Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

25 February 2013

Barang Tertinggal Milik Siapa?

Siapakah pemilik barang-barang yang banyak tertinggal seusai kegiatan perkemahan Pramuka? Itulah yang dipertanyakan oleh Bapak dan Ibu guru ketika anak-anak peserta Perkemahan Pramuka kembali ke sekolah pada Senin, 25 Februari 2013. Barang-barang itu tidak sekedar pakaian atau perabot yang terbilang besar wujudnya, seperti pakaian seragam Pramuka atau bahkan jaket. Tetapi juga barang-barang kecil seperti sendok, pakaian dalam, atau bahkan juga kaos kaki.

Contoh barang-barang peserta pekemahan Pramuka yang tidak bertuan.
Tidak semua barang-barang itu dalam kondisi bersih dan kering. Ini karena hasil sweeping panitia  di area perkemahan setelah anak-anak itu naik ke dalam bus yang akan membawa mereka kembali ke sekolah Kamis pekan lalu.

Maka ketika guru mengangkat barang-barang yang tertinggal agar anak-anak yang merasa kehilangan mengakui barangnya, maka situasi tersebut menjadi menarik. Bukan karena barang yang dipamerkan oleh teman-teman guru yang membuatnya menarik. Tetapi juga karena barang yang tidak bertuan itu terbilang relatif  banyak.

Namun beberapa anak yang tahu bahwa itu adalah barang yang menjadi miliknya, segera mengacungkan jari dan mengambil baragnya tersebut. Tapi sebagian besar barang-barang itu tetap tidak bertuan. Dan akan menjadi urusan pramubakti sekolah untuk membersihkannya dan mengumpulkannya dengan barang-barang tidak bertuan lainnya seperti botol minum.

Mengapa Anak tidak Mengenal Barang Miliknya?

Inilah pertanyaan menarik sekali setiap kami menemukan barang tertinggal di sekolah yang tidak diketahui siapa peiliknya. Tidak hanya karena adanya kegiatan perkemahan tersebut saja barang-barang itu tertinggal. Tetapi juga dalam keseharian anak-anak di sekolah. Beberapa perlengkapan sekolah tertinggal seperti menjadi kebiasaan yang lumrah.

Dan dari pengalaman seperti itu, maka kami berasumsi bahwa, anak-anak begitu mudah dan bahkan menyepelekan barang-barangnya tertinggal dan dia sendiri tidak mengenali sama sekali terhadap barang-barangnya tersebut antara lain karena; begitu mudahnya anak-anak itu memperoleh barang-barang tersebut. Selain itu anak-anak juga tidak diberikan kontribusi terhadap barang-barang yang dibawanya untuk perlengkapan sekolah.

Dua hal itu menurut saya yang pokok, yang memungkinkan anak-anak itu begitu mudah atau bahkan tidak merasa memiliki barang-barang yang tertinggal di sekolah. Tentunya, yang membuat guru menjadi sulit menemukan barang-barang yang tertinggal itu siapa pemiliknya adalah, tidak adanya nama yang tertera pada barang-barang tersebut.

Jakarta, 25 Februari 2013.

No comments: