Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

08 April 2012

Belajar tentang Bersih

Sebuah kampanye bersih dari sponsor saat Idul Fitri 2011.
Sebagai anak kampung yang datang ke jakarta, untuk kemudian menjadi guru di sebuah  sekolah swasta yang para peserta didiknya dari keluarga mampu, keluarga yang memberikan lingkungan bersih dan apik sebagai budaya dasar mereka, maka citarasa saya  tentang bersih dan kebersihan menjadi tertinggal. Untuk itu, peserta didik itulah sumber belajar saya dalam belajar tentang bersih. Belajar dari siswa yang setiap pagi hadir di sekolah dengan necis dan wangi untuk ukuran kebersihan diri. 

Juga belajar tentang bersih dari para cleaning service terhadap apa itu kebersihan lingkungan belajar yang ada di sekolah, dimana diantara mereka sesungguhnya baru memiliki tingkat kesejahteraan  berada pada standar kesejahteraan daerah dimana mereka bekerja. Belajar dari orangtua siswa, yang meski sekolah sudah terlihat bersih tetapi kadang masih ada yang menyampaikan kekurangan. Dan belakangan ini untuk hal bersih saya juga belajar dari ketua Yayasan pada saat beliau meninjau serta berkeliling ke lokasi yang ada di sekolah sekaligus memberikan nilai.

Pendek kata, jika dikomparasi citarasa bersih saya kali pertama datang ke Jakarta dengan apa yang saya miliki sekarang ini, mungkin hanya pas diperbandingkan antara bumi dengan langit. Dan untuk itu saya bersyukur. 

Dan citarasa itu, pada ujunganya juga menjadi bagian dari kehidupan saya di rumah. Atau paling tidak ketika saya mendapat amanah untuk membantu di sebuah lembaga lain, citarasa itu dapat menjadi sumber inspirasi bagi teman-teman yang berada di lembaga tersebut.

Mengapa saya terlambat belajar bersih padahal ketika di kampung halamanpun sudah mendapat doktrin bahwa bersih dan kebersihan itu merupakan bagian dari pada iman? Menurut saya, ini tidak lain karena ketika di kampung belajar bersih sebagai bagian dari iman, masih dalam bentuk konsep mengingat dan belum menjadi bentuk budaya. Konsep mengingat tersebut belum memiliki cantolan yang berkenaan dengan ukuran bersih itu sendiri. Misalnya, bersih yang seperti apa? Tidak ada bayangan bersih yang seperti apa? Tapi yakin bahwa bersih itu merupakan bagian dari iman.

Maka, bila kita meyakini taksononi bloom dalam hasil belajar, posisi mengingat tersebut baru dalam tahapan awal dalam hasil belajar. Sedang untuk sampai sesuatu seperti kebersihan itu menjadi budaya, seharusnya mengingat itu harus menjadi aplikasi perilaku yang sudah berubah dalam perilaku kebiasaan. Dan ketika mengingat menjadi perilaku, maka kepahaman akan bersih, sudah dalam bentuk pengertian yang tergambar kualifikasinya.

Itulah maka ketika konsep bersih itu sudah saya ketahui, tetapi karena baru pada tataran konsep, maka perilaku saya kadang atau sering tidak sinergi dengan apa yang terjadi di lapangan kehidupan sehari-hari. Untuk itulah saya mengalami proses belajar yang relatif panjang, meski itu  hanya belajar tentang bersih.

Misalnya ketika bersama teman-teman yang dari udik saya masuk menjadi bagian di sebuah sekolah dengan standar bersih yang baik. Maka di tempat inilah saya kemudian naik kelas dalam  pemahaman tentang bersih. Lucunya lembaga saya belajar paham bersih itu justru bukan lembaga yang berbasis agama.

Tetapi itulah kenyataannya. Dan ketika saya harus melakukan ritual di lokasi yang semestinya bersih menjadi bagian dalam aplikasi agama, saya terhenyak oleh realita toilet atau tempat wudhu yang kotor atau bahkan jorok. Kondisi yang sungguh memprehatinkan sekaligus jungkir balik. 

Haruskah proses belajar bersih yang saya lakukan dapat menjadi inspirasi para pemangku kewenangan di tempat-tempat seperti itu? Allahua'lam bishawab.

Jakarta-Buntu, 05-06 April 2012

No comments: