Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

04 April 2014

Pileg 2014 #4; Sadar pada Diri

Saat berkumpul di ujung jalan di kampung tempat tinggal saya dan bercengkerama ringan dengan teman-teman, meski tidak biasa kami lakukan, tetapi menarik juga untuk menjadi catatan saya disini. Ini karena bahan cengkeramaan kami adalah sesuatu yang benar-benar hangat. Bahkan tidak itu saja. Lokasi dimana kami sedang bercengkerama adalah tembok tinggi rumah tetangga yang menjadi batas pekarangan dia dengan jalanan sempit di kampung saya itu. Dan menjadi istimewa dengan keberadaan tembok itu. Karena dinding yang bercat putih itu serasa menjadi tempat yang nyaman untuk menempel segala hal yang berkenaan dengan gambar dan partai politik.

"Apakah menurut Bapak pantas kalau dia yang jadi?" tanya seorang temn kepada temannya yang sehari-hari berprofesi sebagai anggota Satpam di sebuah sekolah.

"Sama sekali tidak Pak. Bagaimana pantas. Dlihat dari kanan, kiri, depan, atau bahkan dari atas sekalipun tetap tidak layak. Justru kalau maksa juga, malah jadi bahan ketawaan." Jawabnya dengan penuh kesungguhan.

"Iya. Setuju sekali dengan pendapat itu. Tapi yang saya sungguh tidak mengerti adalah, tidak sadarnya dia kalau dirinya tidak pantas. Karena tidak mampu!" pendapat teman saya yang lain lagi. Jadilah kami berkumpul dengan bahan diskusi yang menarik. Sayang memang tidak ada kuli tinta yang menyaksikan keberadaan kami dengan aktivitasnya. Sehingga diskusi kami tanpa hasil selain katarsis.

Meski begitu, ada kalimat yang dapat saya ambil sebagai bagian dari pelajaran. Yaitu kalimat; tidak sadar bahwa saya tidak layak! Ini adalah kalimat ajaib. Inilah yang sering orang, termasuk saya sendiri tidak tahu. Bahwa kalau saya tidak layak untuk menjadi sesuatu, ternyata saya sendiri sesungguhnya tidak tahu, tidak paham, atau bahkan tidak menyadarinya!

Karena dari ketidaktahuan dan ketidaksadaran tersebutlah maka saya merasa percaya diri saja dengan ambisi yang saya pendam. Saya seolah-olah merasa mampu, layak, dn kapabel. Aneh.

Kalimat itu linier dengan pernyataan; tidak sadar kalau saya sebenarnya belum waktunya! Tidak sadar kalau saya sebenarnya belum diberikan kemampuan! Tidak sadar kalau sebenarnya saya bodoh! Dan seterusnya.

Anehnya itulah penmyakit yang banyak menghinggapi kita dan teman-teman kita di saat menjelang pemilu tahun 2014 ini. Tidak begitu sadar pada diri sendiri...

Jakarta, 04.04.2014

No comments: