Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

04 November 2012

Tidak ada Lagi ‘Blumbang’ di Desa Saya

Sekarang ini, pada musim penghujan, apalagi musim kemarau, sudah tidak ada lagi blumbang, penampungan air, semacam kolam air yang dibuat secara sengaja di aliran saluran air, sudah tidak ada lagi di desaku. Tidak perduli apakah ketika musim penghujan tersebut hujan deras mengguyur dan melimpahi saluran, yang tetap eksis hingga kini itu, dengan  air yang banyak atau tidak. air-air yang ada itu akan segera lenyap dan seolah tidak tersisa di saluran. Sebuah hal yang sungguh berbeda ketika kecil saya di sekitar tahun 1970an.

Saluran-saluran air tetap ada dan dibiarkan mengering. Saluran yang berhulu di lereng bukit dan gunung yang berada tidak jauh dari stasiun yang ada di desa kami, yang menampung air untuk kemudian bermuara persis pekarangan saudara saya sendiri, yang tinggal di pinggir sungai. Di muara saluran air itu juga  dulu tumbuh beberapa pohon gayam dengan buahnya tiada henti sepanjang musim. Itu juga telah tidak ada lagi tidak kurang sepuluh tahun yang lalu.

Itulah wajah desa kami sekarang. 
Padahal di daerah pegunungan yang menjadi hulu dari saluran air yang melintasi desa kami itu sekarang penuh ditumbuhi tanaman keras. Pohon mahoni dan pohon jati ditanam , yang masing-masingnya berjarak hanya satu setengah meter tumbuh dengan baik. Yang selain berguna sebagai tabungan bagi pemiliknya, juga mestinya dapat berfungsi sebagai penghambat laju air di permukaan tanah yang ada di gunung itu untuk kemudian disimpan sebagai cadangan. Namun tampaknya air telah tidak tersedia lagi sebagai cadangan. Maka mata air telah benar-benar menghilang.

Itulah mengapa sehingga blumbang sudah benar-benar tidak ada dan kehilangan p=fungsinya sebagai penampung air dan tempat memelihara ikan bagi pemiilknya, di desa kami. Tidak ada tetangga yang sengaja menggali bagian saluran air yang melintasi pekaranganya untuk menahan air dan memelihara ikan. Sebuah kreativitas yang selain sebagai penyimpan air juga adalah sebagai penyimpan  lauk, bahan makanan.

Sebagai anak desa yang pernah ‘menikmati’ blumbang sebagai lokasi paling menawan untuk memancing, atau mencari kepiting dan udang, maka saya sungguh merasakan sesuatu yang hilang dari apa yang pernah menjadi bagian hidup dari orang-orang yang segerasi dengan saya di desa. Karenanya, saya dan teman segerasi, merasakan jauh bedanya perubahan yang telah terjadi di lingkungan hidup saya semasa kecil itu.

Inilah catatan akan keterlambatan aksi kita dalam menahan laju perubahan iklim, dari sebuah kacamata yang paling kecil di desa saya, blumbang! Sebuah keterlambatan yang agaknya sudah mustahil jika keadaan yang saya rindukan itu dapat kembali lagi. Agaknya juga, ia telah pergi untuk selamanya. Tidak ada lagi blumbang yang dibuat warga di saluran air, dan juga  pohon gayam yang tumbuh di bibir saluran air yang bermuara di sungai kecil yang ada di desa saya.

Jakarta, 04 Nopember 2012.

No comments: