Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

09 June 2014

Terlambat Masuk Kerja

Ketika saya membuat catatan ini, sudah banyak saya mendengar teman-teman yang kepala sekolah atau yang menjadi kepala di kantornya begitu tidak mudahnya untuk 'membenarkan' orang-orang yang juga adalah bawahannya menjadi tidak terlambat masuk kerja. Atau kalau kepala sekolah, merasakan betapa tidak mudahnya dalam mengingatkan teman-temannya yang masih terlambat jam masuk kerja,  adalah juga jam masuk kelas sesuai dengan jam mengajarnya di kelas tersebut. 

Diarasakannya bahwa teman-temannya yang ngotot untuk dimengerti keterlambatannya itu justru menjadi berbusa argumentasinya ketika ia mencoba untuk menyadarkannya. Segudang kalimat mengelak atas keterlambatan yang telah tercatat di mesin absensi. Dan argumentasi itulah yang membuat sedikit pening di kepalanya.

"Mengapa kantor hanya fokus dengan data-data absensi Bu? Mengapa tidak kenerja? Mangapa ketika saya datang di hari Sabtu atau pulang  lebih sore tidak menjadi catatan kantor?"

Begitulah kira-kira kalimat penawar yang di usung para pasukan terlambat masuk kerja itu. Dan setiap para pelaku diingatkan, sedikit dari mereka yang langsung menyadari apa yang salah dari keterlambatannya datang ke sekolah atau kantor. Sebagian besar justru langsung mengeluarkan jurus mengelak dan ngeyel. 

Pendapat Saya

"Apa komentar Pak Agus atas fenomena itu? Bagaimana seharusnya kita sebagai atasanya memposisikan diri? Apakah kita harus mentolir atas keterlambatannya?" Demikian kata-kata teman saya kepada saya setelah mereka curhat. Saya diam saya untuk sementara hingga teman saya itu benar-benar selesai apa yang ingin diungkapkannya. 

Dan setelah semua selesai, saya sampaikan tentang terlambat itu dengan pengalaman saya sendiri sebagai pegawai di sebuah kantor. Artinya, saya menjawab dari kacamata saya sebagai pegawai yang insyaf. Begitulah kira-kira. 

Pertama; Saya tahu saya akan terlambat sampai sekolah ketika saya mulai keluar pintu rumah saya. Kok begitu? Tapi memang demikianlah adanya yang saya alami sehari-hari sebelum saya sadar dan kemudian insyaf bahwa saya adalah karyawan sebagai pegawai. Ketika kaki saya melangkah keluar pintu rumah, dan itu sudah menunjukkan pukul 06.20, maka hati saya berdegup. Karena dengan demikian saya harus mendapatkan bus segera begitu saya sampai halte. Juga ketika sampai terminal Blok M, saya harus langsung mendapat Metro Mini trayek 610 dan tidak pakai ngetem di perempatan Panglima Polim, Blok M. Jika persyaratan semua itu tidak terpenuhi, pasti terlambat sampai kantor saya yang ada di Cilandak. Berbeda jika saya berangkat dari rumah benar-benar pukul 06.00 teng!

Dari sini, saya mendapat pelajaran untuk menggunakan Matematika hitung mundur. Jika saya baru sadar akan berangkat kerja 30 menit sebelum keberangkatan, maka persiapan yang bisa saya lakukan adalah persiapan serba kilat. Cepat. Dan jika sebagai suami, realitas ini akan menjadi sumber konflik jika gaya serba kilat ini berdurasi lama.

Kedua; Sejauh yang saya ketahui, tidak ada satu kantorpun yang mentolerir pegawainya terlambat sampai di kantor. Ini memang nyata terjadi. Sampai sekarang, sebagai guru, saya belum menemukan jika gurunya boleh datang terlambat sampai sekolah atau bahkan sampai di kelas untuk mengajar. Kalau ada yang mengetahui akan informasi tersebut, saya minta nomor kontaknya. Siapa tahu saya masih diterima untuk mengirimkan lamarannya. Memang ada kantor yang menghitung keterlambatan dengan uang tambahan semacam uang transpor. Tetapi bukankah itu bentuk betapa tidak ditolerirnya karyawan datang terlambat?

Ketiga; Untuk sebuah sekolah, guru on time dan full time, adalah bentuk marketing yang nyata! Disebuah sekolah swasta yang saya kenal, para petingginya sekarang sedang disibukkan oleh masalah kekurangan siswanya. Maka, ada usulan bagus datang dari salah satu mereka agar sekolah menyewa tenaga marketing profesional sebagai upaya mendongkrak jumlah siswa.

Usulan yang bagus. Tetapi dari informasi yang lain, saya mendapatkan bahwa kepala sekolah masih dipusingkan dengan jam kosong di kelas. Dan setelah diselidiki siapa guru yang seharusnya ada, masalahnya ternyata berada di keterlambatan guru datang ke kelas. Gurunya asyik berdiskusi dengan sejawatnya karena sedang menjadi 'pengamat' di ruang guru. 

Bagaimana jika seluruh guru yang ada tahu, sadar, dan kompak masuk kelas tepat waktu dengan dengan penuh waktu keberadaannya di dalam kelas? Bukankah itu jurus jualan yang paling dasar?

Keempat; Sampai kantor secara on time dan bekerja secara full time, adalah pintu gerbang sukses sebagai pegawai! Menurut saya inilah kunci seseorang akan mendaptkan kepercayaan lebih tinggi dari lembaganya. Hampir mustahil sebiah amanah jatuh kepada personal yang telatan. Saya hanya percaya bahwa amanah selalu jatuh pada sosok yang paling layak menjadi teladan di ruang kerjanya. Bukan mereka yang suka telatan. Pasti!

Lalu? Kalau masuk kerja saja masih sering terlambat, masak mengharap kesempatan maju yang banyak lagi dari karyanya?

Jakarta, 9.06.2014.

Pilpres 2014 #8; Menghakimi Pilihan Orang

Tidak ada yang tidak dapat menjadi bagian dari pembelajaran hidup. Terutama pada hari-hari ini, dimana hiruk-pikuk menjelang pelaksanaan pemilihan presiden tanggal 9 Juli nanti dilaksanakan. Semua sumber berita yang dapat kita akses memberikan aroma yang penuh pulosi politik itu.

Dan ini tidak tertinggal dengan situasi halaman-halaman media sosial yang digunakan warga. Halaman-halaman yang selalu berubah statusnya, sebagai ekspresi jati diri pemiliknya. Dan tidak sedikit halaman mereka berisi status dengan memojokkan orang yang berbeda pandangan dengannya. Inilah yang saya menyebutkan sebagai tirani media sosial.

Tidak lain karena di halaman medianya itu selalu berganti status penyerangan. Suatu kali serangannya tertuju kepada latar belakang, kali yang lain berkenaan dengan masa kelamnya, dan lain hari ia mengganti statusnya dengan kalimat yang lebih tajam. Dan semua itu terarah kepada pihak yang tidak sepaham dengannya. Meski harus kita dapati pelajaran bagusnya, dari statusnya yang berisi sebuah doa!

Jakarta, 9.06.2014.

Pilpres 2014 #7; Bertanggungjawab atas Pilihannya

Musim kampanye Pemilu Presiden RI tahun 2014 ini telah dimulai. Maka banyak informasi yang saya dapatkan dari kedua calon presiden saya nanti itu. Baliho, selebaran, tontonan di tivi, debat para pendukung atau tim ses, analisa pengamat, bahkan cuplikan pidato yang menjadi bagian dari berita sebuah tivi kroninya, iklan, dan tentunya pandangan-pandangan yang tampaknya sebagai orang non blok. Pendek kata, hari-hari ini saya mendapat banyak informasi tentang figur capres dari berbagai sumber tersebut secara lebih lengkap. 

Dan informasi itulah saya akan menjadikanya sebagai hujah bagi pengambilan keputusan saya. Siapa capres yang akan menjadi pilihannya. Dan berbasis dari informasi itu jugalah saya telah mantap untuk bersikap bangga jika pilihan sayalah yang akan menjadi Presiden pengganti Bapak SBY, atau bersikap tidak akan menyesal akan pilihan saya jikalau pilihan saya yang justru kalah.

Sikap ini saya bangun karena saya merasa yakin sekali akan pilihan saya. Dan dasar atas pilihan saya itulah yang membuat saya begitu tidak menyesal jikalau memangcapres pilihan saya yang kalah. Karena dengan seperti itu, saya tidak akan salah dalam menentukan pilihan.

Inilah catatan saya akan apa yang sedang terjadi di masa-masa sekarang ini. Begitu orang membabi buta mendukung seorang tokoh hanya dengan sepenuh emosi. Namun saya ingin melakukan pilihan dengan hati nurani yang disuplai akal. Dan semoga informasi yang dapat terima dari berbagai sumber itu cukup untuk membuat akal saya sehat. Amin.

Jakarta, 9.06.2014.

06 June 2014

'Membangun' Kejayaan Kembali?

Ada perasaan yang sangat getir ketika bertemu dan mendapat cerita tentang sebuah perjalanan keberhasilan yang berakhir keterpurukan akan kiprah sebuah lembaga pendidikan swasta. Sebuah kisah yang berawal pencapaian keberhasilan dan bahagia, yang pada ujungnya adalah sebuah keterpurukan serta keputusaasaan. Kisah yag lengkap dari seorang kakek yang berusia 74 tahunan, yang badan sebelah kirinya sedikit terganggu oleh stroke ringan yang pernah menderanya beberapa waktu yang lalu.

Perjalanan yang menakjubkan bagi saya, yang adalah pelaku bagi sebuah lembaga pendidikan swasta. Sebuah cermin yang berkilau jernih oleh penampakan diri sendiri. Bahwa perjalanan selalu akan berujung. Dan bahwa ujung harus selalu diwaspadai. Bukan untuk ditakuti, dicurigai, tetapi diwaspadai dengan cara setajam mungkin diprediksi.

Karena dengan ikhtiar bercermin dengan setajam mungkinlah sebuah prediksi benar-benar dapat menjadi langkah positif dalam menghindarkan diri kepada keterpurukan di sebuah akhir atau sebuah ujung. Itulah pelajaran berharga yang benar-benar membekas pada diri saya.

Oleh karenanya, tidak berlebihanlah bila dalam rekomendasi yang dimintakan kepada saya atas kunjungan dan kehadiran saya dalam sebuah fragmen diskusi beberapa waktu lalu di luar kota itu. Sebuah rekomendasi yang saya menyebutkannya sebagai tantangan dan sekaligus gambaran atau cermin.

Tantangan

Tantangan karena lembaga sedang terpuruk sebagaimana yang diceritakan itu adalah bentuk konkrit dari sebuah ujian yang sesungguhnya bagi kami sebagai lembaga pendidikan formal yang relatif besar. Dan sebagai ujian, maka tantangan yang terberatnya adalah mampukah kami menemungan kejayaan kembali bagi sebuah lembaga yang terpuruk tersebut?

Namun menjadi tantangan juga bagi saya sendiri agar ide dan pendapat saya pribadi tersebut mampu mewujud dalam tararan kesimpulan, keputusan, dan kebijakan, yang diambil oleh lembaga dimana saya bernaung di dalamnya?

Gambaran dan Sekaligus Cermin

Ini tidak lain karena lembaga yang sedang terpuruk itu adalah gambaran nyata bagi sebuah perjalanan kehidupan dalam mempertahankan diri untuk terus eksis. Sebuah cermin bahwa dalam perjalanan ternyata dapat melahirkan keberhasilan dan sebaliknya juga keterpurukan. Tidak hanya dalam perjalanan sebuah kerier seseorang saja, tetapi juga sebuah lembaga pendidikan.

Dan gambaran itu adalah sebuah cermin bagi kami sekarang. Cermin tentang bagaiamana menghindarkan diri dari sebuah situasi yang tidak berpihak kepada sebuah usaha eksistensi. Inilah yang saya anggap sebagai kazanah pembelajaran hidup. Gambaran yang begitu terang tentang bagaimana seharusnya agar kemenangan yang kita dapat dalam bertanding.

Jakarta, 6.06.2014.

03 June 2014

Posisi Diri dalam 'Perubahan' Sekolah

Hari ini, saya membaca butir-butir masukan dari para responden yang diambil dalam sebuah kegiatan Focus Group Discussion atau FGD di sebuah sekolah. Ada sembilan pertanyaan yang diajukan kepada peserta diskusi. Yang pada masing-masing pertanyaan tersebut peserta dapat secara terbuka dan bebas memberikan masukan, pendapat, dan juga gagasannya. Bahkan untuk dua  dari sembilan pertanyaan yang ada, masih dibutuhkan dalam bentuk faktor internal dan faktor eksternal. Hebatnya, dari kesembilan pertanyaan itu, bayak sekali masukan, pendapat dan jga gagasan dari peserta diskusi itu.

Dan saya, ketika membaca laporan hasil diskusi tersebut, yang disarikan dalam bentuk pertanyaan dan poin-poin solusi, pendapat, gagasan, dan masukan dari peserta diskusi tersebut, langsung terbayang bagaimana aura dari sebuah forum diskusi itu. Menggairahkan.

Dan, karena saya uga adalah bagian dari pengelola sekolah dimana para pegawainya sedang menjadi peserta diskusi itu, maka tidak salah jika pada poin-poin tertentu saya merasa panas dingin. Utamanya jika mendengar masukan. Ini karena persepsi saya dengan persepsi orang tersebut berbeda, atau bahkan bertolak belakang. Mungkin ini karena saya kebetulan sebagai pengelola sedang peserta diskusi adalah para pegawai yang melaksanakan kegiatan operasional sehari-hari.

'Perubahan' Sekolah

Perhelatan FGD tersebut adalah sebuah wahana bagi kami dalam rangkaian gerakan perubahan bagi sekolah kami. Tentunya perubahan agar sekolah kami tetap menjadi sebuah lembaga yang eksis secara konsisten. Dan ini dibutuhkan  ketajaman pendengaran dan penglihatan kami sebagai stake holder yang ada di lembaga untuk kemudian pengetahuan dan pemahaman yang kami dapatkan dapat menjadi 'peluru' dalam mengikuti pergerakan zaman tersebut.

Karena kami yakin bahwa hanya dengan kemampuan untuk beradaptasi sesuai dengan lingkungan yang membutuhkanlah yang menjadi pintu gerbang bagi kelanggengan kami. an itu, salah satu jalanya, adalah megajak seluruh unsur stake holder sekolah yang ada berkontribusi. Ini penting, mengingat seluruh lembaga yang sekarang ada, utamanya adalah lembaga pendidikan swasta, terus berusaha untuk selalu menjadi dan mendapatkan predikat  lebih baik. Maka hanya dengan 'berlari'lah lembaga dimana kami semua berada ini harus selalu siap dan mampu dalam menjaga amanah  masyarakat dalam mengebangkan generasi mudanya.

Logika itulah yang menjadikan kami harus selalu belajardan tumbuh.

Namun dengan membaca masukan, pendapat, dan gagasan itu, masih banyak para peserta yang berada dalam forum tersebut dalam memposisikan dirinya ketika menyampaikan pendapatnya, masukannya, atau gagasannya, berada dalam posisi sebagai pengamat. Sebagai komentator. 

Itulah catatan saya hari ini ketka membaca ringkasan hasil FGD dengan para stake holder kemarin. Sesuatu yang bagus, tetapi sedikit mengecewakan.

Jakarta, 3 Juni 2014.

Pergi ke Kuningan

Pada akhir pekan yang lalu, kami berkesempatan untuk berkunjung ke Kabupaten Kuningan. Bukan menjadi tujuan utama kami untuk berkunjung ke Kuningan pada waktu itu. Namun karena masih adanya alokasi waktu yang kami miliki, maka kami meninggalkan Cirebon dengan berbagai kuliner dan batiknya guna melihat hijaunya alam di Kuningan.

Berikut adalah cuplikan gambar yang kami dapat dari kunjungan kami itu;
Kemilau permukaan air kolam di obyek Cibulan. Kita bisa berenang di kolam ini ditemani ikan-ikan 'siluman'. Sayangnya, dengan harga tiket tanda masuk  sebesar Rp 12,000/orang dewasa ini dipenuhi iklan minuman hampir disemua sisinya. 


Hamparan taman indah yang berada di sebelah utara dari museum Linggarjati. Udara sejuk dan warna hujai yang dominan di daerah ini, serasa tidak berada di sebuah museum bersejarah.
Kota Cirebon, dengan mercusuar yang menjulang, tampak disirami terik matahari. Dilihat dari tempat duduk di RM Kelapa Manis.
Apa yang saya sampaikan  di atas itu, belum tuntas memberikan gambaran tentang Kuningan. Karena masih ada lokasi lain selain tempat-tempat di atas. Misalnya Waduk Darma, Cigugur, dan juga pemandian air panas Sangkanhurip. Belum lagi tape daun jambunya. Belum dapat menjadi gambaran tentang destinasi wisata di Kuningan. Namun dengan pengalaman singat itu, mudah-mudahan dapat memberikan sedikit informasi tentang daerah ini.

Jakarta, 3.06.2014.

Pilpres 2014 #6; Berkeras Membujuk

Hari ini, Selasa, 3 Juni 2014, atau tepat dua hari setelah penentuan nomor urut calon presiden yang akan bertarung dalam pemilihan presiden Indonesia pada Pemilu tanggal 9 Juli 2014, saya masih mendapat 'tekanan' dari teman-teman 'timses' tidak terdaftar. Tekanan itu berupa bujukan untuk menelan habis apa yang mereka sampaikan kepada saya. Tidak ada kesempatan yang diberikan kepada saya satu katapun.  Teman itu begitu semangat dan yakinnya akan apa yang dia sampaikan kepada saya, sampai-sampai satu katapun yang keluar dari mulut saya saat dia berpendapat adalah sanggahan.

Padahal semua kami, yang mendengar dia ketika menyampaikan pendapatnya itu, tahu persis bahwa dia itu bukan siapa-siapa dalam ranah sosial kami, dan juga bagi calonnya yang selalu mendapat poin baik dan hebat dari semua sisi yang disampaikan. Inilah maka saya sebut teman saya itu sebagai tim sukses tidak terdaftar.

Jadilah apa yang disampaikan itu semua bukan sebagai bagian dari pembukaan sebuah dialog. Tetapi lebih sebagai bujukan. Seolah-olah dia ingin sampaikan kepada saya khususnya, karena tidak sependapat dengan apa yang disampaikannya, adalah kelompok yang tidak cerdas.

Dan saya perlu sampaikan juga kepadanya bahwa saya, adalah tetap sebagai pemilih yang merdeka. Oleh karenanya, tidak perlu pendapatnya itu sebagai bagian dari bujukan yang bersifat harus. Sekedar pendapat. Tetapi jika kemerdekaan saya sudah mulai tidak dihormati, maka langkah jitu untuk menghadapinya adalah 'melarikan diri' dari kerasnya bujukannya. Selamatlah saya untuk sementara waktu dari bertubi-tubinya ocehan dia.

Mengapa langkah ini yang saya ambil? Tidak lain karena percuma saja berhadapan dengan anggota tim sukses tidak terdaftar itu. Dia hanya mampu berpendapat dan tidak memiliki kemampuan untuk mendengar apa yang orang lain ingin sampaikan. Baginya, orang lain atau siapa saja yang ada dihadapannya, adalah kelompok orang-orang yang tidak tahu.

Dan sekali lagi saya tegaskan, karena saya hanya memiliki satu hak suara dalam kegiatan pilpres nanti, saya berkewajiban untuk menjadi pemilih yang merdeka. Hanya itu.

Jakarta, 3 Juni 2014.

Pilpres 2014 #5; Pemilih dan Komentator

Menjelang pemilihan presiden 2014, dimana terdapat dua calon yang harus dipilih oleh rakyat Indonesia, para pemilih atau bahkan seluruh teman-teman yang ada di sekeliling saya disibukkan dengan berbagai komentar yang tidak lepas dari hajatan besar itu. Dan bagi saya sendiri yang memiliki satu suara yang sah, menjadi refleksi pada setiap komentar, pendapat, dan juga ajakan yang mereka sampaikan kepada saya secara sendiri-sendiri atau ketika kami semua sedang dalam forum ngobrol bebas. Ngobrol utara selatan.

Dan apa yang teman atau saudara sampaikan dengan penuh semangat itu kepada saya, mengingatkan saya kepada fenomena yang ada di masyarakat dalam mensikapi keputusan pemerintah, dalam hal ini Kementrian Agama, pada saat melaksanakan sidang isbat untuk penentuan awal Ramadhan. Dimana keputusan diambil setelah mempertimbangkan masukan dari para peneropong di berbagai titik, di beberapa wilayah di NKRI, yang sebelumnya telah diambil sumpahnya. Laporan para peneropong itu menjadi bagian penting  bagi Menteri Agama mengambil keputusan untuk mulai puasa Ramadhan.

Anehnya, sebagai yang saya sebut fenomena itu, adalah sebagian orang yang tidak masuk dalam tim pemasok informasi atas hasil teropongannya, menjadi bagian dari pengambil keputusan,  tidak juga melihat awal terbitnya bulan juga tidak, mampu dan berani mengambil kesimpulan yang berbeda dengan apa yang diputuskan pemerintah. Ini tentunya terlepas dari yakin atau tidaknya dengan apa yang pemerintah putuskan. Akan tetapi, saya sendiri melihat bahwa fenomena inilah yang sering lahir dalam karakter yang teman-teman saya pertunjukkan sebagaimana pada saat menjelang hajatan besar demokrasi kita, pemilu. 

Beberapa teman yang membujuk saya untuk sependpat dengan apa yang dia utarakan itu adalah kalangan masyarakat yang memang tidak masuk dalam tim sukses salah satu calon presiden yang akan bertarung pada 9 Juli nanti. Mereka hanya mengandakan informasi yang memng dapat diakses oleh masyarakat umum seperti saya. Tetapi teman-teman itu begitu pasti dalam menyampaikan pendapatnya.

Itulah yang saya sebut dan sandangkan kepada teman-teman saya itu sebagai komentator. Yang kalau di lapangan sepak bola, legenda sekelas Maradona saja pasti mendpat komentar bodoh dari sang komentator itu.

Dan sebagai pemilih yang mendiri, saya cukup tanggapi apa yang teman-teman sampaikan sebagai bagian dari bunga-bunga demokrasi. Hanya tersenyum yang saya perlihatkan. Tidak lebih dari itu. Karena satu katapun saya mencoba untuk berpendapat, langsung 'digilas' habis.

Kasiankah saya?

Cirebon, 31 Mei-3 Juni 2014. 

29 May 2014

Pilpres 2014 #4; Bolehkah Saya Memutuskan Pilihan Saya Sendiri?

Beberapa kali saya mendapatkan pesan, yang sepertinya berantai, dari teman-teman, melalui media sosial atau juga ponsel, berkenaan dengan profil, visi dan misi, ejekan, sarkatisme, yang berkaitan dengan dua calon presiden. Termasuk di dalamnya adalah ajakan dari tman-teman yang ada di sekitar saya secara lisan. Ya semacam dakwah yang mereka sampaikan kepada saya.

Bukan setuju atau tidak terhadap apa yang telah sampaikan kepada saya, yang kalau saya ukur apa yang disampaikan itu masih dalam taran penjelasan, persuasi, atau ada juga yang seperti rada-rada menghasut. Dan teman-teman itu, sejauh yang saya ketahui adalah mereka yang mendapat amanat dari tim sesnya juga tidak, tetapi begitu semangat dalam menyampaikan. Tetapi baguslah. Karena itu berarti sebagai kesadaran untuk berpolitik.

Dan saya, sebagai pemilik suara dalam pemilihan presiden tahun 2014 yang akan jatuh pada Rabu, tanggal 9 Juli nanti, tentunya tetap memerdekakan diri dalam ajakan, persuasi, atau bahkan bujukan yang mengarah-mengarahkan. Sepintar, secanggih apapun argumetasi dan retorika ajakan itu. Karena saya memang menjadi pemilik suara yang memilik hak mutlak dan merdeka untuk menentukan pilihan.

Justru sebaliknya, saya menjadikan apa yang mereka sampaikan itu sebagai bagian dari penilaian saya, atau setidaknya sebagai tambahan informasi bagi pengambilan keputusan saya. Dan ini yang saya persepsikan sebagai pilihan holistik pada akhirnya nanti. Semoga.

Dan ada satu hal besar dan mendasar bagi saya untuk menjadi bagian argumentasi saya dalam menentukan pilihan. Itu adalah suasa eforia yang justru dipertontonkan oleh mereka yang memang tidak menjadi bagian dari pemilih. Bukan karena menjadi golput, tetapi memang tidak memiliki hak pilih. Merekalah bangsa lain.

Artinya, menjadi penting sekali buat saya bila saya mendapatkan informasi bagaimana para penonton itu memberikan eforianya kepada salah satu dari kandidat yang ada. Karena logika saya berkata, bahwa ketika mereka yang sebagai penonton itu telah ikut-ikutan memberikan pendapat, angin inspirasinya, maka saya berkeyakinan bahwa ikhtiar mereka yang seolah mempengaruhi saya sebagai pemilih, tidak akan gratisan.

Artinya, para penonton itu mempunyai agenda yang disembunyikan, yang akan lahir nanti di kemudian hari. Atas dasar itulah saya harus waspada dengan adanya seluruh berita, seruan, persuasi, ajakan, atau bahkan bujukan, yang mengemuka pada akhir-akhir ini. Karena itulah dasar pertimbangan saya untuk memutuskan pilihan saya sendiri!

Jakarta, 24-29 Mei 2014.

24 May 2014

UN 2014 #8; US/M BD Padahal UN

Ini adalah catatan saya dalam halaman ini mengenai Ujian Sekolah/Madrasah Berstandar Daerah atau disingkat US/M BD, yang dilaksanakan pada Senin, 19 sampai dengan Rabu, 21 Mei 2014 yang lalu.  Sebuah pelaksanaan evaluasi hasil belajar siswa di akhir mereka bersekolah di tingkat SD. Ini pelaksanaan pertama sejak Pemerintah meniadakan Ujian Nasional untuk tingkat sekolah dasar.

Dan karena memang bukan benar-benar ketiadaan Ujian Nasional, maka sebagaimana juga yang dilakukan oleh seluruh Pemda di Indonesia, dan pasti dengan mengajukan argumentasi sebagai menjaga kualitas sebuah lulusan, tahun ini keputusan akan ketiadaan UN di tingkat pusat menjadi Ujian 'Nasional' di tingkat daerah. Maka sah lah jika ujian untuk tingkat SD menjadi Ujian Sekolah atau Ujian Madrasah Berstandar daerah.

Atau kalau menurut saya, setelah berada di ruang pengawas dan membaca POS US/M BD, maka sesungguhnya Ujian Sekolah sebagaimana yang dilaksanakan di tingkat pendidikan sekolah dasar tahun pelajaran 2013/2014 ini adalah ujian nasional juga. 

Bahkan, ditangan 'daerah' pula, untuk selain tiga mata pelajaran yang dulu masuk Ujian Nasional SD, seperti mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA, harus 'berstandar' kecamatan. Sekedar informasi bahwa, di daerah DKI Jakarta, untuk ketiga mata pelajaran yang sebelumnya di UNkan tersebut pelaksanaannya berstandar DKI Jakarta. Sedang yang bukan daerah tersebut menjadi standar tingkat kecamatan.

Meskipun untuk operasional pembuatan soal dan pengandaannya tetap menjadi kewajiban dari setiap sekolah, setelah sebelumnya kisi-kisi dari soal-soal yang akan diujikan tersebut harus lolos  koreksi dari pengawas sekolahnya masing-masing, namun jadwal yang seragam kadang menjadi kendala bagi sekolah swasta yang pada hari Sabtunya memang menjadi hari libur.

Apa yang menjadi kekawatiran bagi kami yang berada di sekolah swasta atas kebijakan seperti ini? Tidak lain adalah perubahan kebijakan daerah di masa mendatang tentang keseragaman dalam hal soal, waktu pelaksanaan, dan juga pengolahan nilai. Karena jika hal ini nantinya yang masif di lakukan demi mengejar 'kualitas' daerah yang diinginkan, maka sesungguhnya secara tidak sadar, sekolah swasta yang 'patuh' akan kebijakan tersebut, pelan tetapi pasti, akan kehilangan daya saingnya. Dan itu berarti pintu gerbang bagi kematian sekolah swasta.

Dan dalam cacatan saya ini, mudah-mudahan kreatifitas daerah akan yang namanya Ujian Sekolah, tidak semakin membuat difersivikasi masing-masing sekolah menjadi tipis menuju keseragaman. Semoga.

Jakarta, 23-24 Mei 2014.

23 May 2014

"Lima Ribu Rupiah Saja Pak"

Dalam sebuah perjalanan ke Pantai Pandawa di Bali beberapa waktu lalu, kami harus singgah sebentar di sebuah masjid di tengah-tengah perjalanan. Ini karena keberadaan mushola yang ada di rumah makan Sunda yang kami singgahi terlampau kecil. Hanya mampu memuat jamaah dua baris termasuk imam sholat, dengan jumlah jamaah maksimal ilma orang. Untuk itulah, maka romobongan memutuskan untuk singgah di masjid sesuai dengan rekomendasi para sopir bus yang kami tumpangi.

Nah, dalam perjalanan inilah kami punya kesempatan untuk melaksanakan sholat di masjid yang berada dalam kompleks rumah ibadah di sebuah fasilitas umum.  Lokasi dimana masjid berada ini menyediakan halaman parkir yang luas. 3 kendaraan yang mengangkut kami leluasa memilih tempat parkir. 

"Tidak ada uang parkir di tempat ini Pak. Hanya memberikan uang kebersihan sebagai kontribusi bagi pemeliharaan kebersihan lingkungan umum ini" Ujar seorang berperawakan sedang dengan pakaian seragam. Kesan pertama yang ada pada diri saya tentang orang tersebut adalah sebagai petugas yang menunggu atau menjaga halaman parkir tersebut. Karena beliau berada di lokasi dengan seragamnya itu. Dan dugaan saya tidak meleset. Karena dialah yang mengatur bus-bus besar yang baru datang setelah kami berda di lokasi itu, dan memposisikan parkir.

Sebagai orang yang datang dari Jakarta, saya punya pikiran khas, bahwa kalau ada yang mengatakan sebagaimana yang disampaikan oleh orang seperti itu, maka saya menganggapnya sebagai perbedaan istilah saja. "Tidak ada uang parkir, yang ada uang kebersikan. Bukankah itu beda nama?" Begitulah alur logika saya. Mungkin ini logika yang tercemar oleh semangat hedonis. Terpapar oleh polusi kekinian yang selalu merujuk kepada pola instanisasi. Tetapi itulah lintasan pikiran yang paling pertama.

Mengingat saya bukan sebagai penanggungjawab dalam hal ini, maka seseorang menyampaikan pesan penjaga parkir di halaman itu kepada ibu panitia. Dan disampaikanlah uang kebersihan itu sebesar Rp 25 ribu rupiah. Dengan satu lembar uang lima ribuan dan satu lembar lainnya adalah dua puluh ribuan.

"Uang kebersihannya cukup lima ribu saja Bu." tutur Pak pejaga parkir tersebut sembari mengembalikan satu lembar uang dua puluh ribuan.

"Uang kebersihannya cukup lima ribu saja. Uang ibu kebanyakan." lanjut Bapak petugas parkir tersebut.

Saya yang duduk di belakang, dan kebetulan menyaksikan drama perilaku kehidupan tersebut tercengang, dan selanjudnya kagum. Kagum bahwa ada petugas di lokasi umum yang mengembalikan uang yang diterimanya karena menurut ukurannya kelebihan. Sebuah atraksi kehidupan yang mempertontonkan perilaku merasa 'cukup. Sekaligus sebagai penawar bagi perilaku rakus dan serba kekurangan yang ahir-akhir ini benar-benar telah menyeruak di beranda rumah kita. Inilah titik pusat bagi saya untuk belajar tidak tamak!

Jakarta, 18 Mei 2014.

20 May 2014

4 Anak Istimewa Tahun Ini

Bahwa perhelatan Ujian Nasional untuk tahn pelajaran 2013/2014 hampir saja berakhir. Di sekolah kami yang mengelola jenjang pendidikan Pra Sekolah hingga SMP, maka jenjang SD dan jenjang SMP yang harus melaksanakan UN. Ini meski SD namanya adalah US/M BD, namun kami menganggapnya sebagai UN. Karena memang seperti itulah POS yang ada. UN SMP telah berlangsung dengan siswa hadir semua pada tanggal 5-8 Mei yang lalu. Sedang untuk US/M BD untuk tingkat SD, akan berlangsung besok Hari Senin-Rabu, 19-21 Mei 2014.

Sebagai catatan saya untuk anak-anak didik yang duduk di bangku kelas terakhir jenjang pendidikan SMP tahun ini, adalah kepada mereka yang menurut saya memiliki sesuatu yang harus saya simpan untuk kenangan sepanjang masa. Mereka adalah anak-anak istimewa. Hanya memang tidak semua dari 47 peserta didik itu saya dapat masukkan dalam catatan ini, tetapi mohon maaf jika dari mereka hanya saya tulis empat anak didik saja.

Dan jangan dianggap bahwa hanya anak-anak itu saja yang istimewa di tahun ini. Semua anak yang ada dari 47 itu adalah anak-anak yang luar biasa membanggakannya. Stetmen ini juga yang saya sampaikan di malam renungan di sebuah ball room di daerah Pecatu, Bali. Namun karena keterbatasan saya juga, sehingga hanya beberapa dari mereka yang akan saya deskripsikan beberapa hal yang membanggakan, yang menurut saya membuat mereka istimewa.

1-

Saya muai dengan seorang yang ahli sebagai pengamat tranformasi Jakarta. Ini tentunya, karena diusianya yang masih 15 tahun, ia telah mempu sebagai penjalajah sebagian tempat bersejarah yang ada di Jakarta. Dan hebatnya lagi, untuk menjelajah lokasi-lokasi tersebut selain dengan google, adalah dengan transfortasi umum. Dia mendatangi kota tua dari daerah Pulomas dengan menumpang angkot dan bus way. Atau lokasi lainnya, yang menarik perhatiaannya untuk menjadi lokasi perburuan dari rasa ingin tahunya yang begitu membludak.

Juga pengetahuannya tentang perkembangan transfortasi umum yang ada di Jakarta. Tentang jumlah koridor dari kendaraan trans, jumlah armada yang melayani untuk tiap koridornya, serta koridor sambungan yang bernama APTB.

"Untuk koridor Depok-Jakarta, mungkin akan menggunakan jalur Patas yang sudah ada sebelumnya, yang sekarang sudah tidak berjalan lagi, yaitu jalur Depok-Pasar Senen." Begitu penjelasannya kepada seorang teman yag juga guru, yang kebetulan bertempat tinggal di Depok.

"Untuk kendaraan yang melayani Banara Soeta-Bogor, terakhir beroperasi dari bandara Soeta lebih kurang pukul 21.00 Pak." demikian jawaban dia ketika ada seorang gurunya bertanya jam operasi bus DAMRI yang melayani Soeta ke Bogor.

"Darimana kamu mengetahui informasi itu?" tanya gurunya ingin tahu.
"Saya tanya di twitter. Kebetulan ada grupnya Pak." begitu jelasnya.

2-

"Tan, apakah kamu belum mendapat kelompok? Kalau belum ayo masuk dalam kelompokku saja. Kita dalam satu kelompok." Begitu seorang siswa kami bertanya kepada temannya yang memang tidak akan pernah dijadikan dalam kelompok di kelasnya jika guru membagi kelompoknya secara bebas. Tidak akan ada teman di kelasnya yang akan memilihnya menjadi anggota kelompoknya selain dia. 

Dialah anak yang oleh salah seorang guru sebagai informal leader di kelas itu. Karena selalu meberikan ruang dan kesempatan kepada siapa saja yang tersingkir dalam ranah sosial di dalam kelas. Dan kepada anak-anak yang tersingkir itu, ia membuat mereka semua berdaya dan eksis sebagai bagian dari kelompoknya.

Seorang remaja yang super baik hati dan sekaligus berprestasi. Tentu karena kemampuannya tentang IT, yang membuatnya terpilih sebagai seorang anak dalam anugerah-anugerahan yang diselenggarakan oleh anak-anak kelas IX, dalam predikat sebagai anak yang ter-up date!

3-

"Mengapa selalu lagu dengan suara yang meledak-ledak yang kamu pilih?" demikain pertanyaan saya suatu pagi hari di halaman sekolah ketika mendapatinya dia dan dua temanya berada di dalam kendaraan yang mengantarnya dengan suara dentuman musik yang tergolong besar volumenya.

"Ia Pak. Habis enak." jelasnya ketika menyambut saya datang dengan membuka jendela kendaraan dan memberi salam. Santun sekali anak kami itu. Dan uniknya, pilihan musiknya yang keras tersebut tidak berbanding lurus dengan kepribadiannya. Karena ia tergolong anak yang benar-benar lurus. Pulang sekolah tepat waktu, komitmen terhadap semua tugas yang diterimanya. Kemampuan akademik yang juga bagus.

Sebuah kombinasi kepribadian yang sungguh membanggakan semua guru yang ada di sekolah. Karena memiliki siswa yang tidak neko-neko sekaligus berprestasi di hampir semua bidang. Termasuk diantaranya yang menjadi favorit remaja putra, adalah sebagai tim futsal sekolah.

4-

"Idola saya adalah Ar Pak. Dia itu teman yang cool. Musik yang dipunyainya semua musik yang keras. Dia kan juga belajar menjadi DJ Pak. Juga nge-gym. Sama teman juga baik Pak. Jadi seperti itu idola saya Pak." begitu seorang siswa saya kami interviu tentang pandangannya terhadap teman-temannya yang selama tiga tahun ini sebagai siswa di SMP.

Dialah anak yang tidak akan ragu untuk bersegera dalam melaksanakan apa yang diinginkan gurunya dalam sebuah interaksi belajar. Termasuk diantaranya ketika Bapak da Ibu MC di atar panggung meminta perwakilan dari anak-anak untuk memberikan testimoni, atau sedikitnya kesan atau pesan selama bersekolah. Seorang anak yang berani mengambil resiko. 

Juga seorang anak yang mungkin satu-satunya yang belum pernah datang terlambat ke sekolah di pagi hari. Atau mungkin juga sebagai siswa satu-satunya yang selalu hadir di ruang bersama jauh sebelum acara di mulai untuk sholat dhuha bersama. Siswa yang selalu cepat tanggap dan bersiapsedia.

***
Itulah catatan tentang empat peserta didik saya tahun pelajaran ini. Saya selalu berharap anak-anak itu dikemudian hari, di bangku sekolah yang leih tinggi tetap menjadi cemerlang. Tentunya termasuk seluruh anak yang berjumlah 47 siswa itu. Semoga. 

Jakarta, 18-20 Mei 2014.

18 May 2014

Ekskursi Bersama Siswa, Menyesal tidak Mengenal Semuanya

Menemani peserta didik kami dalam sebuah kegiatan ekskursi, tidak selalu saya lakukan, tetapi setidaknya sering. Ini karena ada beberapa penyebabnya dari pihak saya sendiri. Antara lain kalau tidak karena adanya jadwal rapat juga karena kepentingan keikutsertaan saya sendiri di kegiatan siswa itu.

Tentang jadwal rapat, ini lebih sering jika rapat yang diselenggaraan oleh pihak yayasan yang mengharuskan saya untuk hadir. Mengingat sayalah yang menjadi penjaga gawang di sekolah secara ioperasional. Maka tidak mungkin jadwal rapat harus mundur karena ketidakhadiran saya dengan alasan menemani peserta didik melaksanakan kegiatan ekskursinya.

Sedang yang mengenai kepentingan saya dalam kegiatan siswa itu lebih karena kegiatan itu memang kegiatan kelas pararel atau gathering. Sehingga saya berpikir bahwa kegiatan itu tidak murni untuk sebuah kegiatan ekskursi. Dengan demikian maka dengan alokasi guru yang telah ada, saya berpikir telah cukup untuk  menemani siswa yang mengikuti kegiatan tersebut. Itulah lebih kurangnya gambaran keikutsertaan saya dalam ekskursi siswa di sekolah.

Namun demikian, beberapa kegiatan semacam itu saya pengikuti dan menemani anak-anak hingga kegiatan mereka tuntas. Misalnya kegiatan perpisahan atau piknik bersama. Kegiatan ini silakukan di setiap anak-aak melaksanakan kegiatan ujian nasionalnya. Dengan tujuan yang tidak selalu sama. Semua dikembalikan kepada para siswanya. Karena tujuan ditentukan melalui survey.

Beberapa yang saya pernah ikuti itu antara lain adalah kegiatan siswa kelas IX ke Yogyakarta dan Bali. Sedang untuk kelas VI-nya, saya pernah menemani anak-anak itu ketika pergi ke Bandung, dalam dua angkatan yang berbeda, dan ke daerah Puncak, Bogor, ada tiga angkatan. Kalau begitu, ada lebih kurang sebanyak tujuh kali saya bersama anak-anak ekskursi bersama. Dan sebanyak itu pulalah informasi informal saya dapatkan tentang anak-anak itu, yang saya rasakan berbeda sekali antara pribadinya ketika ia di sekolah sehari-hari dengan dia ketika mereka berada di luar sekolah, dalam acara ekskursi tersebut.

Menyesal tidak Mengenal Semua

Dan dalam setiap kegiatan perpisahan semacam itu, saya selalu menyesal dalam diri sendiri. Ini tidak lain karena tidak semua siswa saya benar-benar saya kenali dengan selengkap-lengkapnya. Setidaknya sebelum mereka berangkat dan saya menemaninya. Yang saya benar-benar kenali adalah muka mereka masing-masing. 

Padahal saya memiliki cukup waktu untuk dapat benar-benar mengenal mereka satu [ersatu. Karena mereka yang duduk di bangku SD, ada waktu selama enam tahun untuk dapat mengenalnya. Demikian juga yang duduk di bangku SMP. Ada waktu tiga tahun penuh.

Itulah yang menjadi renungan saya atas kemampuan yang saya miliki. Bayangkan saja, jika seorang guru kelas harus bersama siswanya yang berjumlah 25 pada setiap tahunnya, atau kepala SD yang memiliki siswa sejumlah 450, bukankah peluang jauh lebih menguntangkan saya? Karena saya harus mengenal anak-anak itu sejak mereka duduk di bangku Kelompok Bermain hingga lulus dari bangku SMP. Yang kalau saya jumlahkan ada lebih kurang 700? Bukankah itu angka yang menantang saya untuk lebih beruhasa keras dalam mengenal mereka semua, yang dikemudian hari dapat menjadi kenang-kenangan indah buat saya?

Semoga tantangan itu menjadi bagian tekad saya ke depan dalam mengenal anak-anak peserta didik kami di sekolah lebih keras lagi. Yang dengan demikian akan menjadi bagian penting dalam berinteraksi dengan mereka di hari-hari keberadaan kami di sekolah. Semoga!

Jakarta, 18 Mei 2014.

14 May 2014

Jalan Tol di Atas Laut

Ini adalah penampakan jalan tol diatas laut yang ada di Bali. Jalan tol pertama dibangun di Indonesia di atas air laut. Sebuah prestasi infrastruktur kebanggaan bagi siapa saja yang menjadi warga Indonesia, termasuk diantaranya adalah saya sendiri. Gembira ketika memiliki kesempatan melewatinya. 

Meski telah digunakan  oleh masyarakat di Bali sejak beberapa bulan lalu, namun akhir pekan itu adalah untuk kali pertama saya bersama rombongan melintasi jalan tol itu. Sebuah kesempatan yang menjadi kebahagiaan dalam hati.


Inilah foto-foto yang sempat saya ambil dari dalam kendaraan yang tetap melaju; 
Gambar 1; Kendaraan kami masuk tol di atas laut.
Bagi saya yang sesekali dalam hidup berkunjung ke suatu tempat, masuk tol di atas laut di Bali ini, adalah sensasi pengalaman yang bercampur bahagia.
Tarif tol di atas laut itu.
Silang susun yang pasti menjadi menarik jika diambil gambarnya dari atas.

Jakarta, 14 Mei 2014.

Nonton Tari di Uluwatu

Untuk kali pertama, saya berkesempatan berkunjung di Uluwatu, Bali, pada sebuah akhir pekan lalu. Ini menjadi momen menggembirakan, bahwa berkunjung ke suatu lokasi wisata tetapi tidak saja menikmati kekayaan alamnya saja. Namun juga mengunjungi lokasi terbenamnya matahari tenggelam untuk sekaligus duduk di trimbun bersama ratusan pengunjung lainnya untuk menikmati tarian budaya dari Bali, yaitu Tari Kecak.

Ratusan, karena hampir semua tempat duduk yang dibuat berundak keatas mengelilingi dua pertiga panggung yang berada di bawah, penuh sesak oleh pengunjung, yang tidak saja datang dari dalam negeri, tetapi juga terlihat banyak sekali tampang yang datang dari luar negeri. Dan semua dengan kesamaan antusiasme. Serta tentunya, kamera yang tidak berhenti membidik apa saja kegiatan yang ada di panggung. Lokasi yang saya pilih adalahtrimbun paling atas atau belakang di bagian Utara.

Dan tepat, ketika matahari tenggelam, yang posisinya berada di bagian kanan saya duduk, maka seluruh kamera mengarah kepada matahari terbenam tersebut. Ini tidak lain karena posisi pertunjukan berada di tepi laut lepas. 

Beginilah kira-kira prosesi pertunujukan tari tersebut;

Pengunjung berdatangan ketika waktu pertunjukkan Kecak masih akan berlangsung lebih kurang satu jam.

Pertunjukkan tari sedang berlangsung. Cahaya matahari masih terang. Jam telah menunjukkan pukul 18.23 waktu setempat.
Tari Kecak dalam pertunjukan di Uluwatu itu, menjadi bagian dari pengiring bagi sebuah drama Dewi Shinta yang diculik oleh Rahwana.
Hanoman, yag berada dalam lingkaran api, adalah pahlawan pembebas  Shinta dari Rahwana.
Ini adalah scane terakhir dari sekual cerita tersebut.
Jakarta, 14 Mei 2014.

09 May 2014

UN 2014 #7; Jalan-Jalan Naik Bus Trans Usai UN

Setelah usai mengerjakan UN untuk Mata Pelajaran Matematika pada hari kedua ujian nasional SMP pada Selasa, 6 Mei 2014 lalu, dan khusus di sekolah kami, maka seusai pelaksanaan UN terseut akan ada kegiatan untuk bimbingan dari guru sebagai persiapan untuk UN hari berikutnya, terdapat satu anak didik kami yang melakukan rekreasi dengan berkeliling Jakarta dengan naik bus way. Inilah yang menjadi catatan saya kali ini. Catatan ini saya dapatkan dari cerita pengawas UN di sekolah kami yang ketika di tengah jalan bertemu dan bahkan satu kendaraan dengan anak didik kami tersebut.

Ini memang cara unik anak didik kami yang sungguh berbeda dari yang lainnya. Jika ada siswa kami yang meminta izin untuk bermain piano sebagai upaya agar kepalanya enteng, maka khusus anak didik saya itu melakukannya dengan berkeliling Jakarta dengan menumpang bus tranjakarta. Meski begitu, saya melihatnya sebagai hal yang berbada dan unik.

Hafal Rute dan Peta Kota

Kekaguman saya kepada anak istimewa kami itu, yang pertama adalah keyakinan dan kepercayaan dari kedua orangtuanya kepada ananda untuk 'blusukan' dengan kendaraan umum secara mandiri. Tanpa pendamping, pengawalan, atau bahkan dengan uang yang secukupnya. Rasa percaya dari kedua orangtua ini menjadi modal yang paling berharga untuk seorang remaja di usia 15!

Anehnya, meski anak itu telah berkeliling-keliling kota dengan menumpang kendaraan umum, namun ia akan kembali lagi ke sekolah untuk janjian dengan supir yang akan menjemputnya nanti di sekolah sesuai dengan perjanjian antar mereka. terdengar aneh, tetapi memang seperti itu yang terjadi.

Dan karena hobinya untuk menggunakan kendaraan umum dalam menyusuri jalanan kota Jakarta, di tambah kegetolannya dalam googling tentang berbadai informasi Jakarta, transportasi umum, dan juga map, maka di usianya itu, ia telah mampu mengetahui, menghafalkan, dan memahami berbagai jalanan yang ada di Jakarta dan trayek untuk kendaraan umum. Jangan heran jika ia akan memberikan penjelasan kepada kita ketika kita menginginkan informasi tentang jalur kendaraan umum yang kita inginkan.

"Mengapa Bapak tidak mencoba APTP 13? Itu trayek APTB baru yang melalui jalur ke rumah Bapak." Jelasnya suatu hari beberapa bulan lalu kepada saya. Sebuah informasi yang benar-benar membuat saya kagum. Karena keberadaan APTB jalur baru itu sungguh-sungguh beum saya ketahui. Dan ketika pulang kantar pada sore harinya, saya benar-benar menggunakan transportasi tersebut. Luar biasa.

"Mengapa Bapak tidak mencoba jalur Sunter, terus lanjut sampai Kemayoran, kemudian Bapak baru masuk TOL melalui pintu GT Ancol? Mungkin dari situ Bapak bisa memotong kemacetan di jalan TOL dari Sunter sampai Ancol yang menjadi langanan macet?" demikian ia berpendapat ketika saya bercerita tentang macetnya jalan Tol ke Bandara Soeta suatu hari.

Begitulah anak didik saya yang sering saya dan teman-teman menyebutnya sebagai Guru Bsar Transportasi. Hebat luar biasa.

Jakarta, 7-9 Mei 2014.

07 May 2014

UN 2014 #6; Siswa: "Supaya Kepala Saya Enteng Pak."

Siang itu, sekita pukul 10, tepatnya setelah 30 menit ujian nasional untuk Mapel Bahasa Inggris usia, ada seorang siswa saya yang masuk ruangan dan menyampaikan keinginannya untuk bermain piano. Yang kebetulan untuk siang itu, posisi piano yang kami simpan di ruang bersama lantai III terkunci.

"Apa yang ingin kamu lakukan dengan piano Bram? Ingin bermain?" tanya saya kepada anak bongsor itu, yang kalau saja saya bertemu di pusat perbelanjaan pasti pangling dan tidak akan pernah memiliki prasangka bahwa anak itu masih usia 15 tahun.

"Iya Pak. Saya ingin main piano Pak. Saya belum bisa pulang karena jam 12.30 nanti saya harus ikut dalam bimbingan di kelas. Supaya kepala saya enteng Pak. Saya pusing mikirin soal ujian terus." Jelasnya dengan penuh kesungguhan. Saya dengan senang hati memberikan kunci piano yang memang hanya ada satu-satunya dan hanya saya yang menyimpan. 

Bukan karena anak-anak atau siapa saja dilarang memainkan piano sekolah yang berada di ruang bersama itu sehingga kami harus menguncinya, ini karena supaya piano kami itu tidak menjadi korban dari perilaku vandal. Jadi itu saya lakukan supaya semua aman dan tetap terjaga, sehingga seluruh komponen yang ingin menggunakannya selalu bisa. Tidak hanya guru musik saja. Dan semua siswa saya, begitu juga guru, termasuk guru musik yang kami punya, mengetahui bagaimana prosedur yang harus ditempuh jika mereka akan menggunakan piano untuk mengajar, tetapi untuk sekedar bermain sebagaimana yang anak didik saya tersebut lakukan.

"Bagaimana Pak permainan piano Bram sebelum ikut bimbingan belajar tadi?" tanya saya kepada seorang guru yang kami tahu selalu berada di sebelah anak-anak. Dan kebetulan Pk Guru saya itu adalah bagian penting dalam kegiatan UN SMP kami ini.

"Bagus Pak. Ya... kuaitas remaja Pak. Tadi yang main bergantian. Bram dan kedua temannya. Mereka bermain piano dan bernyanyi bersama sebelum bimbel berlangsung." jelas guru saya itu. 

Saya bertanya kepada guru itu karena memang saya tadi tidak sempat melihat atau mendengar permainan piano Bram dan teman-temannya. Bahkan sampai ketika Bram mengembalikan kunci piano itu, saya tentunya tidak pada tempatnya jika harus bertanya bagaimana permainannya. 

Saya hanya mengajukan pertanyaan kepadanya; "Bagaimana keadaanmu sekarang? Apakah sekarang kamu rasa lebih fresh dari sebelumnya?"

"Betul Pak. Saya merasa enteng kepala saya Pak. Saya sekarang lebih siap untuk belajar lagi pak. Terima kasih ya Pak." begitu jelas anak didik saya yang pada hari itu mengenakan pakaian seragam Pramuka. Membanggakan. 

Jakarta, 7 Mei 2014.

UN 2014 #5; UN SMP Hari ke-3

Hari ini, Rabu, 7 Mei 2014, adalah pelaksanaan Ujian Nasional untuk tingkat SMP dan sederajat,  Mata Pelajaran  yang diujikan adalah Bahasa Inggris. Ketika pelaksanaan ujian berakhir pada pukul 09.30, saya tidak bertemu dengan anak-anak didik saya. Meski saya melihat mereka keluar dari lingkungan sekolah melalui kamera CCTV di ruangan. Sehingga tidak ada cerita dari mereka yang saya dapatkan. Karena seperti hari-hari sebelumnya, saya dan juga guru yang lainnya, akan bertanya tentang bagaimana keadaan soal yang telah mereka kerjakan. Saya dan teman yang lain juga akan bertanya prakira mereka terhadap tingkat kebenaran jawaban yang anak-anak kerjakan di LJUN. Dan dari situlah saya banyak mendapatkan feedback berkenaan dengan soal-soal yang anak-anak telah kerjakan.

"Bapak, saya baru sadar Pak, kalau soal yang tidak bersampul (Mata Pelajaran Bahasa Indonesia), dari nomor 1-12 dan nomor 39-50 kemarin itu sama semua." Begitu kata seorang siswa saya siang kemarin setelah pelajaran Matematika dia selesaikan. Saya tidak mengejar apa yang dimaksdukan dengan soal yang sama diantara mereka semua. Apakah itu maksudnya ia ingin menyampaikan bahwa mereka rugi karena tidak bertanya dengan teman sebelahnya saat mengerjakan ujian? Semoga tidak.

(Perlu disampaikan bahwa untuk Mata Pelajaran Bahasa Indonesia yang diujkan pada Senin, 5 Mei 2014 lalu pengawas dan panitia ujian sekolah dibuat bingung karena adanya soal. Yaitu soal yang DISAMPUL dan soal YANG TIDAK BERSAMPUL). Dan hingga akhir ujian untuk Mapel Bahasa Indonesia itu, kami tidak mengetahui mengapa harus ada soal BERSAMPUL dan soal YANG TIDAK BERSAMPUL.)

"Saya tidak yakin kalau jawaban saya benar semua Pak. Tetapi saya perkirakan nilai Matematika saya paling tidak 7 Pak." begitu pernyataan salah seorang anak didik saya kemarin sore saat saya tanya pendapatnya tentang soal Matematika yang baru saja mereka selesaikan. Senang juga mereka bisa percaya diri mengatakan mampu setelah selesai mengerjakan Mata Pelaran yang selama ini begitu sulit dalam pikirannya.

Terlebih, anak yang memberikan opininya itu adalah anak yang secara akademis berada pada tataran rata-rata kelas. Tetapi saya mencoba untuk mengerem dan memeberikan pendapat atau sekedar komentar balik atas pernyataannya optimismenya itu. Saya hanya mengucapkan kata; Amin.

Namun setidaknya ada yang membuat kami semua, panitia dan pengawas ujian di ruang pantia ujian, gembira. Ini ketika tidak mendapati aturan tambahan sebagaimana yang kami dapatkan ketika Mapel Bahasa Indonesia. 

Mengapa kami begitu khawatir sehingga kami menduga kan ada aturan tambahan pada hari ini, Rabu, 7 Mei 2014, karena Mapel yang akan diujikan adalah Bahasa Inggris. Bukankah pada saat UN untuk jenjang pedidikan SMA dan sederajat fenomena orang terhebat di Indonesia muncul dalam soal UN mereka di Mapel Bahasa? 

Dan pada UN SMP hari ke-3 yang mengujikan Mapel Bahasa Inggris, fenomena soal BERSAMPUL dan soal YANG TIDAK BERSAMPUL tidak ada lagi. Mudah-mudahan ini karena pihak BNSP selaku penyelenggara UN mengetahui bahwa kami muak!

Jakarta, 7 Mei 2014.

06 May 2014

UN 2014 #4; Masuknya Jam Tujuh ya Pak?

Ujian Nasional untuk jenjang SMP yang berlangsung sejak kemarin, Senin, 5 Mei, hari ini memasuki hari kedua. Mata Pelajaran yang diujikan adalah Matematika. Sejak pagi saya datang ke sekolah, dan bertemu dengan panitia ujian serta pengawas di ruang pengawas, tidak ada kehebohan sebagaimana dengan apa yang terjadi kemarin sebelum UN Mapel Bahasa Indonesia berlangsung. Tidak ada pebicaraan berkenaan dengan apa yang menjadi bahan kebingungan kami semua sebagai pengawas atau panitia UN dengan adanya aturan anulir soal nomor 1-12 dan nomor 39-50 dengan lembaran soal baru yang TIDAK BERSAMPUL. Ini karena semua berjalan normal seperti tahun-tahun sebelumnya. Semua lancar tidak ada kendala.

Jauh sebelum pukul 07.00, di ruang bersama yang ada di dekat ruang ujian, anak-anak berkumpul untuk sekadar bercengkerama, mengulang materi pelajaran dengan bertanya jawab diantara anak-anak itu, atau mengambil air mineral, dengan ditemani oleh tiga orang teman kami yang kebetulan sebagai penjaga anak-anak pada saat UN kali ini. Pendek kata, sebelum bel pertama berbunyi sebagai tanda peserta UN masuk ruangan UN, semua berjalan relatif enak dan lancar.

Datang Terlambat

Namun ketika bel pertama berbunyi itulah justru kami mulai ada rasa was-was, karena terdapat tiga orang siswa kami  yang hingga seluruh peserta UN masuk, belum datang juga. Guru kami sibuk mencoba mencri tahu mengapa ada 3 orang siswanya belum sampai sekolah ketika peserta yang lain sudah memulai menuliskan identitas di LJUNnya masing-masing.

"Bagaimana dengan kompetenasi ketiga anak itu Pak?" tanya saya kepada Pak Guru yang masih sibuk mengecek keberadaan ketiga anak tersebut. Sudah berada dimana posisi mereka masing-masing.

"Dua anak masuk dalam rata-rata Pak. Yang satunya memang di atas rata-rata di kelas."

"Dimana posisi mereka sekarang. Dimana lokasi rumahnya Pak?"

"Masih OTW Pak. Rumahnya di Rawamangun juga Pak." Jawab teman saya itu dengan tidak memalingkan muka ke hadapan saya yang menjadi lawan bicaranya. Ia begitu serius membaca layar selulernya. Mungkin menunggu status pesan yang dikirimnya melalui whats app. 

Waktu terus berjalan, anak-anak di dalam kelas terus begitu serius dalam mengisi data-data dirinya di LJUN dengan pinsil tulis 2 B. Dan ketiga anak kami belum juga sampai. Saya sendiri hanya berkata kepada teman saya itu, agar menghubungi orangtuanya langsung. 

"Katakan bahwa sekarang hingga Kamis nanti adalah Ujian Nasional. Dan ananda diminta sampai sekolah sebelum pukul 7." Kata saya. Yang hanya dijawab oleh teman saya itu tidak begitu semangat.

"Iya Pak. Saya hubungi ibundanya di rumah. Bundanya malah bertanya; Masuknya Jam Tujuh ya Pak?"

Saya hanya tersenyum kecut atas laporan guru tersebut. Dalam hati berpkir kalau orangtua siswa saya benar-benar telah berhasil untuk tidak melhat hasil UN sebagai satu-satunya hasil belajar siswa. Oleh karenanya hingga anaknya terlambat masuk sekolah untuk mata pelajaran yang harus sudah dimulai pukul 07.30!

Jakarta, 6 Mei 2014.

05 May 2014

UN 2014 #3; Misterinya tidak Terungkap Jelas

Seperti pada catatan saya sebelumnya, yang mencatat adanya dugaan yang menjadi misteri pada UN SMP untuk Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Misteri ini lahir karena sekolah dan pengawas diamanahi untuk menyampaikan kepada siswa agar tidak mengerjakan soal yang ada di dalam sampul, secara berurutan setelah pengawas membagikan. Namun masih ada soal yang lain lagi, yang berada tidak di dalam sampul.

"Bagaimana agar siswa tidak konsentrasi dan menjadi lupa sehingga mengerjakan mengerjakan soal  tidak sesuai dengan yang seharusnya?" kata seorang pengawas di ruang pengawas ketika kepala sekolah sedang melakukan breafing. Pendapat ini benar sekali. Bukankah ketika nantu sudah di lembar jawaban ujian nasional, LJUN, korektor tidak akan melihat soal yang dikerjakan siswa? Bagaimana jika ada seorang siswa yang terjebak mengerjakan soal secara berurut dari soal yang berasal dari dalam SAMPUL atau dari yang TIDAK BERSAMPUL? Pusing bukan?

"Kalau begitu, bagaimana jika ketika pertama kali masuk kita langsung fokus kepada dua soal yang ada di dalam atau di luar sampul itu terlebih dahulu yang dibahas? Sehingga siswa langsung mencoret saja soal-soal yang tidak seharusnya dikerjakan. Sehingga mereka tidak ada yang keliru mengerjakan soal mana?" pendapat pengawas yang satu lagi. Singkat cerita, kami menyepakati pendapat pengawas terakhir itu. 

Misteri yang Tidak Terungkap

Lalu, apa sebenarnya harus ada soal bersampul dan soal yang tidak bersampul? Karena sangka buruk pertama yang lahir di semua yang hadir dalam pertemuan kepala sekolah penyelenggara UN adalah akan munculnya soal bernuansa politik sebagaimana yang terjadi di soal Bahasa di UN SMA? Namun ketika ujian Bahasa Indonesia SMP hari berakhir, kami tidak menemukan soal  titipan yang berbau politik?

"Mungkin ini salah satu cara agar mengacaukan kunci jawaban yang seharusnya dapat dengan udah didistribusikan?" pendapat seorang pengawas sebelum meninggalkan ruangan pengawas.

"Mungkin juga sebagai ralat atas soal yang ada, yang berada di dalam sampul, karena alasan tertentu, seperti kekeliraun?" pendapat pengawas yang lain lagi.

Pendek kata, misteri yang pagi hari ini, ketika UN akan berlangsung, sudah tidak terbukti. Dan ketika UN untuk Mata Pelajaran Bahasa Indonesia pun telah berakhir, sangka buruk yang sempat berkembang dalam pikiran kita juga ternyata tidak terbukti, maka misteri yang tadi berkembang, tetap akan menjadi misteri yang tidak terungkap.

Jakarta, 5 Mei 2014.

UN 2014 #2; Menebak Misteri

Ahad, 4 Mei 2014, pukul 18.30, saya mendapatkan kiriman foto dari kepala sekolah setelah mengikuti breafing di sanggar berkenaan dengan revisi aturan Ujian Nasional SMP yang akan berlangsung pada Senin, 5 Mei 2014 esok harinya. Ujian Nasional masih akan berlangsung pada H-1. Saya coba buka, tetapi tidak atau kurang bermakna, sehingga saya menutup kembali foto yang teah saya buka. Meski di zoom, foto itu tetap kurang terbaca. Saya pun segera bersiap dengan kegiatan rumah yang lain di ujung akhir pekan tersebut.

Senin, 5 Mei 2014, menjelang pelaksanaan UN pada pukul 07.30, saya bertemu kepala sekolah di halaan depan sekolah ketika jam masih menunjukkan pukul 05.20. Kembali berita tentang apa yang telah disampaikan sebelumnya berkenaan dengan revisi aturan pengerjaan soal disampaikan. Tetap saja saya tidak terlalu memahami apa yang disampaikan tersebut. Hingga kami sampai di ruangannya, dan juga disampaikan lembaran aturan revisi yang dimaksudkan.

"Kami kemarin dipusingkan dengan ketentuan revisi berkenaan dengan soal yang DISAMPUL dan soal yang TIDAK BERSAMPUL. Ini adalah aturan tambahan yang benar-benar baru kali ini kami semua alami dalam pelaksanaan UN SMP. Oleh karenanya kami benar-benar bingung dan dihantui misteri." begitu kepala sekolah bercerita kepada saya. Pelan-pelan  saya mencoba memahami apa yang maksud dengan DISAMPUL dan TIDAK BERSAMPUL. Dan tentunya dengan ada misteri di balik aturan baru dan tambahan tersebut yang sepertinya ujug-ujug datangnya.

Dan karena UN hari ini untuk Mata Pelajaran Bahasa Indonesia itu sedang berlangsung, dan posisi saya berada di luar ruangan ujian, maka misteri itu belum saya dan teman-teman dapati.

Namun sekedar membagikan kebingungan, berikut saya sampaikan aturan tersebut: 
Aturan tambahan yang membuat sedikit bingung buat kami.

Jadi, siswa mengerjakan soal UN No. 1-50 dengan melihat aturan ini.


Jakarta, 5 Mei 2014.