Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

20 July 2010

Don't Jugde Book by It's Cover


Jangan terlalu mudah memberikan penilaian terhadap sesuatu. Mungkin itulah penjelasan dari judul saya ini. Karena penilaian yang terlalu dini tanpa terlebih dahulu kita memahami esensinya, merupakan tindakan kontra produktif. Selain penilaian kita yang tidak menyentuh kebenaran yang ada dalam benak kita, juga justru akan menambah ketidakbaikan bagi reputasi kita sendiri. Atau bahkan akan merusak reputasi kita.

Dalam hal tidak atau jangan terburu-buru ini, saya teringat sebuah konsep merespon situasi, termasuk di dalamnya juga menilai, yang kami adopsi menjadi strategi pemecahan masalah, yang kami muat dalam Buku Pegangan Guru sekolah kami. Konsep itu adalah Stop, Look, Listen and Respond. Dengan memuat empat tahapan atau empat langkah saat kita menghadapi situasi yang membutuhkan respon adalah agar kami semua dapat terpandu untuk menjadi hati-hati ketika menghadapi situasi yang membutuhkan respon. Jangan sampai respon dan penilaian yang kita berikan justru bersifat responsif dan tidak efektif.

Oleh karenanya kita perlu berhenti sejenak untuk mengajukan pertanyaan sebagai pendalaman dalam melakukan pengumpulan informasi, menganalisanya, dan secara jernih membuat alternatif-alternatif solusi atau kesimpulan.

Namun sering kita terlanjur melihat apa yang muncul di permukaan sebagai suatu sumbernya. Padahal tidak mungkin setiap yang muncul dipermukaan dapat secara jitu memberikan gambaran mengenai sebab dan sumbernya. Dan karena tidak selalu tepat, maka penilaian kita menjadi terpuruk. Dari sinilah lahir cara melihat sesuatu secara bijak. Cara bijak adalah jalan bagi penilai yang bijaksana. Untuk mencapai pada tataran 'cara bijak' inilah, menurut saya, diperlukan satu, dua atau mungkin tiga tahap pendalaman infomasi sebelum respon atau nilai diputuskan.
Sebagai contoh adalah peristiwa yang sering saya alami pada saat berkendara. Mungkin karena kendaraan saya yang bongsor, sehingga menutupi pandangan kendaran yang lebih kecil yang berada di belakang saya persis. Pengendara menjadi tertutup dan terhalang sehingga tidak memungkinkan baginya melihat apa yang berada di depan kendaraan yang sedang saya kendarai sehingga sedikit menghambat lajunya kendaraan saya. Kelambatan inilah akhirnya yang membuat pengendara di belakag saya ini menyalakan lampu dan bahkan klakson berkali-kali.

Kenyataan ini tentu tidak membuat saya menjadi panik, tetapi bila kondisi telah jalan telah memungkinkan, maka laju kendaraan saya akan kembali normal. Atau bisa juga saya memberikan peluang kepada pengendara di belakang untuk segera mendahului. Saya tentu tidak tahu setelah dia mampu mendahului saya sehingga tahu juga apa yang menjadi penghalang laju kendaraan saya kemudian pengendara itu menjadi faham tentang kondisi laju kendaraan saya atau tidak. Tetapi itulah yang terjadi pada diri saya sendiri saat peristiwa semacam itu ada pada diri saya sendiri.

Dan pada saat seperti itu, saya akan menjadi malu. Malu kepada tindakan saya yang telah meminta agar kendaraan yang ada di depan melaju sesuai apa yang saya inginkan. Malu karena saya telah salah menduga bahwa kendaraan di depan saya dikendarai oleh orang yang baru bisa bekendara. Dan seterusnya.

Dari peristiwa seperti itulah, saya belajar bagaimana untuk mampu menahan diri menjatuhkan penilaian terhadap apapun yang informasinya masih tunggal. Saya belajar untuk bersabar dan belajar untuk melakukan elaborasi informasi, yang dari padanya saya akan diberikan kemampuan untuk melihat sebuah perkara secara lebih jelas, terang dan holistik.


Jakarta, 18-21 Juli 2010

1 comment:

Lirik Lagu said...

ya.. dalam bahasa kawan saya, jangan menilai aahu tidak tpa yang kita tentangnya. jadinya suudzon. btw... aku dah follow ini blog. Salam kenal. follow balik ya.. aku tunggu