Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

21 June 2014

Pilpres 2014 #10; Politisi dan Pengamat

Dalam hari-hari ini, benerapa tivi yang beraviliasi atau yang berkecenderungan pada partai politik tertentu, akan banyak terlibat dalam menyajikan berita atau talk show, baik yang disiarkan secara langsung atau off air. Dan nampak sekali bahwa ini adalah bagian penting dalam usaha membujuk pemilih pada pilpres tahun 2014 ini.

Tidak ketinggalan juga dengan kehadiran para politisi partai politik pendukung capres-capres yang ada, atau juga para pengamat politik. Semua berjuang dengan memberikan pandangan dan analisanya atas pilihannya. Dan tentunya, pilihannya itulah yang paling benar dan dicobakan untuk digelontorkan kepada saya sebagai pemilih.

Menjadi biasa jika seorang politisi yang menjadi nara sumber dalam wawancara, curah gagasan, atau bahkan diskusi tersebut, yang memposisikan capres pilihannya. Karena ia adalah representatif pada pihak capres yang menjadi petugas partainya.Dan itu memang menjadi tanggungjawab yang harus mereka pikul sebagai konsekuensi sebagai bagian dari partai yang mengusung sosok capres.

Termasuk juga adalah koleksi data dan fakta pendukung yang dimilikinya terhadap nilai-nilai positif dari capres yang disokongnya. Termasuk juga adalah dialektika berpikir yang mereka harus siapkan untuk memberikan bantahan atau memberikan penjelasan tambahan bilamana ada lawan politik dalam diskusi yang bertanya atau mempertanyakan.

Namun bagaimana bila seorang pengamat politik yang pada hari-hari normal menjadi orang yang dimintai tanggapannya terhadap situasi sosial yang berlangsung, ujuk-ujuk menjadi manusia partisan ketika musim kampanye datang.

Pada masa normal, apa yang menjadi pandangan dan pendapatnya adalah petuah bijak. Ini bukan saja berangkat dari apa yang beliau sampaikan sebagai tanggapan dan pendapatnya tetapi juga karena posisinya beliau yang merdeka. Posisi netral. Posisi tidak berpihak alias nir partisan.

Dan ketika posisi itu bermigrasi kepada posisi yang partisan di musim kampanye, maka seluruh apa yang dikemukakannya menjadi hambar dan terasa bodoh. Ini karena pandangan dan pendapatnya tidak lagi berpijak kepada kebebasan dari kepentingan. Bahkan tidak jarang sekali saya sendiri merasakan apa yang disampaikannya sebagai pencariaan pembenaran atas apa yang menjadi pilihannya.

Maka pada masa menjelang pilpres 2014 ini, beberapa tokoh yang pada masa normal dulu sebagai pengamat politik yang bijak ketika menyampaikan pandangan dan pendapatnya, menjadi sesuatu yang sangat menyedihkan. Saya benar-benar menemukan sebuah degradasi kualitas.

Inilah fenomena yang saya catat pada detik-detik pilpres 2014, dimana ada persaingan kepintaran antara politisi dan pengamat pada ranah percaturan yang timpang. Timpang pada citarasa moral keilmiahan. 

Jakarta, 21 Juni 2014.

No comments: