Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

01 August 2010

Merealisasikan Konsep, Butuh Kesabaran dan Ketabahan


Pada tahun 2005 yang lalu, saya mendapatkan riskyi berupa kesempatan untuk membantu sebuah lembaga pendidikan yang berbasis pesantren di sebuah provinsi di Sulawesi. Sebuah lembaga yang didirikan dengan semangat penuh untuk berkontribusi kepada masyarakat yang tinggal di daerah asal pendirinya. Dengan melihat visinya, saya menyimpulkan bahwa ikhtiar pendirian lembaga pendidikan ini adalah bagaimana sang pendiri berusaha memberikan imbas sosial atau kermanfaatan horisontal yang luhur kepada masyarakat serumpunnya. Sebuah semangat yang harus menjadi bagain dari kita semua.


Saya bukan orang pertama yang diajaknya ikut terlibat dalam pengembangan lembaga ini. Ada beberapa pihak yang menjadi patron lembaga ini sebelumnya, yang boleh dikatakan lembaga pengembangan papan atas dengan sokongan langsung dari Universitas ternama di Jawa. Namun sebagai orang yang diberikan amanah untuk ikut berkontribusi, saya mencobanya.


Kedatangan saya yang pertama adalah memberikan semangat tambahan kepada seluruh stake holder pesantren tanpa terkecuali. Dan selama waktu yang tersedia itu, saya berusaha menyerap dan mencecap manis, pahit, getir, mimpi, semangat, dan gairah yang ada dan hidup di dalam komunitas itu. Dua kali saya masuk ke dalam kelas untuk mengajarkan cerita selain pelatihan dan bermain bersama. Tentunya ditonton oleh beberapa guru yang ada di situ.


Alhamdulillah, atas izin-Nya, kedatangan saya ini seolah memberikan harapan besar kepada semangat baru bagi perubahan dan pengembangan etos kerja. Pada tahapan berikut, lahan pinggir sungai yang semula kurang menjadi perhatian, dengan semangat dan cara pandang baru menjadi lahan yang memberikan kelimpahan sumber makanan yang tiada habisnya. Ada bawang merah, cabai, terong, bayam, kangkung, singkong, kacang tanah, ubi, yang semua adalah bahan makanan bagi penghuni pesantren tanpa terkecuali.


Lalu enam bulan berikutnya, saya kembali ke lokasi yang sama guna membangun diskusi dan mengelaborasikan ke dalam sebuah konsep. Dengan semangat ini, diharapkan akan melahirkan sebuah komunitas kebersamaan. Kebersamaan dalam membangun visi dan misi serta tujuan perjuangan, kebersamaan dalam berkomitmen kepada apa yang telah dirumuskan dalam visi, misi dan tujuannya, dan kebersamaan dalam mengikhtiarkan apa yang telah disebutkan itu. Dalam tiga tahap (konsep, komitmen, dan pelaksanaan) tersebut bila dapat dijalani dengan baik, kami berpikir hal ini akan menjadi modal bagi pengembangan pesantren pada tahun berikutnya. Yaitu dengan melakukan monitoring dan evaluasi untuk kemudian membuat rumusan baru yang mungkin akan lebih menantang, lebih tajam, lebih inheren, dan lebih prosfektif. Ini adalah visi kedatangan saya pada kali kedua.


Alhamdulillah, sekali lagi atas izin Allah seru sekalian alam, setelah membagi seluruh komponen yang ada dalam komisi-komisi yang kami perlukan dalam penyusunan konsep sebuah lembaga yang transparan dan egaliter, dengan terlebih dahulu menyepakati aturan, goal, dan strategi pencapaiannya dari masing-masing komisi, tahapan ini kelar dengan sangat baik. Konsep berhasil kami rumuskan dan kami tetapkan bersama.


Ada tentang target kompetensi siswa, kompetensi guru, serta keseluruhan dari apa yang menjadi komponen yang harus ada di sebuah sekolah yang baik, terumuskan dengan rapi dalam satu dokumen sekolah. Tentunya tidak ketinggalan menentukan siapa yang harus memegang amanah tertinggi dari apa yang telah berhasil dirumuskan tersebut. Sepekan saya bersama seluruh komponen lembaga itu dengan terus menerus berdiskusi dan berdialog hingga sebuah kesimpulan lahir.


Apa yang menjadi pengalaman saya itu, sebuah pengalaman yang sering menyentak kesadaran saya sendiri hingga sekarang ini. Bahwa kesadaran untuk tumbuh dan berkembang adalah milik kita bersama. Tidak ada satupun komponen yang ada di lembaga tersebut yang tidak berkeinginan untuk tumbuh dan berkembang. Semua ingin, namun dalam skala, koordinat, dan cara melihat yang berbeda.


Dan oleh karenanya menyatukan komponen yang ada untuk bersama-sama membuat rumusan komitmen atas visi, misi, dan tujuan bersama, menjadi bagian yang penuh gairah. Namun harus diwaspadai bahwa memandu pertumbuhan dan pengembangan dalam sebuah lembaga jauh lebih sulit dan penuh kesabaran dan ketabahan.


Dan selain membutuhkan sikap visioner dari kita, saya justru menduga bahwa kesabaran dan ketabahan adalah satu unsur yang jauh lebih dituntut dari dalam diri kita. Dan dua hal inilah yang sering menjadi pintu masuk keputusasaan. Bagaimana dengan Anda?


Jakarta, 1 Agustus 2010.

No comments: