Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

24 June 2012

Perhatian Horisontal; Etos Guru #2


Pada Etos Guru kedua ini, saya ingin menyampaikan apa yang saya lami selama hidup bersama-sama di lingkungan sekolah degan teman-teman guru. Yaitu tentang bagaimana kepedulian guru terhadap lingkungan yang ada disekitarnya, lebih khusus di sekolahnya. Dan lingkungan yang saya maksudkan adalah lingkungan horisontalnya.Untuk itulah saya menyebutnya, sebagai perhatian horisontal.

Perhatian Horisontal

Saya sedikit merasa tidak pas untuk menggunakan istilah ini,  sebagai penjelasan tentang rasa caring guru, atau rasa kepedulian guru,  terhadap kondisi dan situasi yang berada di  lingkungan, yang berada diluar tugas pokoknya mengajar. 

Sebagai contoh, untuk guru yang memiliki perhatian dan kepedulian horisontal, bilamana ketika guru sedang melintas di koridor sekolah, dari ruang guru menuju kelas dimana ia harus memberikan pelajaran, maka ia harus menunduk untuk memungut kertas tisu kemudian membuang ke tempat sampah. Inilah maksud saya dengan istilah perhatian horisontal itu. Ini sebuah permisalan yang amat sangat sederhana dan kemungkinan akan selalu ditemui guru di lingkungan kerjanya masing-masing.

Kenyataan seperti itu, memperlihatkan kepada kita tentang bagaimana seorang guru yang begitu peduli dan memiliki rasa memiliki yang tinggi untuk ikut terlibat pada lahirnya sebuah lingkungan yang harmoni. Meski perilaku seperti itu adalah bentuk perilaku yang seharusnya normal dan sederhana. Tetapi masih ada diantara kita yang belum memilki radar kepedulian horisontal sebagaimana contoh tersebut.

Contoh lain misalnya, seperti apa yang dialami oleh teman saya yang harus menunda niatnya untuk melaksanakan shalat dhuha, namun  pada saat yang sama ada beberapa siswa yang bermain sepak bola di teras masjid. Meski disadarinya bahwa siswa yang bermain bola tersebut bukan unit sekolah diana ia mendapat amanah. Namun ketika anak-anak itu selesai dinasehati teman saya tersebut baru tersadar bahwa pada waktu yang sama pula,  ada juga seorang guru dari siswa yang bermain bola tersebut, yang baru juga selesai melaksanakan shalat dhuha dengan sama sekali tidak terganggu dengan aktivitas anak yang bermain sepakbola. Karena temannya itu begitu selesai dhuha, langsung menuju ke pintu masjid dan kembali ke ruang guru tanpa menoleh kepada keriuhan anak-anak didiknya yang tengah bermain sepak bola di teras masjid.
Kacamata Kuda

Guru-guru dengan kompetensi perhatian dan sekaligus kesadaran horisontal sebagaimana dua contoh tersebut, adalah guru yang menurut saya, merupakan guru-guru dengan radar sosial dan horisontal yang peka. Itulah sosok guru yang pendidik. Guru yang tidak hanya fokus kepada materi pelajaran yang diampunya saja sebagai tugas satu-satunya. Itulah sosok guru sebagai pengajar dan belum sebagai pendidik. 

Meski model guru-guru yang pengajar tersebut tetap saja lolos menjadi Guru Profesional dan berhak atas tunjangan profesi dari pemerintah, namun dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, guru pengajar seperti itu tidak dan belum memiliki nilai tambah bagi lingkungannya. Lebih-lebih bagi sekolah swasta yang menjadikan sisi pelayanan guru sebagai nilai tabah bagi hadirnya kesejahteraan. 

Guru dengan nir perhatian horisontal sebagaimana contoh yang saya kemukakan di atas, adalah model  guru dengan perhatian konsentratif atau model guru yang berkacamata kuda. Maka usaha pertama yang harus kita lakukan untuk meningkatkan harkatnya adalah dengan menenggalkan kacamatanya tersebut dan beralih dari perhatian konsentratif menjadi perhatian distributif. Itulah pintu gerbang perubahan pertama dan utama yang harus dijalaninya.

Allahu a'lam bishawab...

Jakarta, 12 Mei-24 Juni 2012.

No comments: