkelompk bersama-sama dalam satu shaf yang berdekatan, maka dipastikan mereka memiliki motivasi untuk berbicara satu dengan yang lainnya. Ada pula usul yang lain. Namun prinsip dari strategi ini adalah untuk membuat agar anak-anak itu tidak nyaman mengobrol dengan temannya.

Kelima, khotbah Jumat harus sesuai dengan tema yang anak-anak bisa menangkap atau malah yang anak-anak suka. Misalnya yang berkenaan dengan sejarah. Karena sering kasus yang ada adalah khatib membacakan khatbahnya yang didapat dari buku untuk tema shalat Jumat di masjid dengan jamaah yang seratus persennya jamaah dewasa. Konsekuensi dari poin ini adalah, agar guru membuat tim guna merancang khatbah yang disesuaikan dengan jamaah yang mengikutinya.

Itulah lima jurus saya sebagai usaha agar anak-anak pelaksanaan shalat Jumat berjamaah di sekolah selain berlangsung sesuai dengan kaidah yang benar, juga agar shalat tersebut memberi makna dalam proses perjalanan hidup anak-anak dan kita sebagai gurunya.

Stasiun Gambir, 10/03/2012:04.30.

No comments: