Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

23 February 2012

Mengapa Anak Tidak Mengaku Kalau Besok Ada Ulangan?

Setelah membaca tulisan-tulisan yang dibuat anak peserta didik saya di sekolah tentang apa yang mereka maksud dengan jujur, yang beberapa anak antara lain menceritakan bahwa mereka sering tidak mengatakan kalau akan ada ulangan di sekolah, saya justru bertanya; Mengapa ada beberapa anak yang tidak jujur  atau tidak berterusterang kepada orangtua mereka di rumah manakala Bapak atau Ibu Guru di sekolah sudah memberitahukan kalau esok hari akan ulangan harian? Meski itupun telah ditulis di kertas atau tepatnya surat pengumuman resmi sekolah? Atau kadang saya sudah menempelkan surat pengumuman guru itu di salah satu halaman buku komunikasi anak?

Apakah kalau pemberitahuan pengumuman akan adanya ulangan harian itu nanti diketahui orangtua atau tidak diketahui oleh orangtua terdapat perbedaan? Apa sesungguhnya yang dapat anak-anak itu ambil sebagai keuntungan dalam hal ketidakterusterangannya dalam menghadapi hari ulangan harian tersebut? Apakah jika ia tidak mempersiapkan diri pada akhirnya nanti nilai ulangannya akan berbeda dibandingkan dengan kalau dia mempersiapkan diri? Dan jika demikian halnya bukankah ia mendapat kerugian? 

Juga, mengapa jika anak sampai di rumah dan tidak memberitahukan jadwal ulangan harian kepada orangtua menjadi topik dari tulisan anak-anak itu? Mungkinkah karena orangtua menjadi bagian yang justru pihak yang paling peduli akan jadwal anak-anaknya terutama jadwal ulangan (harian)?

Nah, dari beberapa pertanyaan tersebut, saya mencoba membuat asumsi sebagai jawaban dari hal itu. Pertama; Bahwa sebagian anak yang tidak berterusterang akan adanya jadwal ulangan harian kepada orangtunya karena memiliki prinsip atau memegang prinsip; memberitahukan jadwal ulangan kepada orangtua sama dengan menutup pintu kebebasan. Kebebasan yang seperti apa? Kebebasan untuk bermain-main seperti bermain game dan atau menonton tv.

Kedua; Tampaknya, anak-anak peserta didik saya sepakat tidak terlalu senang pada yang dinamakan belajar di rumah. Kenyataan ini justru menjadi kebalikan dari apa yang diharapkan oleh para orangtua. Pertanyaan berikutnya adalah; mengapa anak tidak suka belajar di rumah? Ini juga menurut saya, karena makna belajar itu sendiri dipersempit oleh kultur persekolahan yang tumbuh di masyarakat. Dimana yang dinamakan belajar hanyalah ketika anak mebuka atau mengulang atau melatih ulang materi-materi pelajaran yang diajarkan di sekolah, yang terdapat dalam buku paket atau buku pelajaran. Sehinga, ketika para orangtua tahu bahwa besok akan ada ulangan harian, maka ia akan mengarahkan putra-putrinya untuk mempersiapkan diri menghadapi ulangan itu. Mengapa demikian? Karena para orangtua menginginkan anak-anaknya mendapatkan nilai yang bagus untuk mata pelajaran yang diulangkan. Padahal belajar dengan arti yang demikian itu tidak semua anak menyukainya. Termasuk sebagian besar para anak didik saya itu.

Ketiga; Tampaknya antara rugi dan untung dalam hal nilai jelek  akibat anak-anak itu tidak memberitahukan pemberitahuan guru saat akan ada ulangan tidak ada signifikansinya. Oleh kaena itu untuk apa mereka harus memperjuang agar mendapatkan nilai bagus?

Keempat; Karena mengulang materi pelajaran yang akan menjadi soal dalam ulangan adalah sesuatu yang tidak menarik dan jauh lebih menarik dari pada bermain game di komputer atau sekedar menonton konser musik di televisi, maka langkah yang paling tepat untuk tetap menikmati hidup adalah dengan  tidak memberitahukan jadwal ulangan harisn yang akan terjadi di sekolah. Karena begitu jadwal ulangan itu diketahui oleh para orangtuanya,maka 'kebebasan' dalam menikmati hidup pada hari itu akan pupus bahkan lenyap.

Itulah asumsi saya terhadap adanya beberapa anak didik saya yang mengaku sering tidak memberitahukan jadwal ulangan harian kepada para orangtuanya di rumah. Sebagai guru, asumsi-asumsi itu menohok saya. Karena bagaimana mungkin anak tidak menyukai mengulang pelajaran di rumah meski itu ia butuhkan untuk mandapatkan nilai yang bagus?

Jakarta, 23 Februari 2012.

No comments: