Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

04 August 2009

Jujur Saya Katakan: Prihatin

Mohon maaf, bahwa saya harus jujur mengatakan prihatin ketika melihat anak dengan usia yang belum cukup sudah pintar mengendari kendaraan. Prihatin saya sudah lama. Dan selalu muncul rasa itu begitu melihat peristiwa yang dimaksud. Dan menjadi bertambah prihatin ketika saya mengunjungi kampung halaman saya sendiri.

Dimana saya melihat anak seusia SMP atau bahkan SD mondar-mandir dengan gagahnya mengendari sepeda motor. Saya trenyuh. Ngilu hati saya. Bukan karena saya ngiri karena tidak melakukan hal yang sama terhadap anak-anak saya sendiri. Tapi prihatin dengan bagaimana para orangtua tersebut berpikir tentang anak mereka di masa 5 tahun, 10 tahun, atau bahkan 15 tahun nanti. Dan saya hampir memastikan bahwa perasaan seperti ini bukan mutlak miik saya. Tetapi Bapak atau Ibu pembaca semua.

Seperti apa yang terjadi pada Ahad, 2 Agustus. Beberapa remaja dengan usia antara 13-16 tahun merubungi bengkel kecil di sebuah desa pesisir Jawa Tengah dengan sepeda motornya masing-masing. Dan sesekali mereka akan mencoba sepeda motor itu dengan sentakan kecepatan yang dibuat mendadak. Jangan tanyakan kepada saya bagaimana gaya mereka mengendarai sepeda motor itu di jalan raya jalur selatan Jawa.

Saya bertanya kepada saudara saya:
Anak siapa itu?
Anak tetangga kita yang baru kelas 2 SMP.
Apa orangtua mereka tahu dimana mereka beraktivitas?
Sesekali mungkin tahu. Tapi hampir banyak kali tidak akan tahu.
Mereka bersepeda motor saban hari?
Dirumah mereka ada lagi sepeda motor yang dipakai Bapaknya untuk pergi ke sawah.
Mereka tidak dilarang bersepa motor oleh orangtuanya?
Beberapa diantara mereka orangtuanya takut sama anak. Anaknya sudah berani melawan orangtua. Ada juga yang salah satu orangtuanya merantau di Taiwan..

Saya hanya berpikir, bagaimana mereka mengisi waktu mudanya dengan menikmati jerih payah orangtua yang harus bekerja keras di negeri orang sebagai TKI atau jungkir balik mengolah sawah garapan. Saya ingat salah satu pesan emas: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, ...(QS, 4:9).

Karena gambaran itu adalah gambaran anak yang tidak menginjakkan kakinya di bumi. Labih takut lagi jika justru para orangtuanya bangga ketika anaknya yang belum cukup usia sudah mampu mengendarai sepeda motor...

Ya Allah, bimbing kami untuk menjadi orang jujur dan terhormat...
Bimbing kami dalam membina anak keturunan kami. Amien.

3 comments:

Anonymous said...

Nina Deswati: Amien.... pulang kampung ya pak....
jadi bupati deh disana ..didik tuh saudara2 di kampung. mmg pndidikan kita msh jadi tggjwb guru semata, masyarakat dan aparat bahkan ortu merasa bukan bagian mereka kl hrs mendidik anak. mendidik ya di sekolah...pdhl dimana-mana dn tgjwb siapa saja..

Anonymous said...

Shabri Hasan: Kepada Bapak Agus

Membaca surat-surat email bapak saya jadi ingat dengan seseorang yang bernama Alm Ahmad Wahib seorang anak muda yang selalu melontarkan ide-idenya yang jujur kedalam sebuah buku catatan yang pada kahirnya dijadikan sebuah buku oleh teman-temannya kemudian buku tersebut dijadikan sebuah penelitian untuk S3 mahasiswa dari Belanda adapun buku tersebut saya yakin antum taau yaitu Pergolakan Pemikiran Islam/

Ok. kisah anak dengan sepeda motornya tersebut bagi saya sendiri masi sebuah "warisan trendnya anak muda" dalam bahasa lain "life style" dulu waktu saya masih sekolah saya telah mengalaminya dimana teman-teman merasa PD kalau telah memiliki sepeda motor.

Apakah fenomena tersebut merupakan budaya dan tradisi? ada yang mengatakan rakyat kita hanya "berjihad" untuk kebutuhan konsumerisme tetapi kalau dijihadkan untuk membeli bekal kedepan (buku) belum pantas. Hal ini terbukti bahwa tingkat membaca orang kita masih jauh. Bahkan di perguruan tinggi pun tingkat penenlitian dosen pun masi rendah? Apakah fenomena tersebut hanya berlaku di desa saja atau kota saja atau semuanya dan atau.....?
Wallahu A'lam

Anonymous said...

Rico Gunawan: Setuju Pak Agus..belum lama tetangga saya masih SMP tabrakan karena kebut2an & sekarang saraf matanya sebelah tdk berfungsi lagi.