Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

08 April 2016

Menemani "perubahan' Guru #12; Menyadarkan atau Membiarkan

"Kami harus terbuka dan saling memberi nasehat atau paling tidak untuk mengingatkan kepada teman kami yang kebetulan sedang tidak dalam kondisi yang baik." Begitu kalimat yang di sampaikan oleh Ibu Kepala Sekolah ketika kami sedang berkunjung ke sekolahannya yang lumayan 'sederhana'. Saya mengingat betul kalimat itu karena kalimat itu tidak mungkin saya bisa ungkapkan jika saya kembali ke sekolah dimana saya kini berada. 

"Apa yang Ibu maksud dengan terbuka dan saling mengingatkan itu Ibu?" Tanya teman saya begitu Ibu Kepala Sekolah usai menyelesaikan kalimatnya. Ia tampak bingung dengan kalimat sederhana yang semestinya mudah dipahami itu. 

"Seperti ketika ada seorang guru yang tiba-tiba tidak bersemangat ketika sedang menghadapi peserta didiknya karena pada saat yang sama ia harus membuka dan menulis balasan di telepon smart-nya. Maka teman yang kebetulan ada di sebelahnya segera mengingatkan guru yang juga adalah temannya itu. Mengingatkan bahwa kehadirannya di sekolah adalah untuk sepenuhnya melayani peserta didik. Maka semua hal yang menghalangi hubungannya dengan peserta didik untuk dialihkan atau dikesampingkan terlebih dahulu." Jelas Ibu Kepala Sekolah dengan memberikan ilustrasi nyatanya.

"Apakah itu pernah terjadi disini Ibu?"
"Iya pernah."
"Tidak tersinggung kalau teman sejawatnya yang mengingatkan. Apa tetap menghargai?"
"Tidak ada tersinggung. Karena teman-teman disini sudah terbangun rasa untuk saling beterusterang dalam hal tugas. Juga tidak akan ada perasaan tidak enak untuk mengingatkan hal baik terhadap temannya yang sedang khilaf."

Percakapan-percakapan itu di dalam ruang diskusi antara Kepala Sekolah yang menjadi tuan rumah bersama kami yang menjadi tamu, membuat saya pribadi faham akan kultur yang tercipta di sekolah yang sedang kami kunjungi. Dan pada titik ini saya pribadi menjadi malu bahwa beberapa hal baik yang sederhana seperti saling terbuka dan tidak buruk sangka terhadap pihak yang berbuat baik semacam mengigatkan temannya masih sering muncul dalam hidup keseharian kami di sekolah.

Teman sungkan mengingatkan koleganya karena tidak ingin dianggap 'caper' atau 'tuduhan' lain yang justru tidak konstruktif. Akhirnya sering kami melakukan pembiaran atas kesalahan-kesalahan kecil yang kolega perbuat di hadapan kami sendiri, dan berharap agar Kepala Sekolah kami sendiri mengetahui kejadian tersebut.

Dan ketika kondisi sosial seperti itu, maka kesalahan teman dihadapan kita, dilema untuk melakukan penyadaran atau pembiaran, masih menjadi fenomena...

Jakarta, 8 April 2016.

No comments: