Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

01 September 2009

Pemudik itu, Mulia

Idul Fitri 1430 H ini, kemungkinan saya tidak akan mudik. Seperti tahun-tahun sebelumnya, pas hari pertama Idul Fitri tanggal 1 Syawal, saya bersama keluarga akan ngumpul di Jakarta bersama keluarga besar. Pagi hingga siang saya akan berada di Bekasi bersama keluarga saya, lalu lanjut siang harinya di keluarga istri.
Jika ada rencana mudik, maka akan saya pilih berangkat dari Jakarta paling cepat pada tanggal 2 Syawal. Pilihan ini selain untuk membagi waktu dengan keluarga besara istri yang seluruhnya tinggal di Jakarta, juga sebagai strategi memilih jalanan yang longgar. Yang tidak perlu bermacet-macet parah di jalan.
Mengapa Mudik?
Mungkin ada diantara Anda yang bertanya hal ini kepada saya? Maka jawaban paling esensi adalah karena saya dari Udik. Maka saya mudik. Jawaban ini tak mungkin terbantah oleh siapapun. Di mana-mana di penjuru dunia ini ada budaya mudik. Kalau saya mudik saat Idul Fitri, sedang teman-teman yang pernah satu kerjaan dulu di bulan Desember. Tak peduli kemana lokasi mudik mereka.
Mudik adalah silaturahim. Karena pada saat itu situasi yang mengemuka adalah menjalin silaturahim. Setelah sekian lama tidak bertemu muka, maka silaturahim di saat mudik memungkinkan bagi masing-masing kita mengenal dan mempererat kembali jalinan saudara. Tanpa silaturahim, masing-masing kita akan diputus hubungannya dengan lupa. Lupa kalau Pak Ahmad adalah masih memiliki hubungan family, misalnya.
Mudik adalah reuni. Mengingat banyak atau sebagian besar orang melakukan silaturahim hanya pada saat mudik di hari Idul Fitri, maka mudik Idul Fitri adalah waktu dan saat yang paling tepat untuk mempererat kembali jalinan persahabatan di masa lalu diantara kita setelah sekian lama tidak berjumpa.
Mudik adalah perjalanan wisata. Ini paling tidak berlaku bagi kami sekeluarga. Minimnya kegiatan tamasya yang khusus bagi keluarga, maka kegiatan mudik adalah juga sebagai perjalanan tamasya keluarga saya. Menikmati setiap kilo meter jalan yang membawa makna serta ketakjuban akan bumi Allah.
Sebagai perjalanan wisata, kami tidak memiliki target harus sampai tujuan dengan lama perjalanan sekian jam. Perjalanan kami adalah perjalanan santai yang tidak segan-segan untuk berhenti setiap 2 jam. Juga ruas jalan yang kami lalui. Jika berangkat kami memilih jalur Cikampek, Indramayu, Palimanan, Kanci, Losari, Ketanggungan, Bumiayu, Wangon, Buntu, Kebumen dan Purworejo, maka kembali ke Jakarta kami bisa pilih ruas jalan Purworejo, Prembun, Wadaslintang, Banjarnegara, Karangkobar, Kajen, Pekalongan, lalu lanjut Jakarta lewat Pantura. Pedek kata, kami ingin benar-benar menikmati indahnya bumi Allah di sepanjang perjalanan.
Mudik adalah bagi-bagi. Kami harus menyediakan sebagaian pengalaman, cerita dan mungkin rezki untuk Bapak dan Mamak kami, untuk suadara kami dan mungkin juga untuk tetangga dan sahabat kami.
Maka jangan pernah larang kami untuk mudik jika kerangkan berpikirnya bukan pemudik. Bagi kami pemudik, harapan terbesarnya adalah tersedianya kemungkinan-kemungkinan untuk melakukan perjalanan dengan aman dan nyaman sepanjang perjalanan yang kami lalui. Hanya itu.

Maka, hormatilah kami sebagai pemudik.
Selamat mudik 1430 H. Mohon maaf lahir dan batin.
Jakarta, 5 September 2009.

3 comments:

Anonymous said...

Ana Yohana: Assalamualaikum Pak..............Alhamdulillah ternyata Pak Agus masih mengingat nama saya sebagai saudara. Pak setiap ada liburan saya juga mudik. Benar juga yang Pak Agus katakan mudik di tiap Idul Fitri berbeda dengan mudik-mudik di hari lain. Intinya tali silaturahmi tetap kita jalin walau harus kita tempuh dengan banyak rintangan seperti jalanan macet, berjubel dan berebut tempat bagi yang tidak punya kendaraan, belum lagi udara yang panas....Terlebih orang tua tinggal hanya satu..........apapun caranya kita harus berbakti kepada mereka.Jadi mudiklah aku ke Ciamis.
Selamat berkumpul di Jakarta.
Wassalam

Anonymous said...

Eko Prasetyo: Kalau ada pertanyaan mata pelajaran Bahasa Indonesia, inti dari uraian tadi adalah penjelasan mudik ? Ha..ha..Haa.. Sungguh mudik suatu kenikmatan tersendiri. Tapi jangan lupa, sehabis mudik jangan uangnya saja yg habis, tapi dosa-dosa harus juga terkikis, dan silaturohmi semakin baik, semangat kerja jadi meningkat. He..he..he.. !

Anonymous said...

Wah pak,klo sy ga dikasih suami tuk mudik n suami sy org kota jd dia ga pernah merasakan bgmn rindunya kt dg kampung n sodara2 n teman2 qt..klo bapak krn kepala kel yg berkepentingan jd yg lain manut..nah sy?selama perkawina kami baru 2x sy pulang..hex3..apaboleh buat sy hrs nikmati aja..ok met mudik ya pak..