Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

11 April 2009

Pemenang dan Pekalah


Tulisan ini berkait langsung dengan Pemilu 9 April 2009 yang baru saja barakhir. Ya, terutama tentang bagaimana calon legeslator DPR dan DPRD yang nama atau fotonya terdapat pada lembar surat suara. Hari ini, atau bahkan ada yang pada tanggal 9 April 2009 sore hari, mereka yang tidak atau menurut perkiraan sementara mereka tidak bakal lolos menjadi shok atau bahkan sudah ada yang meninggal dunia. Seperti yang menimpa salah satu caleg di Bali. Juga caleg yang ada di Cirebon yang harus mendatangi 'orang pintar' karena bernasib hampir sama dengan caleg yang telah mendahuluinya yang ada di Bali tersebut.

Fenomena ini menurut saya terjadi karena paradigma berpikir kita, yang merupakan hasil atau produk pendidikan kita selama ini, hanya menyiapkan diri untuk siap menang dan tidak atau setidaknya kurang menyiapkan diri bagaimana kalau kalah.

Indikator dari fenomena itu antara lain adalah sebagai berikut: Caleg tidak memperduliakan kendaraan apa yang akan dijadikan sebagai pengantarnya menuju gedung terhormat. Dengan demikian maka mereka beranggapan apa saja kendaraannya sangat boleh jadi 'memungkinkan' baginya untuk menuju sebagai aleg. Ketidak matangan dalam memilih kendaraan (partai politik) tersebut memang banyak penyebabnya. Mungkin karena dia tergesa-gesa dalam menentukan kendaraan karena terjepit oleh tenggat waktu, juga bisa karena memang itulah kendaraan yang sesuai dengan kapasitas si caleg sendiri. Jadi ada faktor internal dan eksternal.

Caleg model seperti ini, ditambah optimesme tanpa perhitungan atau kalkulasi menang-kalah yang terlanjur telah menggunung merupakan bahan dasar bagi tumbuh suburnya sikap hanya siap menang dan tidak siap kalah. Ketika modal telah keluar dan ketika saat perhitungan surat suara berakhir dan mengetahui bahwa TPS yang ada dimana dia ikut menyumbangkan suaranya tidak sesuai dengan hitungannya, ia akan menjadi drop dan bahkan bisa linglung.

Bagaimana siap untuk menjadi pekalah, ini kan TPS dimana dia tinggal bersama tetangga. Dan dengan ikhtiar yang dia telah lakukan selama sebelum hari pencontrengan, daftar nama tetangga yang 'diduga' akan memberikan suara kepadanya telah dihitung tetapi ketika surat suara selesai dibuka dan mendapati suara untuknya jauuuuuuh dari apa yang telah didaftar?

Apa kontribusi Pendidikan?

Kontribusi terbesarnya adalah menyiapkan generasi sebagai individu yang sadar sepenuhnya sebagai makhluk dalam konteks
sosial. Artinya, pembelajaran dengan metodologi pengembangan keterampilan sosial sangat memiliki peran dalam menyadarkan bahwa kehidupan sosial itu menuntut kita menjadi bagian yang ada di dalamnya. Kita tidak harus selalu di atas atau di tengah atau di bawah. Kita akan dinamis dalam konstelasi tersebut. Pertanyaannya adalah: apakah metodologi ini yang banyak digunakan di masyarakat persekolahan kita? Bagaimana siswa belajar menjadi yang di atas, di tengan atau di bawah jika yang kita gunakan hamoir selalu ceramah?

Saya akan memberikan satu contoh misalnya saja ketika siswa bermain berkelompok bersama kelasnya. Maka diawal akan didahului aturan main, cara main dan komitmen. Saat bermain, akan melakukannya dengan penuh sportifitas. Dan ketika berakhir akan mengapresiasi kepada teman secara positif baik yang menang kepada yang kalah atau yang kalah kepada yang menang.

Ini adalah catatan kecil dari saya tentang fenomena caleg yang hanya siap menang dan tidak siap kalah.

Jakarta Selatan, 11 April 2009.

No comments: