Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

27 December 2013

Aswatomo dalam Youtube

Ini murni pelajaran awal yang saya dapatkan. Betapa media telah memberikan kita kesempatan untuk melihat dan sekaligus mendengar, serta juga merasa bagaimana hebatnya sang dalang dalam mengemas sebuah lakon cerita. Itulah sebuah sekuel tentang keluh dan kesah seorang Aswotomo di pakeliran lewat media vedio youtube!

Tentu apa saja yang kita mau jika kita menginkannya dan sekaligus berniat. Bahkan untuk sebuah teori tentang sesuatu yang sulit pun, sudah ada yang merelakannya untuk menjadi bagian dari khasanah dalam gudang film pendek tersebut. Termasuk yang sedang saya catat pagi ini, wayang kulit tentang Aswotomo!
http://www.youtube.com/watch?v=LH3Xuoc7usg

Ia adalah keturunan dari Begawan Durno, yang dalam adegan yang saya saksikan itu sedang berkeluh kesah tentang nasibnya yang tidak beruntung. Ia merasa merana karena ayahnya seperti tidak memberikan bekal kepadanya dengan sebaik ketika ayahnya membekali saudranya yang dari Pandawa; Puntodewo, Werkudoro, Janoko, dan Nakula-Sadewo. Keluhan yang akhirnya  didengarkan dan diluruskan oleh sang pamannya, Begawan Kerto.

Apa pelajaran buat saya?

Terus terang, meski keturunan dari Jawa Tengah, saya tergolong yang kurang memahami cerita wayang. Ketidak pahaman ini pasti ketidakseriusan saya ketika mulai belia saya tidak mengikuti  oengetahuan wayang itu dengan sepenuh hati. Menonton pertunjukan wayang, tetapi saya tidak berada di lingkaran pangguung. Bermain kartu gambar wayangpun, saya juga kurang merasakan selain keriangan akan kemenangan.

Menggambar wayang? Saya meminta teman, yang sekarang menjadi dalang di daerang Sucen dan Gebang untuk menggambarkannya. Karena saya tahu sahabat saya itu akan menggambar wayang tanpa melihat tokoh yang ingin digambarnya dengan hasil yang pasti tidak mengecewakan. Jadi, itulah yang saya alami. Hingga akhirnya di usia 7 hingga remaja, saya berada di lingkungan yang jauh dari bau pewayangan. Itulah yang membuat saya akhir-akhir ini begitu mencoba untuk menyemangati diri mengenal kembali dunia wayang dari bahasa yang masih saya miliki. Baik melalui VCD atau media internet.

Meski dalam satu sekual yang di upload oleh Cah Gununggandul itu, saya belajar bagaimana hidup dari kacamata wayang yang disampaikan oleh Ki Manteb Soedarsono. Terimakasih!

Jakarta, 27 Desember 2014.

No comments: