Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

19 November 2011

Tentang Biaya Pendidikan, Sebuah Refleksi

Semakin tingginya uang sekolah atau biaya pendidikan, menjadi perhatian Wakil Presiden Boediono. Setidaknya ini yang saya baca di sebuah harian online di Jakarta, yang terbit pada Jumat, 18 Nopember 2011. Dengan fenomena itu, maka Pak Wakil Presiden bermaksud melakukan 'pengendalian' atas semakin tingginya biaya pendidikan tersebuta. Berita baik dan menarik perhatian saya, mengingat memang inilah yang menjadi krusial bagi saya, yang menjadi bagian dari pengelola di sebuah sekolah swasta dan memegang amanah masyarakat di Yayasan yang juga mengelola sekolah swasta.

Sebagai pengelola yang bertanggungjawab kepada sisi operasional sebuah sekolah, dimana saya mendapat tugas dan tanggungjawab untuk memimpin sebuah lembaga sekolah swasta di Jakarta Timur, dan kebetulan juga mendapat amanah masyarakat untuk ikut terlibat di lembaga pendidikan, swasta juga, pada posisi yayasan di Jakarta Selatan. Dua posisi yang membuat saya dapat melihat secara gamblang bagaimana sebuah sekolah, khususnya swasta, untuk dapat tumbuh dengan 'sejahtera'. Sehingga, tentang apa yang disampaikan oleh Bapak Wakil Presiden berkenaan dengan 'pengendalian' biaya pendidikan, bagi saya yang total jendral ada di lembaga pendidikan swasta itu, memperoleh kekuatan untuk mengemukakan opini.

Namun bagaimana dan seperti apa bentuk serta konsep Bapak Wakil Presiden atau pemerintah dalam 'mengendalikan' semakin mahalnya biaya pendidikan di Indonesia saat ini, tidak atau setidaknya belum saya temukan penjelasannya. Bukankah sekarang ini Pemerintah juga telah melakukannya untuk pendidikan dasar dalam bentuk Block grant atau juga Bantuan Operasional Sekolah atau BOS? Mungkinkah cara ini sebagai jalan keluarnya? Atau mungkin memperbesar alokasi dananya? Belum tahu. Yang jelas dengan telah diberikannya dana tersebut untuk sekolah, biaya sekolah masih juga dikeluhkan

Uang Sekolah di Sekolah Swasta

Saya kira semua kita tahu bagaimana menghitung dan melaksanakan anggaran pendidikan di sebuah lembaga. Justru bagi saya, ini adalah sisi baru yang baru saya dapat pelajari, atau tepatnya terpaksa saya pelajari sejak saya diberi amanah sebagai kepala sekolah di tingkat sekolah dasar pada tahun 1997 lalu. Persisnya pelajaran membuat dan menyusun anggaran sekolah, mempertahankan mata anggaran yang diusulkan di hadapan manajemen sekolah lainnya, serta finalisasinya bersama Yayasan yang memayungi sekolah kami, mengendalikan anggaran ketika proses pelaksanaan berjalan, serta mempertanggungjawabkan.

Pelajaran baru, karena nyaris seluruh pendapatan di sekolah kami berasal dari masyarakat yang mempercayakan proses pendidikan generasi penerusnya kepada sekolah kami. Dan ini membutuhkan cara menghitung, cara merencanakan, cara mengalokasikan, cara mengelola dengan benar-benar bertumpu kepada efektif, efisien, dan bermakna. Inilah yang kemudian kami mengenalinya sebagai amanah.

Juga pembelajaran baru, karena sebagai kepala sekolah yang sebelumnya adalah guru, saya hanya memperoleh pendidikan formal sebagai pendidik dan bukan sebagai pembuat, perancang, dan pelaksana, serta pengendali anggaran sekolah. Namun pelaran ini sangat saya nikmati. Karena dari sisi ini pula saya menjadi belajar 'melihat' secara lebih dalam dan lebih jauh serta lebih utuh tentang operasional sebuah lembaga atau sebuah sekolah. Cara melihat ini, membawa saya lebih arif dalam menyikapi keinginan para guru untuk membuat kegiatan yang seru bahkan berkualitas pada tahun berjalan yang tidak atau belum tercantum dalam agenda kegiatan siswa atau kegiatan sekolah.

Kearifan cara pandang ini juga akhirnya membuat saya untuk lebih dewasa ketika di bulan Mei, bulan dimana menjelang akhir tahun pelajaran yaitu bulan Juni yang juga adalah merupakan akhir masa anggaran pada tahun pelajaran, usulan untuk membeli alat belajar tidak memperoleh izin dari bendahara sekolah. Kalau Bapak memang membutuhkan alat belajar ini, mengapa tidak Bapak usulkan pada saat tahun pelajaran baru di mulai, atau sekitar bulan Agustus? Mengapa bulan Mei? Bukankan bulan Juni merupakan akhir tahun pelajaran, yang berarti kegiatan siswa di kelas adalah fokus kepada assessment? Begitu alasan bendahara sekolah.

Alasan dan argumentasi ini menjadi dapat dengan mudah saya pahami justru karena saya mengetahui logika anggaran di sekolah. Saya syukuri itu. Dan sekarang ini, pada saat saya saya telah memahami, saya berusaha untuk memahamkan teman-teman tidak saja yang berada di level manajemen, tetapi juga guru kelas untuk melihat anggaran sebagai sumber motivasi baru bagi komunitas untuk proses pembelajaran. Proses keikutsertaan guru tersebut pada tahap awal, akan menjadi informasi dan masukan bagi finalisasi sebuah anggaran pada tahap berikutnya.

Dan kembali kepada biaya pendidikan yang terus menerus tinggi, saya hanya berpikir sederhana, biasakah kita membuat garis demarkasi yang tegas dan solit bahwa kebutuhan dan operasionalisasi lembaga pendidikan terpisah dari operasionalisasi masyarakat tempatnya berada? Jika tidak mungkin, apakah salah jika biaya hidup masyarakat di luar kebutuhan pendidikannya berkorelasi dengan biaya pendidikan itu sendiri? Allahua'lam bi shawab.

Jakarta, 21 Nopember 2011.

No comments: