Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

10 June 2012

Anak-Anak Jujur, Refleksi UN SMP 2012 #8

Dalam menanggapi hasil UN SMP tahun ini, kami memiliki rasa yang campur aduk. Rasa itu adalah rasa bahagia dan sedih. Mengapa harus bahagia dan mengapa pula harus sedih, yang bersabdar di dalam sanubari saya dan teman-teman yang menjadi guru di sebuah sekolah? Bukankah jamaknya jika mendengar hasil yang baik, misalnya kelulusan yang diraih dengan 100% berhasil, maka hanya rasa kebahagiaan yang  dirasakan dan tidak gundah atau bahkan sedih? Tetapi itulah rasa yang benar-benar saya dan teman-teman genggam pada hari-hari ini.

Rasa Sedih

Dan rasa sedih itu akan berkembang menjadi rasa kecewa dan bahkan marah manakala kami sedang memperbincangkan tentang hasil UN itu. Tidak peduli dimana kami berdiskusi, tetapi jika situasi itu muncul, kami benar-benar sepakat untuk geram. Dan kegeraman kami itu bermuara kepada masih dijadikannya para peserta didik kami yang menjadi target penjualan, ini prediksi dan hasil analisa kami dari beberapa kejujuran yang kami dengar dari para peserta didik kami yang lain, dari  kunci jawaban dari tahun-ketahun.

Kalau tahun sebelumnya para peserta didik kami sibuk luar biasa di pagi hari jauh sebelum ujian berlangsung, kalau pada UN tahun ini justru tidak ada kesibukan sama sekali. Maka ketika hasil UN itu sudah keluar, kami dibuat Knock Out. Terutama kepada anak-anak yang tidak seharusnya mendapat angka sempurna karena dalam kesehariannya terlalu sulit kenyataan itu terjadi, namun di dalam DakolUN, daftar kolektif nilai ujian, anak itu justru memperoleh nilai sempurna!

Lalu kepada siapa sumpah serapah kekesalan kami ini harus kami sampaikan? Kepada oknum yang telah melakukan penjualan kunci jawaban UN kepada peserta didik kami! Karena kepada oknuk itulah kami mencurigai terjadinya skenario yang sama yang terjadi tahun-tahun kemarin. Atau bahkan sebelum kami menyadari pratek kotor tersebut. Dan kami lebih gemas lagi terhadap oknum tersebut, terutama untuk tahun pelajaran ke depan. Kami menyeringai bahwa praktek semacam ini akan berulang kembali di tahun depan, tentunya dengan target peserta didik kami, yang dia nilai akan mampu secara finansial untuk melakukan transaksi, dan mau.

Rasa Bahagia

Dan diantara rasa geram itu, kamipun diliputi bahagia. Tidak hanya kepada hasil murni yang telah diraih anak-anak kami pada pelaksanaan UN tahun ini, tetapi justru kepada kejujuran anak-anak itu. Karena kami yakin bahwa anak-anak jujur tersebut satu dan duanya pasti telah diperlihatkan kunci yang dapat mereka gunakan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Tetapi mengapa mereka tidak melakukannya dan lebih memilih dengan keyakinan diri dan tidak bergeming atas tawaran itu? Disinilah kebahagiaan kami membuncah.

  • Buat apa Pak saya ikut beli kunci jawaban? Ngak ada uang saya Pak. Walaupun harus mengambil dari tabungan saya, uang sebanyak itu tidak akan mungkin saya miliki. Kata seorang anak didik saya yang angka IPAnya memperoleh angka sempurna dengan semurni-murninya. Karena anak itu memang anak cerdas di kelasnya dan juga linier dengan hasil-hasil TO yang dilakukan selama sebelum UN.
  • Kalau saya jujur Pak. Saya kan sudah diterima di sekolah X itu Pak. Kalau saya pakai kunci yang beredar itu dan nanti nilai UN saya bagus, saya akan mesuk dalam kelas unggulan mereka ketika duduk di bangku SMA. Saya ngak mau Pak. Nanti saya harus terus menerus bekerja super keras untuk mengejar ketuntasan di kelas tersebut. Kata anak didik saya yang lain. Sebuah jawaban yang menurut saya satu langkah ke depan. Jawaban yang futuristik!
  • Pak Agus, saya jujur untuk masa depan saya sendiri Pak. Apa yang akan terjadi jika saya mampu mengerjakan soal-soal tersebut dengan jujur tetapi justru saya ikut terlibat menggunakan kunci jawaban yang saya dapat dengan tidak benar? Kata anak murid saya yang lain.
Dan juga jawaban-jawaban yang lain, yang saya dapatkan ketika kami bertemu anak-anak itu ketika kami terlibat dalam dialog informal. Dan petikan dialog itu, kami sampaikan kepada teman-teman yang lain untuk menjadikan semangat kami kembali naik. Terima kasih anak-anak jujur!

Jakarta, 06 Juni 2012.

No comments: