Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

07 September 2010

Rapot untuk Guru

Ketika sebagai guru kelas di sekolah dasar, saya merasakan tidak banyak menemui kesulitan dalam memberikan hasil belajar siswa. Termasuk juga pada saat hasil penilaian itu sudah dalam bentuk rapot di akhir term atau di akhir semester. Orang tua dan siswa mayoritas akan menerima apa yang menjadi catatan kita, sebagai penjelasan tambahan. Meski ada diálog dalam melihat perkembangan siswa yang tertera dalam buku Rapot tersebut, tetapi pada dasarnya semua fakta dan data yang saya lampirkan, yang berasal dari pengamatan, tidak alkan menjadi bahan untuk diperdebatkan.

Walau kadang ada teman yang mengajar di kelas lain, karena data dan fakta yang kurang valid sehingga sempat menimbulkan ketidakpuasan. Karena hasil dari fakta dan data yang tidak valid selalu menghasilkan ketidak cocokan antara realita yang ada. Tetapi iní kasuistik. Jarang terjadi pada guru yang sungguh-sungguh melakuian penilaian.

Namun bagaimana ketika saya sebagai kepala sekolah ketika memberikan rapot kepada para guru yang ada di bawah amanah saya? Samakah jalan ceritanya dengan ketika saya masih menjadi guru kelas sebagaimana yang saya kemukakan diatas?

Tidak sama. Meski data dan fakta yang kita jadikan landasan pengambilan penilaian kinerja adalah fakta dan data yang valid serta reliabel. Ketidaksamaan itu terletak kepada prosews penerimaan akan nilai kinerja dari saya tentang dirinya yang tidak baik. Dan ketidakterimaan guru kadang masih berlanjut dalam diskusi di luar ring setelah mereka saya berikan feed back dan masukan atas kinerjanya dalam durasi satu tahun yang lalu. Dan menyangkal menjadi andalan mereka.

Pola seperti iní terjadi pada saat saya kali pertama menyampaikan masukan yang harus menjadi perhatian bagi pengembangan dirinya pada tahun berikutnya atau pada masa depannya. Inilah tipikal guru yang merasa dirinya paling pintar. Dan perasaan merasa diri paling pintar itu telah menutup pikirannya untuk dapat menerima masukan. Meski sistem penilaian kinerja yang kita lakukan berdasarkan informasi dari 380 derajat. Di sekolah kami tidak banyak guru dengan tipe seperti iní. Tetapi kadang keberadaannya sedikit mengganggu konsentrasi organisasi.

Dan sebagai kepala sekolah, yang juga gurunya dari para guru kelas itu, saya masih bersyukur karena banyaknya guru yang sangat positif ketika menerima rapot tahunannya yang berupa hasil penilaian kinerja. Ketika diskusi tentang data dan fakta yang kita sodorkan, ia dengan antusiasme tinggi 'menelan' bagian-bagian dalam kinerjanya yang perlu ditumbuhkan di masa penilaian tahun berikutnya.

Guru-guru tipe ini, tanpa memandang usia, adalah guru-guru yang menjalani profesinya penuh kesyukuran. Dan bentuk kesyukuran itu adalah memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya, dan mensinergikan diri dengan apa yng bergerak di lingkungan komunitasnya.

Sering saya melapas mereka pergi untuk menjadi kepala sekolah di sekolah baru yang menjadi pilihannya. Inilah guru pembelajar. Yang selalu melejit bersama semangat belajarnya. Lalu, bagaimana dengan saya sendiri begitu kepergian mereka? Tetap bersyukur. Karena teklah berkontribusi pada masa depan seorang teman yang hebat.

Jakarta, 6-7 September 2010.

No comments: