Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

04 January 2009

Integritas (2)

Integritas dalam artikel saya terdahulu, saya maknai sebagai sikap atau perilaku seseorang untuk mengatakan apa yang dilakukan. Dengan rumusan lain dapat juga berarti sebagai satu kata antara ucapan dan perbuatan. Indikator seseorang yang memiliki integritas antara lain adalah jujur, transparan, konsisten, persisten, dan tentunya egaliter.

Siapapun mereka, jika memilki sikap integritas akan menjadi orang yang dapat dipercaya oleh siapapun yang ada di lingkunganya. Kepala sekolah dengan integritas yang tinggi akan mendapat ’kecintaan’ dari lingkungannya. Guru yang berintegritas, maka kehadirannya di dalam kelas adalah saat yang ditunggu-tunggu bagi seluruh siswanya. Dan kepala sekolah sebagai atasannya, akan memiliki kepercyaan kepadanya. Integritas akan membawa seseorang untuk mendapat aura kehormatan dan martabat yang selayaknya menjadi miliknya.

Demikian pula sebaliknya, seseorang dengan sikap yang kurang jujur, susah dipegang janjinya jika berjanji, sulit untuk mengemukakan atau mengkomunikasikan apa yang seharusnya dikomunikasikan kepada pihak lain hanya karena kurang terbuka dan suka menyembunyikan, dan seterusnya, akan memperoleh hasil atau buah dari lingkungan sosialnya yang setara. Baik lingkungan sosial formal, seperti di tempat kerja. Atau pun lingkungan non formal diluar lingkungan kerja.

Berikut adalah pengalaman yang dapat kita jadikan sebagai gambaran nyata. Pertama, seorang teman saat itu harus meninggalkan kantor untuk menjadi seorang juri di sebuah perlombaan. Mengingat itu adalah hari kerja, maka teman tersebut meminta ijin kepada atasannya; mendampingi siswanya yang akan final dalam lomba siswa berprestasi. Empat hari sesudah hari ijin itu, atasannya, yang kebetulan adalah anggota sebuah perkumpulan sarjana teknik, mendapat cerita dari teman satu perkumpulannya. Bahwa ia senang bisa bertemu dan berkenalan dengan kepala sekolah yang (kebetulan juga) berada dalam yayasan yang sama, dimana sang atasannya tersebut menjadi kepala bidang dimana sang kepala sekolah berada. Maka reaksi kaget adalah reaksi wajar yang dialami atasan teman saya. Ia merasa dibohongi. Karena kepala sekolanya, waktu itu, meminta ijin untuk mendampingi sisiwanya lomba dan bukan sebagai juri lomba. Meski itu bukan kejadian yang terbilang parah, atasan teman saya tersebut terhenyak pula. Mengapa tidak mengatakan saja sebagai juri? Pikirnya.

Kedua, berkaitan juga dengan Pak Ram, juga kepala sekolah yang kebetulan dikenal sebagai seorang trainer pendidikan. Kisahnya sama dengan kisah sebelumnya. Yaitu ketika Pak Ram mohon ijin untuk tidak masuk kantor, dengan alasan pulang kampung. Ijin pun diberikan. Mengingat keluarga Pak Ram adalah salah satu keluarga yang tertimpa musibah bencana alam beberapa waktu lalu. Namun ketika Pak Ram dalam waktu sedang ada dikampung tersebut, ada seorang gurunya Pak Ram yang menerima pesan singkat dari temannya yang berbunyi; Har, hebat juga ya kepala sekolahmu. Kita sedang ada pelatihan di Gatot Subroto!

Pak Ram tidak menyangka bahwa ketika ia menyampaikan presentasi di Gatot Subroto, di sekolahnya sendiri kejujurannya sedang menjadi bahan tertawaan. Pak Har, nama guru itu, entah sadar atau tidak terhadap akibat yang ditimbulkan, memperlihatkan sms itu kepada teman yang duduk disebelahnya. Kontan saja dalam tempo tidak lebih dari 30 menit berita itu sudah tidak lagi menjadi gosip yang dibicarakan secara bisik-bisik. Dan habislah wibawa Pak Ram.

Ketiga, ini kisah Pak Juk. Yaitu saat Pak Juk berada di suatu tempat yang dalam perkiraan saya tidak akan ada orang-orang yang mengenal saya tahu tentang keberadaannya. Pak Juk berada disitu untuk membantu teman yang sedang membuka citra baru di lembaganya.

Dan ketika Pak Juk kembali ke kantor sekian hari sesudahnya, datang seorang orangtua siswa yang menegurnya. Bapak kemarin ada di situ ya? Tentu saja Pak Juk kaget. Iya pak. Saya dan Niko kan sedang menengok ayahnya yang bertugas di situ. Saya baca spandu, ada nama Bapak di spandu itu lho pak. Wah hebat! Pak Juk bersyukur, bahwa saat itu memang sedang long week end. Jadi keberadaannya di tempat itu dan urusannya adalah halal.

Maka dari pengalaman-pengalaman tersebut saya menjadi haqul yakin, bahwa dunia ini terlalu sempit untuk menyembunyikan kebohongan kita. Karena sekecil apapun ketidak jujuran tersebut, pasti akan terbongkar. Dan berkaca dari itulah maka alangkah baiknya jika kita mengatakan saja apa yang akan kita lakukan jika dalam tataran pekerjaan kepada yang berada di sekitar kita di kantor. Dari pada mereka tahu dari orang lain. Dan itu yang menurut saya masuk dalam langkah menuju pribadi yang memiliki integritas. Allahhu a’lam bishawab...

No comments: