Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

04 April 2012

Hasil UN dari Contekan itu, Sungguh tidak Membuat Bangga, UN SMP 2012 #1

Siang ini saya menyampaikan hal yang relatif sama dengan apa yang sering saya sampaikan kepada anak didik saya di sekolah berkenaan dengan UN jujur. Pesan ini sekali lagi saya sampaikan kepada anak-anak dalam bentuk kerangka berpikir. Dengan, tentunya, saya buatkan alur ceritanya. Ini karena saya masih mendengar 'bocoran' bahwa ada anak didik saya yang meminta kepada Ibunya untuk bergabung dengan lembaga siap UN tertentu dengan mitivasi agar nantinya mendapat 'bantuan' dalam proses UN sehingga hasil UNnya menjadi bagus.

Padahal, sebelumnya saya sudah sampaikan kepada anak-anak bahwa ketika nanti yang diterima mereka bocorannya dalam bentuk kunci jawaban yang dikirim kepadanya melalui sms, kai para guru telah memberitahukan bahwa sebelum masuk ruang UN, anak-anak akan kami cek satu demi satu. Tidak ada peralatan satu pun yang bisa mereka bawa ke dalam ruang ujian. Oleh karenanya, kata saya kala itu, kalian yang mendapat kunci jawaban UN, entah benar atau tidak kunci tersebut, harus di hafal. Karena semua akan masuk ruang ujian hanya membawa badan saja. Bagaimana bila kunci jawaban itu ditulis di lengan tangan, dibaik baju? Kami sudah siapkan sapu tangan basah yang siap untuk menghapusnya. Juga, kaos kaki yang kadang menjadi tempat penyimpanan. Atau juga kunjungan ke toilet, jika ingin menjadikan toilet sekolah sebagai tempat berbagi 'bocoran'. Itulah tekad kami, yang telah kami sepakati agar anak-anak itu tidak membawa kekeliruan yang akan menjadi saksi kepada kehidupannya hingga kelak dikemudian hari.

***
Saya sampakan dalam cerita tadi siang, bahwa ada anak yang bernama Fulan, yang sudah terlanjur biasa hidup enak, ringan, mudah, tetapi dengan hasil yang baik. Nah, pada saat UN akan berlangsung, maka Fulan inilah yang meminta uang kepada orangtuanya untuk membeli alat belajar. Padahal uang tersebut, bersama beberapa teman lainnya dikumpulkan sebagai imbalan kepada seseorang yang berjanji akan mengirimkan kunci jawaban. Agar kunci tersebut dipastikan benar, maka si pengirim memberikan trik bagaimana mengujinya. Jadi Fulan dibelajarkan bagaimana menguji kebenaran dari bocoran tersebut. Mulia bukan?

Ketika SKHUN, atau hasil Ujian Nsioanal diterima dan ternyata, katakanlah nilainya dari empat mata pelajaran di tingkat SMP ada empat, misalnya Mata Pelajaran Matematika 9,50, Bahasa Indonesia nilai 9,50,  Bahasa Inggris nilainya 9,50, dan Mata Pelajaran IPA dengan nilai 9,50, yang berarti jumlah nilai UNnya menjadi 38, maka dapat diopastikan bahwa nilai Fulan tersebut akan menjadi tenar di sekolahnya. Mengapa? Karena mungkin nilai sebesar itu adalah nilai tertinggi di sekolahnya, Sedang Fulan sendiri sehari-hari mendapatkan nilai 7,00 adalah hal yang maksimal.

Dalam kondisi demikian, maka kepada sekolah akan memanggil Fulan untuk naik ke panggung pada saat perpisahan siswa kelas akhir itu, guna menerima penghargaan dari ketua Yayasan atau ketua POMG?

Cerita saya berhenti di situ. Lalu saya bertanya kepada anak didik saya; Apa yang akan terjadi dengan Fulan. Apakah dia akan naik panggung untuk menerima penghargaan dari sekolah? Kalau Fulan naik panggung, bagaimana kira-kira mimik raut mukanya? Bisakah atau beranikah Fulan akan dengan bangga dan dengan langkah kaki yang mantap dengan diikuti oleh ayah dan Ibundanya? Kalau memang ya. Lalu bagaimanakah ekspresi anak-anak dan para orangtua yang hadir, dan pastinya guru-guru yang memang tahu bagaimana kemampuan anak bidang akademik sehari-hari?

 *** 
Apa yang saya sampaikan kembali kepada anak didik saya itu tidak lain hanyalah usaha kami agar anak-anak harus tetap memegang teguh kemurnian usaha dan kejujuran. Dan ini menjadi harapan kami yang tinggi kepada mereka untuk termotivasi dengan perilaku itu. Kami ingin agar mereka lebih bangga dengan apa yang sesungguhnya menjadi milik dan hak mereka. Karena bangga yang paripurna,  tidak akan mungkin  lahir atau didapat dari sikap manipulatif.

Jakarta, 4 April 2012.

2 comments:

Anonymous said...

Joko Wahyono: Betul Pak Agus, kepuasan dan rasa bangga akan seiring dengan kerja keras dan kejujuran. Kalau kita mendidik karakter lalu mengabaikan kejujuran, ya seperti inilah jadinya bangsa ini.

Guru, kepala sekolah, pemerintah tdk lagi bangga dengan hasil kerja keras, mereka selalu bertanya tanya klo kita jujur yg lain tdk jujur, hancurlah kita...itu yg saya dengar merespon kejujuran ttg UN. Memang sulit menegakkan kejujuran, mulai dari kita..seperti yg Pak Agus lakukan saya kira itu yg plg baik kita lakukan saat ini.., kitapun rasanya ingin mengajak mereka menikmati rasa bangga itu tentu saja sesuai kapasitas yg bisa kita lakukan...Wassalam,Joko W

Anonymous said...

Wendy Armunando: Akan aku bagikan kepada guru-guru yang kami temui.
Pak Agus, sampai sekarang bahasanya indah sekali. Terima kasih sudah dikirimkan artikel Bapak ini. Salam,
Wendy