Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

10 September 2009

Cerita Alumni


Setelah sekolah memasuki beberapa pekan di tahun pelajaran ini, datang beberapa alumni sekolah kami yang kangen dengan teman-teman sekolahnya, yang terpaksa harus berpisah karena mereka melanjutkan ke sekolah yang berbeda-beda. Juga kangen dengan Bapak dan Ibu Gurunya serta dengan atmosfer sekolahnya yang sudah menjadi kenangan.

Ya, setelah harus melanjutkan ke sekolah lain, mungkin diantara mereka ada perasaan kehilangan. Beginilah awal-awal mereka berpisah dengan teman satu kelas selama lebih kurang tiga tahun.
Maka bertemulah kami dengan mereka yang sekarang sudah mengenakan pakaian seragam berbeda. Banyak cerita mengalir dari apa yang telah mereka alami di sekolah baru. Tentang jumlah siswanya satu kelas yang lebih dari 25, tentang 'kehangatan' gurunya ketika bertegur sapa dengan siswanya, tentang wcnya, tentang cat sekolah barunya, bahkan tentang bagaimana pelajaran berlangsung di dalam kelasnya. Mereka, para alumni ini bercerita dan menyita perhatian kami sebagai mantan gurunya.

Bu, saya punya cerita aneh. Kata salah satu dari mereka. Kami semua memperhatikan cerita aneh macam apa yang akan ia sampaikan.

Ada pelajaran Bahasa Inggris, dan guru meminta kita untuk membuat greeting. dalam 10 menit saya telah menyelesaikan tugas itu. Karena saya anggap ini pelajaran gampang sekali. Maka setelah selesai, saya diam saja. Lalu guru bertanya: siapa yang beum selesai? Salah satunya adalah teman yang duduk di depan bangku saya. Dan benar. Anak itu asli belum selesai. Padahal tahu ngak Bu, teman yang belum selesai itu nilai UN-nya jauh lebih tinggi dari saya. Kok saya yang lebih jelek nilai UNnya justru mudah saja mengerjakan tugas itu. Jadi aneh kan Bu? Begitu cerita menggebu-gebu alumni kami ini. Kami diam sejenak.

Nah, itulah kejujuran. Nilai kamu yang lebih rendah itu adalah nilai asli kamu. Jadi kamu harus mensyukuri bahwa sekolah kita ini adalah sekolah yang berprinsip jujur dan terhormat. Dan kamu telah membuktikannya dengan nilai ujian asli. Oleh karenanya, pegang teguh prinsip hidup untuk selalu berlaku jujur dan terhormat. Kata salah satu dari kami tidak kalah semangatnya.

Masih banyak cerita ajaib lainnya yang disampaikan alumni itu kepada kami semua. Namun sekelumit cerita tentang nilai itu, cukuplah bagi kita untuk melihat bagaimana kejujuran masih menjadi barang yang selalu berharga untuk terus diperjuangkan.

Ini karena, meski pada saat Ujian Nasional yang diawasi dan dipantau oleh pihak independen, tetapi indikasi tidak jujur terus saja masih terjadi. Dan untuk menjadi jujur dan tidak jujur, itu semua kembali kepada kita sebagai insan pendidikan bagi generasi masa depan bangsa. Insan yang mempunyai peran paling sentral dalam menegakkan nurani dan nilai luhur kehidupan.

Pulomas Jakarta, 10 September 2009.

1 comment:

M Mursyid PW said...

Alhamdulillah, sudah semakin banyak generasi muda yang kini melirik profesi guru sebagai pilihan. Bahkan anak terkecil saya yang masih kelas 2 SD ketika saya tanyai besok ingin jadi apa, dia njawab ingin jadi guru seperti bapak dan ibunya.
Salam silaturahim.