Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

10 October 2014

Akreditasi #5; Terjebak Setting Kelas

Ada catatan saya disaat akreditasi sekolah beberapa waktu lalu yang nyaris terlewatkan oleh ingatan. Alhamdulillah catatan itu mengemuka kembali dan layak untuk segera saya buat dalam catatan saya ini. Ini penting sekali karena masih ada salah faham asesor terhadap setting kelas yang digunakan guru pada saat pembelajaran berlangsung. 

Salah faham asesor tersebut terpaku kepada sebuah pakem nasional tentang apa yang selama ini barangkali masih lumrah berlangsung di sekolah-sekolah 'standar nasional' pada umumnya. Tetapi berangkat dari pakem tersebut yang kemudian mematri adanya korelasi setting kelas dengan metodologi yang digunakan guru. Meski harus diakui bahwa kejadian dan kenyataan itu justru bukti bahwa asesor dalam proses akreditasi di sekolah benar telah masuk ke dalam kelas untuk melakukan pengamatan.

Dan karena kesalahfahaman tersebut kemudian muncul kembali dalam sesi wawancara antara para asesor dengan para guru yang dikujunginya, maka saya mendengar bagaimana guru berusaha memberikan argumentasi atas metodologi yang digunakan dengan setting kelas yang dibuatnya.

"Mengapa Ibu menggunakan setting kelas berkelompok? Sedangkan pembelajaran yang ibu lakukan presentasi? Mengapa Ibu tidak merubah setting kelas dulu?" Demikian pernyataan asesor kepada guru kami.

"Begini Pak. Setting kelas kami dapat berubah sebagaimana yang Bapak dapat saksikan dalam foto yang kami tempel di dinding kelas. Jadi setting kelas bagi kami sangat fleksible. Dan mengapa kami menggunakan setting tempat duduk bekerja kelompok? Pertama, kebetulan kami kelas kecil. Dimana hanya ada 25 siswa di dalam kelas. Kedua, pekan-pekan ini kami ada dalam pekan efektif belajar. Yang mayoritas kegiatannya adalah berkelompok. Ketiga, setting kelas semacam ini yang memungkinkan anak didik kami saling berkomunikasi dalam ranah belajar. Dan ini adalah pembelajaran komunikasi, belajar sosial." Jelas guru kami dengan penuh keyakinan akan benar jalan yang telah diambilnya.

Saya senang dan kagum dengan argumentasi yang runtut tanpa jeda,  yang disampaikan kepada asesor. Percaya dirinya sungguh memberikan kepada saya keyakinan kepada masa depan lembaga kami.

Dilain pihak, saya juga memprihatinkan bahwa pilihan kata asesor ketika ingin mengetahui sesuatu justru sebenarnya tidak sedang bertanya. Menurut saya lebih tepat kalau mempertanyakan apa yang terjadi.

Seharusnya kalimat tanya yang digunakan adalah kata yang mampu menggali informasi. Seperti misalnya kata; mengapa? Dan dari jawaban guru itulah maka dia bisa melanjutkan perburuan informasi yang diinginkan sedalam dan seluas-luasnya. 

Dan jika memang informasi yang didapat tidak sesuai dengan kaidah yang seharusnya, disitulah asesor dapat masuk dengan pemahaman yang dimilikinya. 

Allahua'lam bishawab.

Jakarta, 10 Oktober 2014.

No comments: