Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

31 January 2014

Masukan dari Guru

Ada banyak sekali masukan atau bahkan usulan dari teman-teman guru yang saya dapat di setiap waktu dan kesempatan. Masukan itu menjadi bagian penting bagi sekolah dalam terus mengembangkan diri. Dan dari sana sering kami menjadi lebih kreatif dan inovatif. Dalam semua sisi di sekolah. Baik dalam sisi sarana, sisi pembelajaran, dan bahkan pada sisi pengembangan lembaga ke depan.

Untuk itulah sering kami buka sesi masukan itu dalam dua tahun sekali dalam bentuk dialog dengan guru. Pada sesi seperti ini, kami mengundang beberapa guru untuk berkumpul dan diskusi tentang apa saja yang adakaitannya dengan sekolah, termasuk juga tentang kepemimpinan manajemen sekolah yang ada. Forum diskusi ini kami sebut dengan istilah dialog ngalor-ngidul. Sebuah nama  yang kami adopsi dari istiilah Pak Soeharto, Presiden kita yang ke-2, dimana beliau menyebut dialog utara-selatan. Jadi dialog bebas.

Meski dialog atau diskusi ini bebas tanpa ada kendalan untuk menyampaikannya, kami sering menemukan masukan guru yang bagus sekali. Tidak jarang masukan yang kami terima adalah masukan aplikatif. Meski masukan seperti itu tidak saja dapat guru sampaikan pada forum seperti itu, tetapi juga diluar forum. Namun saya perlu memberikan apresiasi kepada mereka yang begitu smangat menyampaikan masukan meskipun harus bertatap muka langsung dengan saya. Termasuk diantaranya ada yang positif atau bahkan ada yang sekedar komplain.

Dalam catatan kali ini, saya akan membuat sedikit uraian tentang masukan guru yang bersifat komplain. Komplain atas apa yang manajemen telah lakukan, komplain tentang tidak atau kurang dipenuhinya hak mereka oleh lembaga, komplain yang mereka sampaikan atas titipan dari komplain temannya, komplain mereka yang merasa betapa lembaga tidak manusiawi karena begitu tegas terhadap jam masuk kerja, pendek kata banyak komplain yang mereka sampaikan.

"Demi perbaikan ke depan kan Pak?" begitu kata mereka kepada saya saat seusai menyampaikan komplainnya. Saya tentu saja mempersilahkan apa yang ingin disampaikan.

Dalam pikiran saya, bukan komplain mereka yang pertama menjadi perhatian saya, seperti normalnya, biasanya dalam satu lembaga, pasti punya 2 atau 4 guru macam ini, yang diantara kami menyebutnya dengan istilah mister dan miss complain

Dan inilah yang saya catat disini. Ini tidak lain karena karakter sebagaian kecil dari mereka ini, menurut saya, sedikit menggelikan. Karena kadang apa yang mereka sampaikan,m jika kita lihat dengan logika lain, justru  merekalah yang berada dipihak yang salah. Pihak yang seharusnya menerima komplain. Dan bukan pihak yang harus menyampaikan komplain. Tetapi seperti yang saya sampaikan terdahulu, inilah karakter.

Jam Masuk

Seperti yang telah saya sampaikan di depan antara lain adalah komplain betapa pihak manajemen terlalu kaku dalam menerapkan jam masuk kerja. Sehingga, setiap paginya, selalu saja ada pegawai yang terlambat masuk kantor.

"Mengapa tidak fleksibel? Bukankah sekarang ini macet ada dimana-mana? Dasar manajemen bahlul!" Begitu antara lain umpatan yang mereka sampaikan. Tentu bukan di hadapan manajemen. Tetapi ketika mereka bertemu sesama temannya di warung makan. 

Pendapat mereka benar-benar meniadakan kalau ada teman mereka yang tinggal lebih jauh darinya namun selelu datang sebelum jam kerja mulai. Aneh? Normal saja. Ini karena mereka yang menyampaikan komplain ini hanya melihat apa yang ada di luar dirinya dengan kacamata yang ada di kepalanya sendiri.

Mempertanyakan

Ada juga komplain yang disampaikan dengan nada mempertanyakan atas kebijakan yang telah diputuskan manajemen. Tidak perduli kalau sebelum kebijakan itu diputuskan telah melalui jalur dari arus bawah.

"Saya ingin tahu, apa usaha Bapak di barisan manajemen agar kami semua ini dapat mencapai kompetensi sebagaimana yang telah Bapak presentasikan itu? Apakah kami harus mencapainya tanpa adanya program bidang SDM?" begitu salah seorang dari teman-teman saya ketika kami mensosialisasikan sebuah program.

Lalu saya jelaskan bahwa untuk mencapai pada standar yang diinginkan, maka sudah dan akan selalu terus di dorong pelatihan dan pendidikan untuk para staf. Termasuk diantaranya adalah mengirim staf ke luar negeri untuk menemukan benchmarking.

"Bukankah Ibu selama ini yang paling banyak kita kirim untuk pendidikan, termasuk ke luar negeri?"

Jakarta, 25-30.01.2014.

No comments: