Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

22 April 2013

UN 2013; Generasi Para Juara 100%!

Menghadapi UN 2013 ini, tentunya dengan generasi yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, saya justru melihatnya dengan kacamata yang berbeda. Juga karena pada tahun ini, selain anak-anak didik sya untuk tingkat SD dan SMP, juga kebetulan anak di rumah juga menghadapi UN untuk tingkat SMA. Maka dapat saya ambil pelajaran dari berbagai cerita dan pengalaman dari semua peristiwa gelaran tersebut.

Ada banyak ceriota menarik yang kadang membuat saya sungguh-sungguh gemas dan kesal yang teramatsangat. Dan pada sisi berbeda, dari peristiwa yang kurang membuat enak hati itu terbit sebuah kenangan yang mengagumkan akan tekad beberapa anak-anak bermental juara.

Tentu, apa yang saya sampaikan ini bukan sesuatu yang berkait dengan karut marut pelaksanaan UN SMA tempo hari. Juga bukan karena saya menjadi bagian dari orang-orang menentang UN. Namun lebih karena sata melihat dan bergaul langsung dengan anak-anak yang sedang menghadapi UN itu sendiri. Spebagaimana yang saya kemukakan tadi, baik di sekolah atau juga di rumah.

Pada awal April, beberapa hari sebelum UN SMA dan sederajat dilaksanakan, saya mendapat cerita menjengkelkan dari anak sendiri tentang niat teman-temannya untuk ikut serta bergotong royong 'patungan' membeli kunci jawaban. Dan karena saya saat itu tidak terlalu percaya dan yakin akan bagaimana bentuk operasionalisasi pelaksanaan bocor tersebut, maka saya katakan kepada anak saat itu; "Terlalu sulit untuk bocor nak. Karena ada 20 model soal. Bahkan untuk memastikan bahwa salah satu kunci dari 20 kunci yang teman-temanmu akan terima nanti masih membutuhkan kepintaran. Jadi, biar saja teman-teman itu terjebak kebodohannya sejak dari start sebelum UN dimulai!" 

Tapi argumen saya belum meredakan amarah anak saya akan kenyataan yang dia alami. Lalu sebagai pamungkas saya katakan kepadanya bahwa; "Pembocor soal UN, penjual bocoran soal UN dalam bentuk menjual kunci jawaban UN, pembelinya, dan pemakainya, ada dalam ranah kebodohan yang berlapis. Mereka generasi yang terjangkiti kebodohan murokab, berlapis."

Generasi Juara!

Itu juga yang dapat kita liat bersama di sekolah-sekolah yang terdapat anak-anak yang mengkonsumsi bocoran soal UN. Mereka adalah yang ketika datang ke sekolah masih menyisakan 'kelelahannya' karena tidak tampa semangat sebagai siswa yang berhak akan piala kejuaraan yang menjadi miliknya. Perilaku santai yang melewati batas kewajaran, yang sama sekali tidak menerbitkan sikap kebanggaan sebagai pelajar. Mengapa?

Itulah yang menjadi perenungan saya. Mungkinkah sikap dan perilaku demikian itu adalah resonansi dari knerja kami sebagai gurunya di sekolah? Dan inilah yang selalu menghentak-hentak dalam batin saya. Sehingga berbagai skenario sebagai guru, saya benar-benar memperoleh beban yang amat berat.

Boleh jadi saya bukan menjadi bagian dari konspirasi dari kebocoran UN. Namun mengapa anak didik kami masih mau mengeluarkan uang untuk ikut serta menggunakan kunci bocoran itu benar-benar menjadi refleksi saya. Karena itu, pantaslah kalau perjuangan untuk mendidik anak-anak kami sebagai generasi juara, belum cukup. Tetapi mendidik anak-anak itu sebagai 100% generasi juara tanpa kekecualian, itu menjadi visi kami selanjutnya. Semoga!

Jakarta, 22 April 2013.

No comments: