Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

25 November 2013

Harga Mahal untuk Laku

Kalau dengan harga murah justru dipertanyakan  keabsahannya, leglitasnya sebagai hasil pertanian organik, maka menjadikan mahal adalah sebuah pilihannya untuk dapat disajikan di meja makan. Inilah sebuah anomali konsep dagang, yang kemudian dianut oleh Cak Slamet dan teman-teman yang ada di Kampung Organik Brenjonk, Trawas, Mojokerto. Sebuah anomali yang justru menjadi keuntungan baginya dan teman-temannya yang tergabung dalam komunitas Brenjonk itu.

Karena alasan harga itu juga, saya ketika berada dalam sebuah super market hanya mampu memboolak-balok produk organik yang terpajang tanpa tega memasukkan ke keranjang belanjaan. Itu karena harganya masih terlalu tinggi untuk saya dan keluarga. 

Beras tuton dari kampung Brenjonk.
Tetapi sebagai sebuah kesempatan untuk dapat berkunjung di kampung organiknya Cak Slamet itu bersama dengan romobongan dari berbagai tempat, membuat saya dan teman-teman untuk dapat membawa buah tangan untuk keluarga di Jakarta. Jadilah beras tuton yang saya masukkan dalam tas punggung yang sempit.

Mahal? Memang, dalam kemasan plastik yang telah dipadatkan, dengan berat 2 kilogram dan harga 35 ribu rupiah, menjadi pilihan saya. Dan ini sebuah latihan lidah bagi kami sekeluarga untuk merasakan bagaimana rasa beras tuton yag masih penuh dengan kulit ari beras. Gurih, beda, dan mengenyangkan meski dengan suapan yang tidak terlalu banyak porsinya. Mungkin itu yang menjadi ungkapan pertama saya.
Jakarta, 24-25 Nopember 2013.

No comments: