Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

24 June 2012

Ke Sekolah Hanya Untuk Finger Print? ;Etos Guru #1

Ada beberapa anekdot tentang kehidupan teman-teman yang kebetulan berprofesi sebagai guru, yang saya sendiri merasa sayang jika harus terbuang begitu saja. Karena saya sendiri banyak mendapatkan hikmah dan pelajaran dari anekdot-anekdot yang benar-benar ada di lingkungan kita. Baik anekdot yang 'miring'nya ke arah kekanan atau adakalanya malah kekiri. Ke kanan maksudnya ke arah yang kita kehendaki, sedang ke kiri merupakan arah yang tidak kita kehendaki. Begitulah persepsi saya.

Oleh karena itu, beberapa anekdot tersebut sedapat mungkin  saya abadikan dalam tulisan, sehingga darinya akan dapat menjadi bahan renungan kita bersama. Tujuannya satu, agar kita selalu menjadi manusia yang lebih baik pada hari ini dari pada hari sebelumnya. Dan, sebagaimana saya kemukakan di atas, karena anekdot yang saya dengar, lihat, dan percakapkan dari situasi belajar mengajar dan pergaulan di lingkungan sekolah umumnya, dan guru khususnya, baiklah kalau anekdot yang berkenaan dengan anekdot tersebut saya beri Judul Etos Guru.

Ke Sekolah Hanya Untuk Finger Print?

Hari itu, saya mendapat cerita dari seorang teman, tentang pasangannya,  yang meminta diantar olehnya pergi ke sekolah pada sore hari, hanya untuk melakukan absensi sidik jari sebagai bukti bahwa ia telah hadir ke sekolah sepanjang hari pada hari itu.
  • Mengapa harus bolak balik kalau memang pagi sudah datang ke sekolah? Mengapa repot pulang dan untuk kemudian balik lagi ke sekolah hanya untuk kepentingan seperti itu? Tanya saya sebagai orang swasta sejak mencari nafkah hingga sekarang ini. Yang tidak akan sampai di dalam akal saya bagaimana akal-akalan seorang guru yang ada di sebuah sekolah top di Jakarta? Yang kalau di brosur sekolah di tuliskan bahwa sekolah tersebut melahirkan lulusan yang mampu menembus PTN di Indonesia? Ata mungkin fenomena seperti itu yang sekarang menjadi benar dan halal lalu akal saya yang justru keblangsak?
  • Iya Pak. Soalnya di rumah banyak cucian. Jadi setelah absen pagi, istriku balik ke rumah untuk mengerjakan pekerjaan yang ditinggalkan. Habis sayang Pak, dari di sekolah tidak melakukan apa-apa? Jelas kawan saya ini. Tentu tercengang saya. 
Praktek semacam ini sama sekali tidak masuk dalam akal sehat saya. Bukankah kalau memang minimal guru memiliki tugas sebanyak 24 jam pelajaran atau tatap muka di kelas, yang barangkali bermakna bahwa guru datang ke sekolah untuk mengajar selama hanya tiga hari maka sisa waktunya adalah untuk persiapan pembelajaran atau juga barangkali harus mengerjakan tugas-tugas keguruan sebagai amanah yang tertera dalam sertifikat sebagai guru profesional?

Inilah sebuah praktek ironi di negeri yang  menjadi kebanggaan kita semua. Hingga kapan kita dapat menyadari bahwa kegiatan semacam ini dianggap wajar atau lumrah? Atau memang budaya seperti ini yang akan menjadi cikal bakal bagi praktek kehidupan kita pada generasi selanjutnya?

Sangka baik saya, semoga ini hanyalah praktek bagi sebagian kecil oknum. Dan bukan menjadi sebuah fenomena yang dilakukan oleh sebagian dari kita. Semoga. Amin.

Jakarta, 08 Mei-24 Juni 2012.

No comments: