Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

04 March 2012

Ketika Anak Minta Pindah Sekolah

Inilah kisah anak yang karena alasan tertentu harus keluar dari sekolah yang selama ini ia berada, namun beberapa waktu kemudian setelah ia masuk di sekolah barunya, karena juga alasan tertentu harus kembali lagi ke sekolah awalnya. 

Mengapa ia harus meninggalkan sekolah awal dimana ia berada sebelum pindah? Tidak lain karena hubungan sosialnya dengan teman satu kelasnya yang dirasakannya keras dengannya. Dan atas dukungan dan persetujuan orangtuanya masuklah ia ke sekolah yang dirasakannya sebagai solusi bagi problem interaksi sosialnya. Namun setelah berjalan sekian lama, lebih kurang hanya satu semester, problem yang ditinggalkannya di sekolah awal kembali muncul di sekolah barunya, maka solusi yang terbaik dalam menyelesaikan adalah kembali ke sekolah awal. Jika demikian halnya, benarkan pindah sekolah menjadi solusi terbaiknya?

Sebagai orang dewasa yang ada di dalam stake holder tanggung jawab anak, maka kita harus memiliki kesabaran untuk mau melihat 'pesan' yang sesungguhnya sedang anak kita kirimkan kepada kita dalam bentuk meminta pindah sekolah tersebut. Karena peka dalam melihat fenomena seperti ini akan menjadi pintu gerbang penyelesaian masalah anak yang ada.

Selidiki Sumbernya

Kenyataan seperti ini, menurut saya bukan saja menimpa anak tersebut. Namun bisa terjadi dengan siapa saja anak didik kita di sekolah. Karena sekolah adalah komunitas sosial, maka semua interaksi yang ada di dalamnya akan berkorelasi satu sama lainnya. Tidak dapat kita menggunakan rumus pitagoras atau formulasi lainnya untuk hal ihwal yang berkait dengan interaksi ini. Apalagi hubungan ini terjadi pada diri anak yang masih menginjak atau memasuki awal remajanya. Kita sebagai orang yang dewasa agar tidak mudah hanyut dengan apa yang disampaikan olehnya. Namun juga jangan pernah sekali-kali mengabaikan apa yang diceritakannya.

Untuk itu disinilah pentingnya kita mencari tahu dan mengivestigasi semua fenomena  hubungan anak di sekolah dengan arif dan bijaksana hingga terlihat dengan jelas dan bening apa yang menjadi sumber masalahnya. Tanpa mengetahui sumbernya, kita hanya akan terjebak pada solusi semu dan sementara sifatnya. Sebagaimana kisah pada anak yang meminta pindah sekolah ini.

 Karena dalam hubungan sosial atau interaksi sosial antar anak itu, sesungguhnya terjadi unsur timbal balik. Jika interaksi tersebut menyangkut kepada dua anak, maka kontribusi penyelesaiannya berada pada diri dua anak itu. Atau dua anak tersebut memiliki kontribusi. Hanya barangkali kontribusi tersebut ada yang harus memberikan porsi yang lebih banyak dari pada yang lainnya. Dan mana yang banyak serta mana yang sedikit itu setelah investigasi dilakukan dengan jujur dan adil. Tidak ada penemuan sumber yang dilakukan secara tidak seimbang. Karena jika ini yang terjadi maka sekali lagi, solusi tidak akan menjadi bulat.

Karena ketika pindah sekolah sebagai pilihannya, kita harus menyadari bahwa sifat dalam interaksi yang dihindari di sekolah awal belum tentu akan benar-benar tidak terjadi di sekolah yang baru.

Guru dan Orangtua, Adillah

Hanya ini menurut saya yang dapat menyelesaikan masalah bagi anak-anak kita yang tidak betah pergi dan berangkat ke sekolah karena punya masalah dengan hubungan interaksi dengan temannya. Ketika guru dan orangtua sudah melihat dan menemukan sumber yang dicari dengan adil, maka guru di sekolah harus melakukan terapi. Terapi antaralain adalah memberikan advokasi kepada anak yang dianggap sebagai korban. Juga memberikan edukasi kepada anak atau pihak yang menjadi pelaku. Sedang orangtua di rumah dapat melakukan penguatan sebagaimana yang telah disepakatinya dengan guru di sekolah.

Edukasi, advokasi dan bisa jadi proteksi itu harus benar-benar dalam bentuk oparasional terpantau. Dan dalam posisi  ini guru benar-benar dituntut untuk komitmen atas apa yang telah menjadi jalan keluar bagi anak-anak yang menjadi penanganannya. Tidak boleh ada kamus lupa atau karena pekerjaan lain menjadi sibuk dan lalai akan fokusnya. Karena jika ini yang terjadi kemudian, strategi itu tidak akan mempan menjadi sebagai solusi.

Selain berlaku adil, menurut saya, sabar adalah bagian yang harus kita miliki dengan tiada batas. Karena penyelesaian interaksi sosial mungkin butuh waktu yang relatif lama dibandingkan anak mengalami kesulitan menghafal nama dan ibu kota 33 provinsi yang ada di Indonesia. Untuk itu, maka barengi kesabaran kita itu dengan berpikir positif dan optimis akan keberhasilan langkah solusi yang telah kita ambil.  Semoga. Amin.






Jakarta, 04/03/2012.

No comments: