Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

20 September 2010

Reuni Akbar itu Bernama Mudik

Ya benar. Mudik adalah perayaan bersama yang maha besar. Di dalamnya ada silaturahim dan sekaligus perhelatan reuni. Baik dalam lingkup keluarga, trah, RT, RW, bahkan tidak jarang sekarang ini bersamaan dengan reuni sekolahan. Oleh karenanya mudik menjadi begitu penting bagi kehidupan masyarakat.

Apakah mudik pemborosan? Hanya bagi mereka yang tidak mudik saja pemikiran ini lahir. Tapi bagi pelaku, mayoritas mereka hanya akan kembali berkumpul keluarga besar di kampung halaman satu tahun sekali. Atau bahkan mudik adalah acara liburan mereka satu-satunya. Dan bagi mereka yang seperti ini, masih tegakah kita mengatakan bahwa mudik adalah bagian dari pemborosan?

Mudik adalah mendistribusikan rizki. Ini adalah benar adanya. Bahwa rizki mudik di hari raya Idul Fitri di Indonesia dinikmati oleh banyak sekali orang. Bahkan dengan maraknya pemudik kendaraan sepeda motor belakangan ini, meramaikan riuh rendahnya aktivitas mudik. Dan sekaligus menambah 'bercecerannya' rizki masa mudik.

Banyak pada masa-masa mudik orang yang berusaha membuka warung makan. Apakah mereka membukanya di jalur jalan yang akan dilalui oleh para pemudik, atau di tempat-tempat wisata. Keberadaan mereka menambah serunya suasana masa mudik sekaligus juga sebagai bentuk perluasan dan pemerataan penyebaran rizki.

Jika diajukan pertanyaan mengapa saya mudik di hari Idul Fitri? Maka jawaban saya adalah sebagai berikut: Pertama, Mudik atau menengok kampung halaman adalah kewajiban saya untuk mengunjungi Mamak saya. Orang yang telah melahirkan, membesarkan dan melimpahkan kasih sayang kepada saya dan juga adik-adik saya selama ini. Oleh karenanya saya melakukan mudik tidak hanya pada saat Idul Fitri saja, namun jika rizki mengizinkannya, saya akan melakukannya di luar masa Idul Fitri. Dan selain silaturahim, perjalanan menengok kampung halaman juga saya maknai sebagai trip wisata. Jadi mudik memiliki dua makna; silaturahim dan wisata.

Dua, Mudik di kala Idul Fitri adalah reuni akbar. Meski kita tidak mendapat surat undangan untuk melakukan reunian akbar itu. Undangan yang melekat erat kepada kita secara bersama sebagai pelaku mudik adalah ikatan kebersamaan untuk kembali kepada masa lalu secara bersama-sama. Di saat Idul Fitri jatuh pada 1 Syawal, disitulah saya akan bertemu dengan hampir seluruh komunitas desa yang ada. Yang diantara mereka adalah sahabat saya sejak dari kecil hingga kami berpisah guna menemukan tempat mencari nafkah. Itulah saat yang tidak akan mungkin tergantikan di hari yang lain sepanjang satu tahun. Atau bahkan sepanjang hayat. Itulah pentingnya tanggal 1 Syawal bagi orang yang melakukan mudik.

Oleh karenanya jika kita terlambat datang sampai di kampung halaman, misalnya taggan 2 atau bahkan 3 Syawal, teman di masa kecil atau saudara yang telah lama tidak berjumpa, tidak mungkin kita temukan lagi. Karena biasanya kita memiliki agenda yang berbeda-beda. Diantara mereka telah berangkat kembali ke tempat dimana selama ini mereka mencari nafkah. Atau ke tempat para mertua mereka berada. Maka, mudik Syawal adalah pertemuan akbar bagi pada keluarga, tetangga kampung. Bahkan sering sesama kita merancang pertemuan reuni sekolah dimasa-masa seperti ini.

Ketiga, mudik Syawal bagi saya juga merupakan waktu indah untuk menghirup 'udara' desa yang riuh rendah, penuh gairah, dan juga penuh semangat. Adakah di desa-desa kita yang mayoritas berpenduduk Muslim, waktu yang paling dinikmati oleh seluruh warganya dengan penuh semangat selain di waktu Idul Fitri tiba?

Keempat, saya sampaikan kepada mereka yang mencibir kegiatan mudik Syawal dengan pertanyaan seperti ini?
  • Benarkah mudik hanya terjadi di Indonesia? Saya punya teman yang selalu pulang ke negaranya saat liburan Desember. Apakah ini namanya bukan mudik?
  • Benarkah mudik merepotkan? Lihatlah data dan fakta. Bagaimana semangatnya orang-orang berebut tempat duduk di transportasi umum atau berjuang melawan teriknya matahari dan kelelahan ketika mengendarai sepeda motor.
  • Benarkah mudik mubazir? Bagaiman juga dengan sebagian kita yang membelanjakan uangnya lima puluh ribu rupiah dengan membeli secangkir kopi bukan milik Indonesia? Kita mestinya bangga dengan para pemudik itu. Uang yang dibawanya ke kampung mungkin tidak sebanyak yang Anda punya, tetapi mereka akan mendistribusikan sebagiannya di kampung halamannya dengan penuh perjuangan?
Itulah beberapa hal yang saya refleksikan dari kegiatan mudik Idul Fitri pada setiap tahunnya. Bagaimana dengan Anda?
Jakarta, 20 September 2010/ 11 Syawal 1431 H.

1 comment:

mayatugasku said...

asslm, akhirnya saya mudik juga pak, setelah berpuluh tahun tidak mudik di waktu lebaran.....dan saya dapat merasakan apa yang bapak rasakan....mudik ke kampung suami membuat saya lebih mensyukuri hidup saya,semakin dekat dengan suami, dan mengenal keluarganya lebih dekat, saya juga telah posting tentang mudik ke Ciawi, Tasikamalaya, asal suami saya

wasslm.
mayatugasku.blogspot.com