Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

05 May 2009

Bekerja Keras = Bersyukur

Mensyukuri apa yang ada dengan melaksanakan atau menunaikan semua apa yang menjadi amanah di tempat kerja dengan sebaik-baiknya menurut standar kinerja yang digariskan di kantor adalah satu bentuk mensyukuri apa yang menjadi rezki dari Allah SWT. Jika kita yakini karena memperoleh pekerjaan adalah anugerah untuk kita atas kompetensi yang kita punyai atas ijin-Nya.



Inilah yang dalam bahasa pakar sumber daya manusia terkenal dengan sebutan etos. Artinya, siapa yang mensyukuri apa yang menjadi nikmat Allah SWT pada dirinya bilamana di dalam dirinya terbangun sikap kerja keras dan optimalisasi potensi dalam menunaikan amanah yang diembannya. Sebaliknya, bilamana sebagai pekerja yang mendapat amanah tetapi amanah tersebut tidak ditunaikan secara optimal, adalah merupakan indikasi orang yang tidak atau paling tidak kurang bersyukur. 

Dan di lapangan orang ini akan memiliki sifat malas dalam menunaikan tugas dan tanggungjawabnya, jika pun atasannya memberikan tambahan kerja sedikit apapun, akan menjadikan dia memiliki beban. Selalu bicara gaji yang dinilainya kurang kompetitif. Darahnya akan naik jika teman sebelahnya mendapatkan promosi jabatan karena prestasinya sekalipun. Dan seterusnya-seterusnya.

Dua keadaan yang sangat bertolak belakang. Orang-orang yang bersyukur akan melihat tambahan kerja atau pelatihan diluar jam kerja sebagai bagian dari mengembangkan kompetensi dan skill, yang akan menjadi miliknya. Mereka ini juga punya keyakinan bahwa apa yang dia ikhtiarkan sekarang ini dengan kerja keras adalah rekayasanya untuk anak tangga yang lebih tinggi dimasa depan. Sehingga mereka akan melihat apa yang dikerjakannya sekarang ini, dengan segala tambahannya dari kacamata positif. 

Sedang pada kutub sebaliknya hanya akan melihat sesuatunya dari kacamata negatif, selalu merugikannya atau bahkan jam tambahan atau tugas tambahan tersebut dilihatnya sebagai tindakan kezaliman penguasa kepadanya.

Dengan melihat itu semua, kita bersama dapat menyimpulkan dua hal. Pertama, bahwa pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kita dan cara mengerjakannya adalah bagian paling pokok dalam kehidupan kita sebagai pegawai. Semakin ada peningkatan volume dan peningktan skill serta strategi dalam penyelesaian pekerjaan kita, adalah salah satu bentuk peningatan diri kita untuk menyongsong di masa berikut. 

Artinya, kerja keras akan menjadikan kita sebagai sosok yang memiliki strata berbeda di kemudian hari. Hal ini relevan dengan ayat Allah yang kurang lebih bermakna; bahwa barang siapa yang bersyukur, akan Allah tambahi kenikmatan padanya. Begitu juga kepada orang yang berperilaku sebaliknya.

Kedua, melihat apa yang ada di hadapan kita, baik tugas atau peristiwa dengan kaca mata positif. Dengan selalu mengajukan satu pertanyaan pada setiap hal tersebut: apa hikmah dibalik ini? Cara pandang positif ini, akan membawa kita menjadi manusia yang berpikir jauh ke depan dan transendental. Berpikir negatif adalah berpikir yang hanya melihat apa yang dapat dilihat oleh mata atau dirasa oleh indera kita, dengan mengabaikan makna dan implikasi yang lebih dalam dari apa yang terlihat atau yang dirasakan indera.

Dengan melihat ilustrasi tersebut diatas, menurut saya, kita dapat menarik satu benang merah bahwa, apa yang kita kerjakan sekarang adalah prediktif kita di masa depan. Allahu a’lam bishawab.

(Sumber: Agus Listiyono, Harian Pelita)

No comments: