Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

03 March 2013

Saya Pulang Kampung Pak...

"Saya kemarin pulang kampung Pak." Demikian kata seorang siswa saya ketika ber'tamu' ke ruangan kerja saya. Itu terjadi saat anak-anak kelas enam SD, dimana ia sekarang berada, menunggu waktu untuk giliran melaksanakan shalat jamaah di siang itu.

Seperti terhadap tamu-tamu saya yang lain, ssiang itupun saya harus menghentikan gerakan tangan saya di key board komputer kerja saya. Saya mencoba melayani kehadiran anak didik itu dengan mengobrol atau berdiskusi. Tentunya tentang kampung halaman yang ia kunjungi.

Ini menarik perhatian saya bahwa ada anak didik saya yang mengaku pulang kampung. Bukan puergi liburan ke luar negeri sebagaimana layaknya anak-anak didik saya yang lain. Dan kenyataan itulah yang menjadi titik pusat bagi saya untuk tertarik. Tertarik akan apa yang ingin anak didik saya itu ceritakan kepada saya pada siang itu.

Dian sendiri juga merasa sedikit bingung dan tidak terlalu pasti ketika saya mengajukan pertanyaan dimana letak kampung halaman yang ia kunjungi bersama seluruh anggota keluarganya itu. Ini saya sadari karena memang anak-anak itu sedikit lemah dalam hal geografi wilayah. Apalagi dia masih duduk di bangku kelas enam SD. Namun dengan pertanyaan-pertanyaan batuan yang saya sampaikan kepadanya, lancar saja ia mendeskripsikan kampung halaman ayahnya itu.

"Siapa yang masih tinggal di kampung, yang kamu kunjungi itu?" Tanya saya.
"Nenek saya Pak." Jelasnya.
"Nenek dari Ayah atau dari Ibumu?"
"Nenek dari Ayah saya Pak."
"Enak Pak kampung nenek saya. Kalau malam dingin sekali. Tetapi bukan karena AC. Kalau siang juga udaranya sejuk. Enak Pak. Sepi." Jelas anak didik saya bangga.

Namun tetap saja ia masih kesulitan lokasi kampung halaman neneknya itu. Dan setelah saya bantu dimana lokasi mendarat pesawat yang ditumpanginya sebelum dijemput mobil menuju ke kampung, baru ia mengingat lokasi itu. Dan untuk membantu ingatannya, maka saya ambil peta Jawa Tengah.

Hebat. Pikir saya. Karena begitu peta itu saya gelar di meja rapat yang ada di ruang kerja saya, anak itu segera menujukkan rute perjalanan dengan telunjuknya. 

"Dari Semarang, kami berjalan ke arah Ambarawa Pak. Terus lanjut ke Salatiga. Nah ini Pak." Katanya penuh semangat tidak terkira.
"Terus Pak, sampai Tingkir belok ke kiri Pak. Nah ini kampung nenek saya Pak. Suruh Pak. Sebelum Suruh kami belok kiri lagi, terus sampai!" Jelasnya.

Dari pertemuan siang itu, saya memetik pelajaran berharga dari seorang siswa saya, tentang bagaimana antusiasme pergi ke kampung halaman. Ini mengingat bahwa anak didik saya itu adalah generasi yang lahir dan besar di Ibu Kota dari sebuah keluarga yang amat sangat mapan. Bagaimana dengan anak-anak saya sendiri di rumah?

Jakarta, 3 Maret 2013.

2 comments:

Endang Ermanto said...

Satu kata untuk perjalanan ini. MANTAPP

Perjanjian Bongaya said...

mantep masjid agungnya, wajib kesana nih :D