Masjid Raya Samarinda

Masjid Raya Samarinda

Sianok

Sianok
Karunia yang berwujud keindahan sebuah ngarai.

Drini, Gunung Kidul

Drini, Gunung Kidul

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Dari Bukit Gundaling, Berastagi.

Senggigi

Senggigi

07 November 2010

Sumpel Kuping





Benda terbungkus warna kuning yang saya pegang bersamaan menimbang badan saat boarding, saya sangka sebagai jatah permen bagi penumpang. Malah saya berpikir ini adalah permen karet import. Tidak tahu mengapa pikiran itu yang lahir di kepala saya. Mungkin karena bersama saya justru banyak penumpang bule. Bukankah ini Sabtu pagi? Ini ketika waktu masih menunjukkan pukul 05.30 di Bandara kota Balikpapan.

Namun setelah timbang badan di waktu boarding selesai, dan masuk ruang tunggu, maka ada kesempatan bagi saya untuk membaca dan mengamati bungkus warna kuning itu dengan lebih seksama. 

Dan setelah mengeja dengan lebih sesame itulah, akhirnya saya berketapan hati bahwa benda ini adalah sumpel kuping. Kesimpulan ini semakin tebal setalah sekali lagi saya mengeja huruf demi huruf serta mencermati gambarnya. Sumpel kuping? Demikian keraguan datang lagi. Apa kepentingan sumpel kuping dengan penerbangan saya? Saya mencoba bersabar dengan pikiran saya itu dengan tetap memegang benda berbungkus kuning itu.

Bagi Anda yang memang sering bepergian dengan menumpang pesawat di daeran pedalaman, hal seperti ini tentu sebuah hal yang tidak aneh. Namun bagi saya yang baru sekali itu naik pesawat baling-baling dengan penumpang maksimal 15 orang, maka itu menjadi pengalaman yang sedikit membingungkan. Oleh karenanya sumpel kuping sempat saya duga sebagai permen karet. Tapi justru sumpel kuping itulah yang memberikan sedikit tambahan warna dalam lembaran hidup saya. 

Sebagai Guru yang diundang teman untuk berbagi pengalaman tentang merubah visi dalam menjalankan profesi, ini adalah bagian dari perjalanan yang mendorong rasa bangga atas profesi. Oleh karenanya dalam aroma ndeso-nya itulah, saya menulis cerita kampungan ini.

Bahkan saking kampungnya, untuk mengenakan sumpel kuping ketika pesawat benar-benar akan menerbangkan kami para penumpangnya, saya harus curi-curi pandang pada teman sebelah di dalam bus yang mengangkut penumpang dari ruang tunggu menuju pesawat. 

Padahal dalam bungkusnya instruksi pemakaiannya telah jelas tertera. Namun sekali lagi, seperti saya kemukakan di atas, karena ndeso-nya itulah yang membuat rasa percaya diri lenyap manakala berhadapan dengan hal baru dan asing.

Tapi itulah kisah tentang sumpel kuping yang saya terima dari petugas boarding dipagi hari di pertengahan tahun 2004 di Balikpapan.

Jakarta, 6 September - 7 Nopember 2010.

No comments: