Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

23 August 2012

Mudik #8; Pemudik R2, Membuat Saya Iri

R2 saat mudik 2012. Gambar dari www.depdagri.go.id/news/2010/000012
Pada tahun 1987 yang lalu, teman-teman saya yang sama-sama guru di sebuah sekolah dasar swata di bilangan Jakarta Selatan, telah melakukan perjalanan mudiknya dengan mengendarai sepeda motor atau kendaraan roda 2 (R2) dari Jakarta menuju Wonosari dan Wonogiri.  Ada 3 orang dari mereka yang sejak tahun dan tahun-tahun berikutnya selalu mudik dengan R2 nya. Meski saat itu usia kami rata-rata masih berkepala 2, tetapi kami yang ada di sekolah berpendapat kalau apa yang mereka lakukan adalah petualangan orang yang kurang kerjaan. Sok kuat. Komentar itu, pada waktu itu dapat dibenarkan karena adanya faktor yang menguatkannya. 

Pertama, profesi sebagai guru, alhamdulillah memiliki hari libur lebih awal dan lebih panjang dari profesi yang lainnya. Dengan demikian, maka jikapun kami memilih naik kendaraan umum, seperti bus malam, belum akan terkena tuslah lebaran. Jadi lebih mudah bukan? 

Kedua, jalanan yang akan kita lalui pada waktu itu tidak akan semeriah seperti sekarang ini. Dimana ketika kita melintasi sepanjang rute Jakarta hingga Semarang, kemudian lanjut ke arah selatan menuju Yogyakarta, akan sedikit bertemu dengan teman-teman pemudik yang sama-sama mengendarai R2. Artinya lagi, situasi yang tenang itu bukankah justru kurang memberikan semangat teman-teman di perjalanan? Mereka tidak mungkin berombongan seramai sekarang.

Ketiga, seperti yang waktu itu mereka sama-sama akui bahwa, R2 yang mereka pakaipun bukan merupakan kendaraan yang benar-benar sehat. Karena pada waktu itu tidak ada diantara kita yang membeli sepeda motor baru. Belum zamannya leasing seperti zaman sekarang. Artinya, kebersamaan mereka secara terus menerus menjadi sangat penting. Agar jika ada masalah dengan R2 dari salah satu yang mereka tumpangi, sedapat mungkin diselesaikan secara gotong royong.

Meski begitu, toh teman-teman muda saya itu tetap saja kepada pendiriannya untuk tetap mudik dengan R2nya. Karena memang mereka butuh sekali kendaraan itu untuk mobilitasnya ketika mereka sudah sampai kampung halamannya.

Sekarang?

Itu kondisi teman-teman muda saya dua dekade yang lalu. Bagaimana dengan sekarang?  Dari data pihak berwajib, pemudik dengan berkendaraan roda 2 naik di setiap tahunnya. Itulah yang menyebabkan bertambah padatnya kondisi jalan sepanjang ruas mudik. Sebagaimana gambar yang saya pampang pada halaman ini. Kondisi seperti ini saat ini sudah bukan lagi menjadi sesuatu yang petualangan, tetapi lebih telah menjadi sebuah kebutuhan. Bahkan seorang teman, yang mengendari R2 ketika mudik dari Jakarta menuju kota Malang. Luar biasa bukan?

Dengan kenyataan seperti ini, saya merasa iri dengan pemudik R2 ini. Pertama, saya iri dengan daya juang dan daya tahan mereka untuk mengendarai R2nya dengan jarak yang tidak dekat lagi. Plus, waktu yang relatif lama. Hebat bukan?

Kedua, dari wawancara yang dilakukan media tv, tampak bahwa mereka melakukan mudik dengan R2 dengan penuh kesadaran dan semangat juang yang tinggi. Tidak tampak dalam wajah mereka keterpaksaan.

Setidaknya itulah hal yang menarik dari sebuah perjuangan anak manusia dalam merengkuh keeratan jalinan silaturahim dengan para orang yang ada disekitarnya yang mereka akan temui di kampung halamannya. Dan dari semangat itu, saya justru mengajak kepada mereka yang tidak pernah mudik, agar melihat realita ini sebagai ragam dari persfektif kehidupan.

Jakarta, 23 Agustus 2012.

No comments: