Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

08 March 2012

Si Pengarang Cerita

Dalam artikel ini, saya ingin memberikan gambaran betapa kita sebagai guru dan orangtua di rumah harus belajar atau mengambil pelajaran dari semua peristiwa dan interaksi yang kita jalani di lingkup tanggung jawab kita. Jelas, bukan maksdu saya untuk menggurui. Namun saya hanya sekedar sharing tentang apa yang saya dapatkan dari pengalaman di lapangan.

Pengarang Cerita

Inilah kisah anak yang canggih dalam mengarang cerita sebuah kejadian di sekolah. Dan dari ceritanya itulah sebuah kisah baru lahir.Maaf, bukan kisah sebagaimana yang dikarangnya lagi, tetapi kejadian nyata yang menjadi drama kehidupan. Tentu pelakukanya antara guru dengan orangtuanya. Dan drama ini menjadikan saya dan teman-teman yang lainnya belajar bagaimana berpikir persfektif. Yaitu sebuah fakta yang sama tetapi dengan sudut pandang yang berbeda, sehingga fakta awal itu telah beranak dan bercucu. Dan dari anak serta cucu itulah sudut pandang baru terbentuk. Runyam. Bila kisah yang dikarangannya, diperankan olehnya bersama-sama teman-teman di kelasnya. Maka kisah berikutnya adalah kisah dengan peran orangtuanya, guru kelasnya, dan tentunya kepala sekolahnya. Ending-nya masih permohonan saling maaf dan saling pengertian. Namun kisah baru terlanjur sudah menjadi sejarah.

Tetapi jika peristiwa demikian hanya terjadi satu atau paling banyak dua kali, mungkin kita semua masih maklum dan belum banyak yang perlu tahu tentang anak cerdas ini. Namun karena hampir setiap tahunnya berulang dengan kisah dan kejadian serta pemain yang berbeda-beda, maka layak bila semua komunitas sekolah harus memahami si pengarang cerita ini dengan mahir. Dan ini, bagi guru yang ada di kelas merupakan modal utama untuk menjadi, katakanlah kontra sutradara, manakala harus head to head dengan dia. Tanpa kemahiran dan keiawaian guru, niscaya karakter sebagai pengarang cerita akan tumbuh bak  jamur di musim hujan. 

Pelajaran untuk Guru 

Untuk guru, pelajaran berharga  mengenai hal ini dalah agar setidaknya guru harus benar-benar sadar, tidak sekedar paham, akan seluruh situasi yang terjadi di bawah tanggungjawabnya. Sedaran paripurna manakala guru benar-benar berada dalam satu kesatuan antara jiwa dan raganya. Dengan kapital seperti ini, maka kita dimungkinkan menjadi peka dalam menyerap seluruh gerak-gerik seluruh  interaksi yang ada di dalam kelasnya. Hal ini juga akan meningkatkan daya kewaspadaannya dalam melakukan manajemen kelasnya. 

Penguasaan kelas yang bagus seperti itu akan melahirkan penguasaan guru terhadap perjalanan kelasnya. Di waktu berikutnya, manakala terdapat laporan atau katakanlah komplain dari pihak manapun terhadap kelasnya, guru akan dengan mudah membuka catatan yang dimilikinya. Dan catatan itu jelas  serta cermat mengabadikan seluruh peristiwa yang terjadi sebelumnya. Kejelasan dan kecermatan catatan guru ini sangat membantu membuka pintu keluar solusi yang dihadapi kemudian.

Sebaliknya, makakala guru tidak dalam posisi siap sedia dalam menghadapi kelas, atau dengan katalain tidak bersatunya antara jiwa dan raga guru saat keberadaannya di dalam kelas, maka sulit baginya untuk keluar dari solusi bilamana masalah menghadangnya. Karena dia tidak memiliki data primer yang langsung didapat dan dicatatnya dari sebuah perjalanan peristiwa.

Pelajaran untuk Orangtua

Harus selalu menjadikan anak di rumah sebagai teman dialog yang setara dan penuh jalinan emosi dengan kita. Hindari saat-saat dialog dengan mereka, dengan HP yang ada di telapak tangan kita. Karena HP bisa menjadikan penghalang untuk sebuah kedekatan emosi yang semestinya terfibrasikan. Atau mungkin benda-benda lain sejenis yang sering mengelabuhi kita. Dengan situasi demikian diharapkan mereka akan bercerita dengan apa adanya terhadap apa yang terjadi dilingkungannya.  

Karena dari pengalaman di sekolah, anak-anak yang kahirnya menjadi mahir dalam membuat cerita atas peristiwa yang hanya menguntungkannya itu,  berasal dari orangtua yang ketika berdialog dengan anak tidak menyadari bahwa posisinya adalah memberikan instruksi tanpa melihat posisi lawan dialognya. Atau juga sering saya dan teman-teman temui anak-anak itu tumbuh dari tuntutan yang tinggi dari rumahnya. Dan saya berasumsi, karena ekspektasi yang tinggi itulah maka anak menjadi memanipulasi peristiwa atau kejadian yang sesungguhnya.

Jakarta, 04-08 Maret 2012.

No comments: