Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

16 October 2014

Bagaimana Seharusnya?

Siang kemarin, saya harus mengurungkan niat untuk menuju ke ruang admission yang berada di seberang hall sekolah. Niat itu saya urungkan ketika ada dua orangtua siswa yang sedang asyik bercengkerama setelah mereka usai melakukan pertemuan di lantai 3 sekolah. Bukan karena saya tidak ingin bertegur sapa dengan mereka, ini karena saya sendiri malu ati untuk melintas dihadapan keduanya.

Bagaimana saya mengurungkan niat untuk tidak jadi melintas? Tidak lain adalah balik kanan dan kemudian masuk ke salah satu ruang kelas yang tidak jauh dari ruangan saya. Hal ini tidak lain karena sungkan saya jika harus melintasi kedua orangtua itu. betapa tidak, karena ketika melintas maka mau tidak mau saya harus menegur salah satunya untuk membetulkan posisi duduknya yang tidak patut.

Dan ini menjadi pekerjaan saya yang paling tidak saya suka. Mengingat pekerjaan itu sudah lebih dari satu kali saya lakukan meski kepada orang tua atau teman yang berbeda. Dan sungkan itu semakin tebal manakala yang melakukan justru tamu kami. Karena lumrah saya mengingatkan teman kami yang duduk dengan posisi yang tidak sepatutnya seperti itu. Apakah itu teman-tean dari support services atau Pramubakti atau bahkan teman guru. Tetapi dengan orangtua siswa? 

"Kenapa Pak kok tumben?" Begitu sapa Pak Fikri yang mengajar bahasa Inggris di kelas yang saya masuki. Dia bersama dua teman guru lainnya sedang asyik menikmati makan siangnya masing-masing. Mereka yang berasal dari kelas yang berbeda berkumpul dalam satu ruangan untuk menghemat lampu dan pendingin udara.

"Saya ingin minta tolong Bapak atau Ibu disini memberian komentar dari foto-foto yang tekah saya terima untuk dicetak di buletin sekolah. Tidak perlu panjang, cukup singkat dan padat." Kata saya membuka percakapan dengan masalah yang berbeda dengan apa yang baru saja saya alami ketika melihat pemandangan tidak enak di ruang bersama.

"Hanya satu halaman Pak?" Tanya teman itu.

"Untuk kelas ini satu halaman saja. Yang ini untuk kelas lain. Tetapi harus saya tunda karena jalan menuju ke sana terhambat oleh pemandangan tidak enak." Jelas saya.

"Apa yang terjadi Pak?" Tanya teman saya itu penuh rasa ingin tahu. Kepo, kata anak-anak.

"Ada yang sedang asyik mengobrol tetapi salah seorangnya dengan duduk yang tidak sepatutnya?" Kata saya tanpa memberikan pejelasan lebih jelas lagi.

"Bagaimana seharusnya Pak?" Kejar teman saya lagi.

"Mungkin seharusnya apa yang pantas ditiru anak, itulah yang pantas. Dan kebalikannya, kalau anaknya meniru akan jelek menurut norma berarti itu tidak sepatutnya." Begitu penjelasanan saya. Semoga teman saya itu mengerti apa yang saya maksudkan...

Jakarta, 16 Oktober 2014.

No comments: